Diandra menatap gelisah pintu ruangan itu, beberapa mahasiswa menatapnya sambil berbisik-bisik, tentu tanpa perlu Diandra mendengarkan apa yang mereka bisikkan Diandra sudah tahu bahwa mereka tengah membicarakan nasib yang dialaminya, yang harus menerima nasib buruk akibat sumpah sembarangan yang diucapkannya beberapa jam yang lalu, sebenarnya bagi dia saja itu nasib buruk tapi bagi mahasiswi cewek yang lain itu adalah suatu keberuntungan. Diandra sudah selesai dengan sidang skripsinya dan sesuai dengan apa kata pria itu tadi,, Diandra harus menemui dirinya, dan Diandra juga ingin membicarakan hal itu, lebih tepatnya membicarakan sumpahnya, dan lebih tepatnya lagi Diandra ingin memohon pada pria itu agar tidak menganggap sumpahnya itu betulan.
Diandra hendak masuk ke dalam ruangan itu tapi mendengar langkah seseorang membuat Diandra menghentikan langkahnya dan langsung menoleh. Terlihat Dokter Gavin tampak berjalan dengan sangat percaya diri dan begitu gagahnya,, membuat Diandra jadi tertegun sesaat karena Diandra baru menyadari bahwa sosok itu luar biasa sangat mempesona.
"Cari saya?" tanya pria tampan itu sambil tersenyum.
Iyalah cari kamu memang mau cari siapa lagi? batin Diandra kesal, Diandra hanya berani dalam hati sekarang,, karena jujur saat ini dia tidak berkutik untuk melawan pria itu seperti apa yang sering dia lakukan selama ini.
"Iya Dokter," jawab Diandra.
Kembali senyum Dokter tampan itu merekah.
"Sudah selesai sidangnya?" tanya Gavin.
"Sudah Dokter," jawab Diandra lagi.
Kini wajah tampan dan rahang kokoh itu mengangguk.
"Mari ikut saya," ucap Gavin.
Pintu ruangan itu dia buka, tampak Dokter Gavin menahan pintu itu sesaat, sebuah tindakan sederhana yang membuat Diandra merasa terkejut, Diandra bergegas masuk melewati pintu, diikuti Gavin yang lantas melangkah mendahului dirinya.
"Silahkan duduk," ucap Gavin sambil meletakkan beberapa buku tebal di atas meja.
"Jadi kapan saya bisa ke rumah?" tanya Gavin lagi.
Diandra menelan salivanya dengan susah payah.
"Dokter serius mau ke rumah?" tanya Diandra.
"Kamu pikir laki-laki hampir kepala empat seperti saya ini masih suka main-main apa?" ucap Gavin sambil menatap mata itu dengan saksama, menampilkan wajah datar namun serius, yang di mana makin membuat Diandra tidak berkutik.
"Ta...tapi Dok, sa...saya tadi cuma..."
"Kamu tadi bawa-bawa nama Tuhan dan sekarang kamu mau bilang kalau kamu cuma bercanda?"potong Gavin cepat.
"Saya tidak mau tahu,, saya akan ke rumah melamarmu bulan depan itu juga!" ucap Gavin lagi.
Mata Diandra terbelalak,, bulan depan? dosen killer itu mau melamarnya bulan depan? yang benar saja!!!
"Dokter menikah itu kan bukan main-main Dokter,, dan masa iya Dokter mau menikahi saya gitu aja," ucap Diandra yang masih berusaha terlepas dari jerat sumpah yang tadi keluar begitu kurang ajar dari mulutnya.
"Saya tahu! siapa yang bilang saya mau main-main! saya ini seriusan mau nikahin kamu!! mau resepsi model apa besok? bilang saja!!" ucap Gavin lagi tidak mau menyerah.
Keringat dingin keluar dari dahi Diandra,, dia benar-benar sudah terjepit sekarang! laki-laki di depannya ini tidak menampakkan tanda bahwa dia main-main,, dia serius dan itu membuat Diandra langsung sakit kepala.
"Dok tapi kan orang menikah itu nggak boleh asal menikah Dok,, harus ada cinta kan?" ucap Diandra yang masih terus berusaha,, punya suami model kayak Dokter Gavin ini? jadi mahasiswinya saja dia sudah sakit kepala apalagi kalau jadi istrinya?
"Gampang kamu tinggal jatuh cinta saja sama saya,, selesai!!" ucap Gavin.
Mata Diandra kembali melotot rasanya dia ingin melempar buku tebal yang tergeletak di atas meja itu ke kepala Gavin. Tinggal jatuh cinta saja sama saya katanya? sumpah ini orang sudah geser otaknya.
Ingin sekali Diandra kabur menggunakan jurus menghilang,, namun sayangnya dia tidak mempelajari ilmu dari Desa Konoha, membuat Diandra menyesal setengah mati tidak mempelajari jurus itu.
"Dokter sehat?" tanya Diandra,, entah setan dari mana yang jelas pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Diandra, membuat Gavin seketika mendelik dan mendekatkan wajahnya ke Diandra.
"Atas dasar apa kamu memvonis saya tidak sehat,, Dian?" ucap Gavin sambil bertatapan dengan Diandra, wajah mereka walaupun masih ada jarak yang cukup jauh tapi ini merupakan sebuah rekor Diandra dapat menatap wajah itu dengan begitu dekat.
Ah.. kenapa Diandra mendadak keki,, wajah itu, kenapa tampan sekali sih?
"Ma... maaf Dok," ucap Diandra sambil menundukkan wajahnya, tidak berani dan tidak kuat menatap wajah itu lama-lama,, takut meleleh dia.
Gavin menarik wajahnya,, kemudian merogoh saku dan menyodorkan ponsel ke arah Diandra.
"Saya butuh nomor ponsel kamu, buat bahas rencana baik kita selanjutnya, Dian," ucap Gavin.
Dengan tangan bergetar Diandra menerima ponsel itu,, mengetik nomor ponselnya di sana,, apes! jadi dia sama sekali tidak bisa berkelit lagi? dia harus pasrah dinikahi oleh Dokter Gavin?
Kenapa juga dia pakai mengucapkan sumpah gila seperti tadi? sekarang dia harus merealisasikan buah dari sumpah sembarang nya tadi. Sungguh tragis!!!
"Ini bukan nomor tukang sedot WC, kan?" tanya Dokter Gavin dengan mata menyelidik menatap Diandra.
Sontak mata Diandra membulat, nomor tukang sedot WC? itu nomor ponsel Diandra dan seenaknya saja dia mengatakan itu nomor ponsel tukang sedot WC? rasanya tangan Diandra ingin sekali melayang untuk menampar pipi laki-laki yang hendak melamarnya itu.
"Itu nomor saya Dokter," jelas Diandra dengan wajah yang cemberut.
"Ok,, saya telepon. Tolong diangkat!!!" ucap Gavin lalu segera menelepon nomor ponsel itu.
Selang beberapa detik panggilan masuk itu berdering, membuat Diandra sontak membuka tas dan mengambil ponselnya,, dia menerima panggilan itu dan menyodorkan ponselnya kepada dosen menjengkelkan itu musuh bebuyutan Diandra di kampus.
"Tunggu!!!" ucap Gavin. Benda itu langsung direbut dari tangan Diandra, lantas Dokter itu memperlihatkan apa yang ada di layar.
"Jadi kontak saya kamu berikan nama Dosen rese? serese apa saya di matamu?" tanya Gavin.
Kembali Diandra memucat! dia baru ingat bahwa dia sudah menyimpan nomor ponsel dosen itu jauh-jauh hari. Bukan untuk apa-apa dia menyimpannya,, itu hanya untuk kepentingan kalau sewaktu-waktu Diandra butuh untuk mengumpulkan tugas.
Diandra menundukkan wajahnya,, sungguh apes sekali dia hari ini? kenapa dia selalu saja berurusan dengan laki-laki menyebalkan ini? kenapa harus dia tadi yang menemukan flashdisk Diandra? kenapa harus...
"Nih, jangan diganti-ganti!" ucap Gavin setelah mengganti nama kontaknya di ponsel Diandra.
Diandra menerima ponselnya kembali dari tangan Dokter Gavin,, matanya langsung terbelalak melihat nama kontak yang sudah diganti itu.
"Suamiku tercinta,"
Diandra langsung menatap nanar Dokter itu, kepala Dokter itu tampak baik-baik saja, tapi tidak menutup kemungkinan dia habis terbentur, bukan? benturan apa yang lantas membuat dia berubah macam ini? dia masih waras kan?
"Saya tunggu kabar kapan saya bisa ke rumah, saya mau ketemu dengan papamu," ucap Gavin sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku,, dan masih menatap Diandra dengan saksama.
"Siapa nama bapakmu kalau boleh tahu?" tanya Gavin.
"Darmawan, Dok," jawab Diandra dengan putus asa sambil mengingat wajah Ayahnya, Diandra makin down saja. Apa tanggapan sang Papa nanti begitu tau Dokter bedah itu ingin melamarnya?
"Darmawan?" ucap Gavin dengan kening berkerut.
"Professor Darmawan ahli patologi klinis itu?" tanya Gavin tampak terkejut dengan mulut terbuka dan mata terbelalak.
"Iya itu Papa saya," jawab Diandra,, rasanya Diandra ingin sekali tertawa terbahak-bahak begitu melihat ekspresi terkejut dari Dokter itu begitu mengetahui siapa Ayahnya.
"APA?" ucap Gavin.
##########
Gavin melangkah dengan gusar menuju mobilnya,, pantas saja Diandra selama ini begitu vokal menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap hukuman yang Gavin berikan tanpa takut sedikitpun, rupanya Ayahnya adalah salah seorang Guru Besar.
"Gila Gavin! kamu dengan lantang hendak melamar anak seorang Guru Besar?" ucap Gavin pada dirinya sendiri.
Tapi daripada dia harus menikah dengan anak Pak Hendra, tidak ada salahnya jika dia mencoba terlebih dahulu mengutarakan niat baiknya terhadap anak Professor Darmawan,, bukan? toh dirinya juga sudah spesialis, salah satu nilai plus yang bisa Gavin ajukan sebagai calon menantu guru besar itu.
"Semoga dipermudah Ya Allah!!!" ucap Gavin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments