Diandra tercekat mendengar kalimat itu, dikecewakan? ditinggalkan? dia melirik Gavin yang wajahnya begitu sendu, apa yang sebenarnya terjadi? hal yang membuat lelaki itu begitu menyebalkan macam ini. Diandra menghirup udara sebanyak-banyaknya, menoleh dan mulai memberanikan diri membuka suara lagi.
"Tapi kan tidak semua perempuan seperti itu Dok," ucap Diandra yang tentu tidak terima terkena imbas dari orang masa lalu Gavin dan berujung dia diawasi secara ketat macam tadi,, dia bukan tahanan kota!!!
"Tidak semua tapi kebanyakan iya, Dian," ucap Gavin datar, matanya masih tetap fokus pada jalanan yang ada di depannya.
"Tapi saya tidak seperti itu Dok, saya bukan perempuan macam itu!!!" ucap Diandra yang kembali terpancing, dia adalah tipe orang yang bisa dipercaya dan tidak pernah mengecewakan orang yang sudah memberinya kepercayaan!!!
"Bisa saya pegang omongan kamu?" tanya Gavin sambil menoleh pada Diandra hanya sebentar karena kemudian dia kembali fokus pada setirnya.
"Bisa!!! pegang saja," ucap Diandra sambil mencebikkan bibirnya dengan tangan melipat di dadanya.
Tidak ada jawaban, Gavin hanya membisu tanpa suara. Diandra mendengus dia memilih bungkam,, kepalanya sudah cukup pusing saat ini agaknya Gavin pun sama, jadi lebih baik Diandra tidak lagi memancing dengan membuka suara. Diandra menatap jalanan dari kaca mobil, pikirannya sedang sibuk mencari hal apa yang bisa dia lakukan di rumah sakit ketika menunggu Gavin selesai praktik, nongkrong di kantin rumah sakit? Ah tidak!!! nanti kalau ada lelaki yang mendekat, Gavin bisa ngamuk lagi dan Diandra sudah lelah adu mulut. Menunggu di lobby? ah bukan ide yang bagus juga!!! Diandra memejamkan matanya sambil bersandar di jok, kenapa begini amat sih nasibnya? seharian macam pengawal pribadi saja. Diandra membuka matanya perlahan, mereka masih saling membisu, mobil sudah masuk ke halaman RSUD paling besar dan lengkap di kota ini, tempat Gavin praktik dan tempat Diandra menjalani kepaniteraan klinik besok.
Gavin memarkirkan mobilnya ke tempat yang bukan seharusnya, tempat parkir khusus dokter maksudnya, hal yang membuat Diandra sontak membulatkan matanya lagi dan hendak bertanya ketika Gavin lebih dulu buka suara.
"Kamu bisa membawa mobil ini kemanapun kamu mau Dian,, kasihan juga kalau harus menunggu saya sampai selesai praktik, hati-hati yah!!! saya nggak mau sampai kamu kenapa-kenapa," ucap Gavin lirih.
Hampir saja Diandra terlonjak kaget mendengar kalimat itu, dia menatap Gavin dengan tatapan mata tak percaya, apa tadi Gavin bilang?
"Kamu minta saya percaya sama kamu, maka saya coba Dian,, tapi tolong... tolong jaga baik-baik kepercayaan saya yah?" ucap Gavin.
Diandra langsung melongo, kerasukan setan mana Dokter bedah satu ini? namun Gavin tidak membuang banyak waktu, dia meraih snelli yang dia gantung di jok tengah, memakai jas kebanggaan para Dokter itu dengan rapi.
"Kalau sudah selesai nanti saya telepon Dian,, saya kerja dulu," ucap Gavin lalu membuka pintu mobil dan melangkah turun, sementara Diandra masih melongo di jok tempat dia duduk, dia menatap kepergian sosok itu yang masuk ke gedung rumah sakit. Kenapa dia begitu misterius sih? misterius dalam artian,, Gavin benar-benar tidak bisa ditebak,, kadang bisa menjengkelkan,, menyebalkan tiba-tiba marah seperti tadi hanya karena Diandra duduk berdua dan ngobrol dengan Marcel dan sekarang?
Diandra menggeleng perlahan, dia segera melepas seat belt dan meloncat ke jok sebelah, ke mana dia hendak pergi rasanya ke kos Kiki lebih baik. Dia rasanya tidak ingin kabur karena ingat kata Gavin tadi?
"Tolong jaga baik-baik kepercayaan saya yah?"
