Chapter 14

Cheline sangat marah kepada Tirta, dia bersumpah ingin sekali menampar wajah Tirta, namun tiba-tiba.

"Woooaaaaaaaaaa!"

Tubuh Bryan berontak karena serangga kecoa itu masuk ke sela-sela pakaian dan celananya, ada juga yang merayap di wajah dan hidungnya.

Melihat kejadian itu, seluruh keluarga Frans dan Komandan Wira takjub dengan apa yang dilakukan oleh Tirta.

Chelinepun merasa sangat bersalah karena telah berburuk sangka kepada Tirta, wajah Cheline langsung merah karena malu.

"Wah, anda hebat sekali tuan Tirta, anda bisa menghidupkan kembalin seseorang yang sudah mati!-

"Hebat sekali!"

Komandan Wira memuji kehebatan Tirta, bukan hanya Komandan Wira saja yang memujinya, akan tetapi Imelda, Michel dan Nyonya Frans juga memuji yang telah dikalukan oleh Tirta.

Dengan gaya yang arogan, sok kerennya Tirta mengibaskan rambutnya, dia sungguh membuat semua orang takjub.

"Tadi itu sebenarnya Bryan belum benar-benar mati!"

Tirta menatap tajam ke mata Bryan, Bryan merasa cemas takut Tirta memberitahukan kalau Bryan tadi hanya berpura-pura mati keracunan.

"Tadi itu Bryan hanya mengalami mati suri, aku bisa merasakan sinyal otaknya kalau dia masih hidup, maka aku lakukan ritual yang membuat adrenalinnya terpacu untuk sadarkan diri!"

Tirta berceloteh panjang dan lebar menjelaskan apa yang telah terjadi kepada Bryan tadi, namun rupanya tidak ada satupun orang yang mengerti akan penjelasan dari Tirta.

"Sialan, dengan mengeluarkan serangha kecoak yang menjijikkan itu dia sebut sebagai ritual pemacu adrenalin? Orang ini benar-benar sudah gila!"

Bryan menyumpah didalah hatinya, namun dia merasa bingung dengan kemampuan Tirta.

Saat pertama kali bertemu dengan Tirta, Bryan memang sudah tidak menyukai Tirta.

Apalagi ketika dia melihat kedekatan Tirta dengan kakaknya sendiri yaitu Cheline, dia semakin membenci Tirta, dia mengira kalau Tirta akan memanfaatkan Cheline untuk membuatnya menjadi kaya raya.

Meskipun Cheline memiliki jatah warisan harta tuan Frans Hutapea yang lebih sedikit ketimbang hak waris milik Bryan, tetapi Bryan tidak setuju kalau sampai Cheline menjalin hubungan dan sampai menikah dengan orang yang perekonomiannya dibawah mereka.

Oleh karena itulah, Bryan tidak pernah senang kepada Tirta.

"Bryan, apa kau baik-baik saja?"

Tirta menyapa Bryan yang sedang menatap dirinya dengan tajam, Bryan menjawab sapaan dari Tirta.

"Aku baik-baik saja, padahal kau tadi tidak perlu repot-repot menolongku!"

Bryan dengan angkuhnya mengatakan seolah dirinya tidak memerlukan bantuan dari Tirta.

Akibat ucapannya yang tidak sopan, otomatis Bryan terkena marah dari Nyonya Frans.

"Bryan, berhentilah bersikap tidak sopan kepada tuan Tirta! Tak sadarkah kau kalau dia sudah menyelamatkan hidupmu!"

Nyonya Frans menegur perilaku Bryan, kali ini Bryan sudah sangat keterlaluan.

"Grrrr!"

Bryan berhenti berbicara, namun tampaknya dia sangat emosi, sebab terlihat dari giginya yang beradu karena menahan amarah.

"Baiklah! Aku minta maaf atas perlakuanku tadi! Terima kasih tuan Tirta sudah menyelamatkan nyawa saya!"

Bryan membungkuk dan mengucapkan terima kasih kepada Tirta, berpura-pura seolah dia telah menerima kesalahannya tadi.

"Sama-sama, Bryan! Kau jangan terlalu berlebihan, yang menyelamatkan nyawamu adalah Tuhan, bukan aku!"

Tirta menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menjawab ucapan terima kasih dari Bryan.

Lalu Bryanpun pergi menuju kamarnya, Tirta menatap siluet Bryan yang lama-lama hilang menjauhinya.

"Baiklah, karena semuanya sekarang sudah kembali normal, sekarang akan segera aku mulai proses introgasi kalian!"

Tirta memiringkan kepalanya ke atas, lalu dia mendekatkan kedua telapak tangannya dengan mulutnya lalu berteriak.

"Hei, Bryan! Cepatlah kau keluar dari kamar dan berkumpul di lantai bawah! Aku akan segera menjalani tugas!"

Tak lama kemudian Bryan keluar dari kamarnya sambil membawa bantal guling dan juga selimut miliknya ke lantai bawah.

"Tukk.. tukk.. tukk..!"

"Aku akan menunggu giliranku sambil tidur di sofa!"

Wajah Bryan masih sangat bad mood, mungkin masih tersisa rasa emosi yang tadi.

"Wah kau cerdas juga, Bryan! Dari pada kau jenuh menunggu giliran, lebih baik kau tidur agar waktu tidak terlalu terasa!"

Tirta memuji Bryan sejenak, lalu dia menaiki anak tangga dan masuk ke kamar Cheline.

"Oh iya, maaf Pak Nisan, boleh aku meminta pertolonganmu untuk mengambil barangku yang aku simpan di bagasi motorku!"

Tirta meminta tolong kepada Pak Nisan untuk mengambilkan sebuah kotak berukuran kertas A4 yang dia simpan pada box bagasi di motornya.

Selang beberapa menit kemudian Pak Nisan membawakan kotak perlengkapan milik Tirta dan menyerahkannya kepada Tirta yang sedang menunggu di kamar Cheline.

Komandan Wira bermaksud ingin menemani Tirta dan ikut masuk ke kamar Cheline, akan tetapi Tirta melarangnya untuk ikut masuk dan berkata kalau dirinya hanya ingin sendirian agar bisa lebih fokus.

Akhirnya Komandan Wirapun mematuhi Tirta yang melarangnya untuk ikut masuk menemaninya di kamar Cheline, Komandan Wira hanya berjaga-jaga diluar pintu kamar.

Saat berada di dalam kamar Cheline, Tirta mengeluarkan semua berkas-berkas dan peralatan pentingnya dari dalam kotak peralatannya.

Lalu kotak peralatan miliknya itu ternyata setelah kosong dapat dirakit menjadi sebuah kursi sepaket dengan meja mirip dengan kursi untuk ujian sekolah akhir tahun pada biasanya, Tirtapun duduk pada kursi itu.

Sebelum memanggil seluruh anggota keluarga Frans Hutapea satu-satu secara bergantian, dia terlebih dahulu menyusun rangkaian pertanyaan yang akan dia layangkan kepada setiap anggota keluarga yang dia panggil untuk menghadap dirinya.

Setelah dirasa semuanya sudah siap, maka Tirta memulainya dengan terlebih dahulu meminta Nyonya Frans yang pertama kali menghadapinya.

(POV Tirta On)

Aku letakkan bokongku di kursi lipat hasil modifikasiku bersama dengan ayah angkatku, bentuknya sama seperti kursi mahasiswa namun lebih tipis karena memang terbuat dari bahan Carbon Graphene san juga Carbon Nanotube yang membuat kursi praktis ini menjadi sangat tipis, ringan, namun kuat.

Aku persiapkan buku yang biasa aku pakai untuk mencatat setiap petunjuk ataupun laporan dari setiap hasil analisaku dan juga sebuah ballpoint dengan kualitas terbaik yang tintanya cepat kering dan tidak akan merusak kertas.

Anggota keluarga Frans Hutapea yang pertama kali aku panggil andalah, Nyonya Catherine istri dari tuan Frans Hutapea alias sering aku panggil dengan sebutan Nyonya Frans.

"Klik!"

Suara gagang pintu yang dibuka terdengar oleh telingaku dan itu adalah Nyonya Frans yang sudah bersiap untuk menghadapku.

"Silahkan, Nyonya Frans! Duduklah di ranjang Cheline!"

Aku perintahkan Nyonya Frans untuk duduk di ranjang Cheline sebab tidak mungkin juga aku menyuruhnya untuk terus berdiri selama aku mengintrogasinya, aku lupa untuk meminta satu buah kursi kecil untuk mereka duduk sambil berdiskusi denganku.

Nyonya Frans sudah duduk di atas ranjang milik Cheline, wajahnya datar saja tanpa ekspresi, tetapi telingaku mendengar kalau irama detak jantungnya sedikit cepat.

"Baiklah, Nyonya Frans! Sebelum terjadi tragedi yang menimpa suami anda, apakah sehari sebelum kejadian anda dan suami anda pernah atau sedang bertengkar?"

Aku melayangkan pertanyaan pertamaku kepada Nyonya Frans, Nyonya Frans menjawabnya dengan singkat saja.

"Tidak!"

Aku mendengar suara detak jantungnya masih sama seperti pertama kali dia masuk, itu menandakan kalau ucapan yang dia katakan jujur.

"Nyonya Frans! Apakah tuan Frans pernah menceritakan suatu masalah berat yang membebaninya akhir-akhir ini?"

Pertanyaan kedua aku layangkan dan sama seperti yang pertama, Nyonya Frans hanya menjawab dengan singkat sekali tanpa ekspresi.

"Tidak!"

Detak jantungnya masih sama dan tidak berubah, baru akhirnya aku layangkan pertanyaan terakhirku.

"Nyonya Frans, seberapa jauh kah anda mengenal mendiang suami anda?"

Pertanyaan klasik dan tampak tidak berfaedah tapi dari pertanyaan inilah aku bisa mendapatkan sesuatu yang memperkuat asumsiku.

"Ee.. pertanyaan macam apa ini? Sudah pasti aku sangat mengenal Frans, aku adalah istri yang sudah menemaninya puluhan tahun!"

Nyonya Frans mengernyitkan dahinya, suara detak jantungnya bertambah cepat menandakan kalau dia sedang emosi dan memikirkan apa yang akan aku tanyakan setelah ini, ternyata Nyonya Frans memang orang biasa, dia bukan penjahat profesional yang bisa mengendalikan organ tubuhnya untuk tetap stabil meskipun sedang berdusta.

"Aku ingin mengetahui, apa hobi tuan Frans Hutapea?"

Aku menyeringai dan menyandarkan kepalaku di kursi lipat milikku yang aku duduki saat ini.

Mata Nyonya Frans menghadap ke atas seperti sedang mencari jawaban dengan mengingat kembali ingatannya.

Beberapa detik kemudian dia menjawab pertanyaanku tadi.

"Frans sangat menyukai bercocok tanam dan memancing, dia sangat menyukai segala kegiatan yang bisa membuat dirinya menjadi basah!"

Aku tercengang mendengar jawaban dari Nyonya Frans yang mengatakan kalau mendiang Frans menyukai kegiatan yang bisa membuat dirinya basah, seketika otakku menjadi traveling kemana-mana.

Agar otakku tidak traveling dan berpikir yang tidak-tidak, maka aku segera menyudahi diskusinya dan meminta agar Nyonya Frans turun dan menyuruh Michel untuk giliran menghadapku.

(POV Tirta End)

Terpopuler

Comments

Mustafa Aliy

Mustafa Aliy

ada yang punya cita2 ingin menjadi detektif seperti MC kah?

2022-11-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!