sementara di ruang makan, Mona masih tak kunjung datang.
“Apa kau menyetujui kerja sama itu?” tanya Santi. Ia sudah menghentikan aktivitas makannya.
“Belum, Aku tidak suka dengan cara mereka ketika menemuiku, Aku hanya jawab, Akan aku pikirkan nanti.”
“Apa kau tahu siapa pemilik dari Joanda Group?” tanya Hutomo dengan wajah serius.
Merasa tak di butuh kan di obrolan mereka. Radit memilih pergi setelah menghabiskan satu piring nasi dengan ikan. “Aku balik ke kamar.”
“Iya sayang.” jawab Santi.
“Memang siapa, Ayah?” tanya Arga.
“Dia adalah paman Mona.”
Uhuk!
Arga tersedak minuman. Ia menatap serius wajah Hutomo. “Maksud Ayah?”
“Sini ibu ceritakan.” Santi menggeser tempat duduknya berpindah di samping Arga. “Kau pasti masih bertanya tanya kenapa Ibu mengadopsi Mona.”
Arga mengangguk. “Tentu saja, Ibu kan tak pernah membiarkan orang asing masuk ke rumah ini dan Mona yang pertama di ijinin.”
“Semua ada alasannya Ga, Mona di jual oleh mereka.”
“Di jual? Mona?” tanya Arga semakin serius.
Dari anak tangga Mona berhenti. Tangannya menggenggam pegangan tangga. Telinganya hampir mendengar apa yang sedang keluarga Hutomo bicarakan. Ternyata memang mereka tahu betul tentang asal usulnya.
“Mona di jual oleh Pamannya, Di jual ke seorang bos pemilik klub karaoke terbesar di kota ini.” Jelas Santi. Ada rasa pilu di hatinya ketika membayangkan bagaimana takutnya Mona saat itu.
“Bagaimana Ibu bisa tahu semua itu?” tanya Arga penasaran.
“Hei! Kau kan tahu Ayahmu punya anak buah terpercaya, untuk sekedar mencari sebuah informasi itu sangat lah mudah.” jawab Santi melirik suaminya seakan menyombongkan kehebatannya.
“Betul...” Sambung Hutomo, lalu berdiri mengambil satu buah apel di tengah meja.
Para asisten rumah tangga membereskan sisa makanan di atas meja dan tak lupa mereka membuka lebar kedua telinga mereka untuk menguping. Tapi tenang saja. Siapa pun yang bekerja di tempat Hutomo bisa di pastikan aman untuk menjaga rahasia.
“Jadi Ibu harap kau bisa baik padanya.” perintah Santi dengan sedikit menjulingkan mata.
Arga mbesengut, lalu menaruh sendok, kemudian minum dan hendak ke lantai atas menuju kamarnya. Tapi langkahnya terhenti ketika bertemu Mona yang ternyata sudah berdiri di tangga.
Santi menoleh. “Hei sayang, kau di situ? Kemari, makanlah dulu.” Santi menghampiri Mona yang tersenyum bingung karena kepergok mendengar pembicaraan mereka. Mona menurut. Lalu melangkah mengikuti Santi. Tak lupa Mona sempat melempar senyum sebelum akhirnya Arga naik ke atas.
“Kasihan juga Dia.” celetuk Arga lirih.
“Makan sayang, kami sudah makan.” ucap Santi.
Mona duduk lalu mengambil nasi dan beberapa lauk. Sementara Hutomo sudah masuk ke ruang kerjanya.
“Radit kemana Bu? Apa sudah makan juga?” Satu suapan masuk ke mulut nya.
“Sudah sayang...”
“Ibu istirahat saja, Aku tak apa sendiri.” kata Mona. Ia tak enak jika harus di temani. Apalagi sudah telat gabung makan bersama.
“Kau yakin? tak apa jika Ku tinggal?” Tanya Santi lembut mengusap pipi Mona.
“Iya Ibu, istirahatlah, Ibu pasti juga lelah.”
Yah! Santi tentu lelah. Biarpun Dia telah menjadi istri orang kaya. Tapi Dia juga punya usaha sendiri yaitu sebuah butik ternama di Kota ini. Sebenarnya Hutomo melarang nya. Tapi Santi membantah. Ia hanya tak ingin bosan karena sendirian tanpa ada kegiatan. Hutomo pun mengalah.
Mona masih tertunduk menikmati setiap suapan makan malamnya. Dalam setiap detik Ia selalu bersyukur karena bisa bertemu dengan keluarga ini. Yah walaupun kesan pertama ketika menginjakkan kaki di rumah ini sangat memalukan. Kalian tahu lah!
Dentingan sendok menyentuh piring mulai tak terdengar lagi. Mona berdiri mengangkat piringnya membawa ke dapur.
“Tak usah Nona, itu tugas saya.” ucap Minah.
“Tak apa, Aku hanya ingin membantu.”
“Tak perlu Nona, biar aku saja.”
Ketukan pintu terdengar keras dari luar. Sepertinya si tamu lupa kalau ada bel di dekat pintu masuk.
“Ya sudah, Aku membuka pintu saja.” jawab Mona. Piring yang Ia pengang di sodorkan ke Minah.
“Iya Nona...”
Sekarang sudah pukul sembilan malam. Dan siapa yang bertamu tak tahu waktu ini? Mona mengintip dari balik gorden jendela kaca. Hanya terlihat bola matanya yang mengintip. “Siapa Dia??”
Cekreeeek!
Pintu terbuka. Mona maju dua langkah. “Siapa ya?”
Sementara sang tamu hanya diam. Lalu menatap Mona dari ujung kaki hingga kepala. Bahkan Ia sempat memutari tubuh Mona.
Kenapa Dia melihat Ku seperti itu? Ah! Jangan jangan Dia kekasih kak Arga?
“Kau Siapa?” tanya Tiara. Tatapan tak suka sangat terlihat. Ia sedikit membungkuk karena Mona lebih pendek dari nya.
“Kau yang siapa?” tanya Mona balik berkacak pinggang. Ia berjinjit mengimbangi tinggi Tiara. Matanya membulat menatap Tiara.
“Hei Kau! Beraninya memelototiku?” ucap Tiara. “Minggir!” Tiara mendorong Mona ke samping hingga menabrak kusen pintu.
“Hei! Sangat tidak sopan!” Mona menyusul Tiara yang sudah masuk ke dalam rumah. Ke dua tangannya telentang berusaha mencegah Tiara.
“Kau ini! Siapa kau! Berani beraninya menghalangi Ku! Aku bilang awas!” Tiara menarik Mona.
Karena sudah biasa. Tiara hendak menuju kamar Arga di lantai atas. Mona menghadang lagi di depan anak tangga. “Kau tak boleh kesana.”
“Siapa yang datang nona?” tanya Minah. Kedua tangannya masih basah karena buru buru keluar dari dapur setelah mendengar perdebatan Mona dan Tiara. “Aku Tiara?.”
Minah membungkuk. “Ada apa Nona kemari?”
Kenapa Minah membungkuk. Apa Dia orang penting? Batin Mona.
“Aku mau bertemu Arga. Dimana Dia?” ucap Tiara. Matanya melotot pada Mona. “Dan siapa gadis tengil ini? Beraninya menghalangiku.”
“Anu Nona Dia...”
“Ah sudahlah! Aku langsung ke kamar Arga.” Tanpa menunggu penjelasan dari Minah, Tiara langsung naik ke atas menuju kamar Arga. Mona masih membuntutinya dari belakang.
“Kenapa Kau mengikutiku? Pergi sana!” bentak Tiara. Tangannya mengibas tanda mengusir.
“Siapa juga yang mengikutimu, aku mau ke kamarku.” jawab Mona dengan mata juling.
Ah! Siapa gadis ini! Bicaranya sangat menyebalkan! Gerutu hati Tiara. Lalu melangkah lagi dan sampai di depan pintu kamar Arga.
“Kenapa Kau masih disini?” Tanya Tiara. Mona diam dan berdiri di depan pintu kamarnya sendiri.
“Aku bilang pergi! Kau tidak dengar?! Kau tuli?”
Merasa terusik karena gendang telinganya mendengar keributan yang sangat dekat, Arga pun turun dari ranjang. Melempar buku novel yang sedang di bacanya hingga teronggok di lantai.
“Siapa yang malam malam ribut?!” Teriak Arga dari dalam. Lalu dengan cepat memutar gagang pintu.
“Kau? Ada apa kemari?” tanya Arga saat melihat Tiara yang ternyata berdiri di depan kamarnya. Ia juga sempat menengok pada Mona yang sedang bersendehan pada dinding.
“Aku merindukanmu sayang...”
“Huueeekkk” Ucapan keluar dari mulut Mona hingga keduanya menoleh.
“Kau!! Aku menyuruhmu pergi, kenapa masih di sini?” semprot Tiara jengkel. “Arga, siapa gadis tengil ini? Bicaranya sangat tidak sopan!”
Arga mendengus. Ia mengusap wajahnya melepas pusing karena melihat dua wanita super menjengkel kan. “Tolong ya... sebelum Aku marah, lebih baik Kau pulang. Aku lelah.”
“Dengar! Kau di suruh pulang.” timbruk Mona dengan enteng. Bahkan kedua tangannya melipat seakan menantang Tiara.
“Kau juga!” bentak Arga. Membuat Mona terlonjak hingga berdiri tegak. “Besok Kau sekolah... tidur lah!”
Bibir mungil nya mengerucut. “Baik Kak.” Mona berbalik. Tak lupa Ia melirik Tiara yang tersenyum licik. “Apa Kau!!”
“Mona!”
“Iya Kak... Aku masuk.”
Mona sudah menghilang masuk ke dalam kamar nya.
“Sebaiknya kau pulang! Ini sudah malam.” Ucap Arga. Tangannya sudah memegang pintu hendak menutup nya.
“Tunggu Arga! tidak bisakah kita bicara sebentar?” mohon Tiara. Ia meraih tangan Arga.
Desahan keluar dari hidung Arga. Ia menutup pintu kamar. Berjalan menuju ke balkon. Membuka jendela lebar lalu berjalan keluar. Angin semilir mulai di rasakannya.
“Sayang... Aku sangat merindukanmu.” ucap Mona. Ke dua tangannya melingkar di pinggang Arga dari arah belakang. Pipi kirinya penempel pada punggung datar Arga.
“Manja sekali wanita itu.” bisik seseorang yang ternyata mengintip dari balik bufet besar. Siapa lagi kalau bukan Mona. Fiuh!
“Lepaskan! Jaga sikapmu.” Arga menarik tangan itu hingga menyingkir dari pinggangnya. Ia berjalan hingga ke tralis balkon.
“Kapan kau akan menerimaku? Kau tahu kan aku sangat mencintaimu? Tidak bisakah Kau membalasnya?” ucap Tiara. Matanya sembab. Mungkin Dia akan menangis.
“Harusnya kau sudah tahu jawabannya kan?”
“Benar! Kau memang masih mengharapkannya kan?”
Mengharapkan siapa? Batin Mona. Ia masih menguping disana.
Arga diam. Memutar badan masuk ke dalam lagi. “Lebih baik kau pulang, aku lelah...” menoleh menatap Tiara supaya lekas pergi.
“Tapi Ga?”
“Pergilah! Sebelum aku marah padamu.”
Tiara menghentakkan kaki. Memang tak ada pilihan. Ia tahu jika Arga marah ganasnya bisa melebihi seekor macan. Akhirnya Tiara turun. Mona yang takut ketahuan langsung menyelip di antara bunga rias dan guci besar yang berdiri di dekat sofa.
“Kau, Kau menguping?!” pergok Arga ketika jidat Mona menyembul.
Aish! Aku ketahuan.
Mona hanya nyengir. “Ti..tidak, aku hanya kebetulan lewat.” jawabnya asal.
“Alasan macam apa itu? Kau mau menghilang dari balik tembok? Ck!” Arga menggeleng lalu masuk ke dalam kamar.
“Fiuh! Untung Dia tidak marah... Ah sebaiknya aku tidur.”
***
Jangan lupa krisannya 😙😙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Christy Oeki
rajin selalu
2022-08-04
0
Ramon Caniagoe Ramon
lanjut
2022-07-31
0
Aurora
Mona, jangan nakal ya😅🤗
2022-04-29
0