##########
Gavin melangkah menyusuri koridor rumah sakit dengan pikiran yang carut marut. Dia tidak mengerti dengan dirinya sendiri, kenapa dia bisa bertingkah macam ABG kemarin sore sih. Kejadian di perpustakaan tadi contohnya, dia tahu dan dia lihat betul Diandra hanya duduk dan ngobrol dengan Marcel, tidak melakukan hal yang aneh-aneh, kenapa Gavin bisa begitu marah dan sangat tidak terima? Gavin menghela nafasnya panjang,, ada apa dengan dirinya? kenapa dia tidak bisa mengendalikan dirinya ketika sedang bersama Diandra?
"Vin!!!"
Gavin menghentikan langkahnya, menoleh dan mendapati Gilang tengah berlari-lari kecil menuju kepada dirinya.
"Apaan? ada apa?" tanya Gavin sambil kembali melanjutkan langkahnya.
"Kamu beneran mau nikah Vin?" sama mahasiswi mu sendiri?" tanya Gilang.
Gavin melotot dari mana Gilang bisa tahu? dia tidak masuk jajaran dosen dan staf pengajar. Dia sendiri lulusan PPDS universitas di luar kota. Jadi bagaimana caranya Dokter anestesi ini bisa tahu?
"Eh... dapat kabar dari mana?" tanya Gavin.
"Teman-teman heboh noh, katanya kamu mau nikahin mahasiswi kamu yang baru mau lulus, serius Vin?" tanya Gilang lagi yang meminta klarifikasi, nampak wajah Gilang begitu penasaran.
"Iya beneran,, do'ain aja Papanya ACC, tahun ini juga mau aku nikahin," ucap Gavin mantap.
"Gila banget,, diam-diam seleramu yang masih ijo yah,, cakep nggak?" goda Gilang sambil menaikkan kedua alisnya.
Gavin menoleh menatap sejawatnya itu dengan bibir mengerucut, dasar laki-laki tukang gosip, Gavin tersenyum setengah mengejek.
"Mau tahu? nanti aja pas nikahan,, takutnya nanti kamu tikung,, nangis aku!!!" bisik lirih Gavin.
Gilang sontak menggebuk gemas punggung Gavin membuat tawa Gavin sontak pecah, kini wajah Gilang yang berubah masam, sebuaya-buayanya Gilang, dia tidak akan menikung temannya sendiri, itulah prinsipnya. Kecuali kalau gadis itu benar-benar gadis yang potensial dan jangan lupa kalau memang si gadis itu mau dengan dirinya.
"Sekate-kate aja kamu Vin, secantik apa sih sampai kamu takut banget aku tikung calon istrimu?" tanya Gilang sambil mamayunkan bibirnya.
"Kamu tahu Dewi Nawangwulan? yang selendangnya dicuri Jaka Tarub?" tanya Gavin sambil menoleh menatap Gilang dengan tatapan mata serius.
"Bah!!! mana aku tau Vin, kisah mereka terjadi di tahun berapa saja aku nggak tahu, kamu malah tanya wajah mereka, gila kamu!!" ucap Gilang.
Kembali tawa Gavin pecah dia tertawa terbahak-bahak dan refleks gebukan Gilang melayang di punggung Gavin.
"Intinya dia sebelas dua belas dengan Dewi Nawangwulan," ucap Gavin sambil tersenyum.
Gilang menatap Gavin dengan tatapan tidak mengerti.
"Kamu memang tahu gimana wajah dia? sampai bilang calon istrimu sebelas dua belas dengan Dewi Nawangwulan?" tanya Gilang.
Gavin lantas menggeleng perlahan sambil menahan tawanya, membuat wajah Gilang semakin masam.
"Lama-lama kamu bisa gila beneran Vin,, parah banget nih orang," ucap Gilang sambil geleng-geleng kepala.
Gavin tidak menjawab dia malah mempercepat langkahnya menuju poli bedah. Meninggalkan Gilang yang masih begitu penasaran dengan kabar burung yang beredar bahwa sejawatnya yang betah menjomblo itu hendak menikah. Benar hendak menikah atau hanya halunya saja? Gilang menaikkan kedua bahunya, mempercepat langkahnya guna menyusul Gavin yang hampir hilang dari pandangan matanya.
Lagi pula Gilang heran dan sangat heran dengan teman sejawatnya itu, ganteng iya kaya sudah pasti, gelarnya pun sudah spesialis, mana bedah lagi yang dia ambil. Jangan lupa Gavin masih bekerja sebagai tenaga pengajar di kampus, soal finansial tidak perlu ditanyakan lagi tentunya, Gavin mapan dengan rumah besar yang sudah hak milik dan dua mobil lantas kenapa begitu betah sendiri? kenapa harus sekarang dia hendak menikah?
"Ah kamu memang penuh misteri, Vin," gumam Gilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments