Sore ini keluarga Hutomo di kejutkan oleh kedatangan Meri. Tak ada kabar apapun kalau Meri akan berkunjung ke kediaman Hutomo.
Wajahnya yang masih terlihat seperti umur 50 tahunan itu masuk ke dalam rumah di ikuti 3 bodyguard berbadan tinggi dan kekar.
“Ibu, kau datang?” tanya Santi yang terkejut setelah Meri masuk ke ruang tengah.
Sontak wajah Santi langsung berbinar begitu melihat wajah Meri.
Sementara para bodyguard tanpa di suruh mereka langsung membawa koper dan perlengkapan Nyonya besarnya menuju kamar di sebelah timur dekat kamar Hutomo. Santi menghambur memeluk nya. Ciuman bertubi di pipi kanan kiri lalu kembali memeluknya.
“Kau ini! Mau membuat Ibumu mati ya?” kesal Meri. Tapi tak menunjukkan raut wajah seseorang yang sedang marah.
“Apa kabar Bu, Ibu sehat?” Sapa Hutomo. Menjabat tangan Meri lembut. Santi masih menggandeng lengan Meri. Lalu mengajaknya untuk duduk bersama.
“Kenapa Ibu tidak bilang akan datang? Aku bisa menjemputmu kan?” Ucap Santi yang masih bergelayut manja.
“Kau seperti anak kecil saja!” ucap Meri. Anak perempuan satu satu nya ini memang terlihat manja saat bersama Meri.
“Aku sangat merindukan Ibu, selama di sana Ibu tidak memberi kabar pada Kami.”
“Maaf sayang, di sana terlalu sibuk.” Jawabnya sambil meneguk satu cangkir teh yang di buatkan Minah.
“Nenek!?” Teriak suara lantang dari arah belakang. Radit yang baru terbangun dari tidur nya langsung berhambur menghampiri Meri. Bahkan mata bulatnya belum terbuka sepenuhnya.
“Nenek datang, kapan?” Tanya Radit. Kepalanya sudah terbenam di pelukan Meri.
“Kau sama manjanya dengan Ibumu sayang...” Meri mengacak rambut Radit.
“Ibu mau menginap disini kan?” Tanya Hutomo.
“Tentu saja, Aku sangat merindukan suasana di rumah ini.” Jawab Meri sambil memeluk cucu kesayangannya.
“Oh Iya Nenek, Aku akan kenalkan Nenek pada Kak Mona nanti.” Ucap Radit lalu melepas pelukannya. Matanya memandang Mira.
Sementara Mira berkerut dahi. Bergantian memandang Hutomo dan Santi. “Siapa Mona?” tanya Mira.
“Nanti Ibu juga akan tahu.” Jawab singkat Santi.
Seseorang yang baru masuk mendadak berhenti. Tanpa sadar Ia menjatuhkan tas hitam nya ke lantai. Mereka berempat langsung menoleh ke arah suara itu berasal.
“Arga? Kau sudah pulang?” tanya Meri. Berdiri dan menghampiri Arga yang masih terdiam mematung.
Tangan kirinya mengambil tas hitam yang terjatuh. “Ada urusan apa Nenek kemari?” tanya Arga. Kemudian duduk di samping Hutomo.
“Pertanyaan macam apa itu?” timpal Meri. “Nenekmu datang kau justru bertanya begitu.” Meri kembali duduk. Wajah nya terlihat sedih.
“Jaga bicaramu sayang! Apa Kau tak merindukan Nenekmu?” tanya Santi.
Arga mendesah. “Ya, tentu Aku merindukan Nenek, hanya saja... Ah sudah lah! Aku masuk kamar dulu.” Arga bangkit lalu berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Karena Nenek datang, Urusanku dengan Tiara pasti tak kunjung selesai! Arga menarik nafas, di hembuskan perlahan. Ia berbaring di atas ranjangnya hingga tertidur.
“Selalu saja dia seperti itu!” Gerutu Meri.
“Kapan dia akan berhenti acuh padaku?”
“Mungkin kalau Ibu berhenti menjodohkannya dengan Tiara.” Gumam Hutomo lirih.
“Kau bicara Apa?”
“Ah tidak! Aku tidak bicara apa apa Ibu.” Hutomo mengibaskan ke dua telapak tangannya. “Aku masuk ke kamar, Ibu istirahatlah dulu, pasti lelah.” Sambung Hutomo lagi.
Melihat tingkah suaminya, Santi berusaha menyembunyikan tawanya yang sudah berada di ujung bibir nya. “Aku tahu apa yang kau katakan tadi.” Batin Santi.
“Mari Aku antar Ibu masuk kamar, pasti Ibu sangat lelah.”
“Baiklah...”
“Nanti Aku panggil jika makan malam sudah siap.” Ucap Santi sebelum menutup pintu kamar Meri.
Sesampainya di kamar, Santi duduk di tepi ranjang memandangi suami nya yang baru saja selesai mandi. Tubuhnya pun hanya di lilit handuk putih yang hanya menutupi bagian pusar hingga lulut.
Hutomo tersenyum. “Apa yang kau lihat?” tanya Hutomo tersenyum nakal.
“Tidak! Aku tidak lihat apa apa.” Jawab Santi. Pipinya sudah memerah. Hutomo mendekat. Duduk lalu meraih tangan Santi. Wajahnya sudah semakin dekat. Satu kecupan di bibir sudah mendarat di sana.
“Tunggu!” ucap Santi tiba-tiba. Ia mendorong tubuh suaminya.
“Ada apa?”
“Dimana Mona? Kenapa belum pulang?”
“Ah iya! Dimana dia?” Keduanya saling memandang. Hutomo mengangkat satu alisnya.
“Biasanya pulang bersama Arga kan?” tanya Santi. Ia meraih ponsel di dekat lampu tidur. Santi mengusap layar ponselnya mencari sebuah nomor untuk di hubungi. Hutomo hanya diam mengamati gerakan Santi yang beradu dengan ponselnya.
“Halo, Tora?” sapa Santi setelah telpon tersambung.
“Iya Nyonya, ada apa?” jawab Tora.
“Kau tahu dimana Mona kan?”
“Iya Nyonya, Nona Mona sepulang sekolah langsung pergi ke rumah teman sekolahnya.” Jelas Tora.
“Dia aman kan?”
“Tentu saja Nyonya.”
“Terus awasi sampai dia pulang nanti.”
“Baik Nyonya.”
Tut. Telpon sudah terputus.
Santi menghela nafas panjang. Lalu menatap suaminya tanda semuanya baik baik saja.
“Jadi selama ini kau minta bantuan Tora untuk mengawasi Mona?” Tanya Hutomo.
“Iya, Besok Aku akan membelikan Mona ponsel, dengan itu Kita lebih mudah memantaunya.”
“Terserah kau saja, sekarang lanjutkan urusan kita yang tertunda tadi.” Ucap Hutomo yang sudah mendekap Santi.
“Tapi...”
Boleh kan yang tua merasakan nikmat nya bercinta? Keduanya sudah terbang jauh entah kemana menikmati keindahan yang tak bisa di jelaskan dengan sebuah kata.
19.30 WIB
Prang!!
Terdengar suara benda jatuh dari arah dapur. Suaranya sangat nyaring hingga terdengar sampai ke lantai dua.
“Siapa kau maling ya?!” Mona mengangkat panci berisi sop lalu di lempar begitu saja ke arah seseorang yang sedang berdiri di depan kulkas. Panci itu sudah terjatuh ke lantai dengan isinya yang berserakan. Seseorang itu menoleh. Rambut bergelombang nya basah terkena kuah sop. Ada beberapa sayuran yang bergelantungan di sana.
“Aaa!! Siapa kau?!” Bentaknya keras. Ia mengusap wajahnya yang basah tersiram kuah sop. Untungnya sudah tidak panas, hanya sedikit hangat.
“Anda yang siapa?” Tanya Mona dengan berkacak pinggang. Lalu meraih sendok sayur menyodorkan pada Meri. Kalau saja Mona tahu siapa dia, pastilah tak akan seberani ini Dia.
“Kurang ajar! Berani beraninya kau tanya siapa aku!” Meri mendekat lalu mendorong Mona hingga menabrak meja.
“Hei Nenek tua! Kenapa Anda mendorongku? Kan Anda yang salah.” Semprot Mona tak terima. Ia kembali mengacungkan sendok sayur.
“Kau!” Meri mendekati Mona lagi menarik rambut nya. Begitu juga sebaliknya.
Arga yang sedang berdiri di balkon lantai dua langsung mencari suara itu berada. Santi dan Hutomo pun langsung keluar dari kamar di susul Radit yang kaget dan langsung memeluk ibu nya. Minah dan kedua asisten rumah tangga lainnya pun ikut nimbruk.
“Ibu? Apa yang terjadi padamu? Tanya Santi. Satu tangan kanannya menutup mulutnya ketika melihat Mira dan Mona sedang saling menarik rambut.
Hutomo yang baru menyusul setelah memakai baju pun ikut terkejut. “Apa yang terjadi?” Matanya bergantian menatap mereka.
“Ibu?” gumam Mona lirih. Lalu melepas cengkeramannya di rambut Meri.
Mona mundur, berdiri dengan satu tangan memegang sendok sayur. Sementara tas sekolahnya tergeletak di lantai. Baju seragamnya pun sedikit basah karena terciprat kuah tadi.
“Kenapa berisik sekali! Ada apa?” timbruk Arga. Arga diam sebentar, bola matanya tertuju pada satu titik, yaitu di mana sekarang Neneknya tengah berdiri dengan rambut awut awutan dan basah.
Arga terkekeh. “Nenek kenapa? Apa yang terjadi?” Arga masih menertawai Meri walaupun tak terlihat karena di tutupi telapak tangan. Tapi tetap saja, matanya yang menyipit membuktikan kalau Dia sedang menertawainya.
“Nenek, Kau sangat lucu.” Imbuh Radit dengan tawa polosnya.
Mona yang sepertinya sudah sadar bahwa dirinya sumber masalah langsung menatap Santi. Dalam hatinya bertanya siapa sebenarnya Wanita tua ini?
“Santi! Jelaskan padaku, siapa bocah ini? Berani beraninya menyiramku!” Gerutu Meri. Matanya masih menatap Mona yang berdiri di dekat meja makan.
“Maaf, Itu juga salah Anda karena mengendap endap di dapur, jadi Aku pikir itu maling.”
Jawab Mona. Tetap saja tak mau disalahkan.
Santi langsung membulatkan mata. Mereka yang berdiri di situ langsung menoleh menatap Mira penuh tanda tanya.
“Mengendap endap?” tanya Hutomo.
“Nenek, kenapa Kau mengendap endap?” sambung Arga. Ia masih sedikit tertawa melihat wajah Nenek nya.
Mira yang akhirnya terpentok sendiri langsung salah tingkah. Bibirnya masih diam? Bingung harus menjawab apa.
“Untuk apa Aku mengendap endap di rumah Anakku sendiri?” tanya balik Mira, berusaha mencari celah supaya tak ada yang curiga dengan apa yang sedang di lakukannya di dapur.
“Ah sudahlah, lebih baik jangan teruskan perdebatan ini, lebih baik kita makan malam saja.” Hutomo menggiring mereka untuk segera duduk di kursi masing masing.
“Ibu bersihkan diri dulu, nanti Aku jelaskan semuanya.” Ucap Santi. Mira pun pergi setelah melirik sebentar pada Mona. Mona langsung menunduk.
“Sayang.” Santi menghampiri Mona yang sedang memungut tas nya di lantai. “ Kau mau makan atau mandi dulu?”
Mona tak langsung menjawab. Ia melirik ke arah meja makan. Air liur nya hampir saja menetes. Makanan di atas meja terlihat sangat enak dan sungguh menggoda.
“Aku makan saja.” Mona berbalik dan langsung duduk di samping Arga.
Santi tertawa melihat tingkah Mona. Sepertinya Kau sudah bersikap layaknya ABG.
“Dasar Bocah! Bahkan kau tak sadar telah berbuat ulah.” Hardik Arga. Namun tak di tanggapi Mona karena sudah kelaparan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Astaga Lisa,Pertemuan pertama aja udah bikin Meri marah,Gimana Meri akan bisa menyukainya..Aduuh bakal bikin tambah ribet nih urusannya..
2024-12-12
0
Qaisaa Nazarudin
Tapi kenapa Feeling ku,Meri gak bisa menerima Lisa sebagian keluarga mereka,Semoga aja feeling ku salah ya..
2024-12-12
0
Qaisaa Nazarudin
Kenapa Arga gak ngomong sama Ortunya Kalo emang dia gak suka sama Tiara..
2024-12-12
0