SMA Negri Camelia
“Kenapa juga aku yang mengantar bocah ini? apa rencanamu wahai Ibuku?” batin Arga mencoba menebak dengan otak cerdasnya.
Mereka berdua melangkah menuju ruang kepala sekolah. Karena memang Mona belum sempat mendaftar jadi baru bisa hari ini, dan anehnya kenapa harus Arga bukan Santi. Rencana terselubung. Haha!
Mona berjalan cepat di belakang mengikuti langkah kaki Arga yang panjang. Mungkin Mona harus berjalan 2 sampai tiga langkah cepat jika harus mengimbangi langkah Arga. Jelas saja tinggi Mona jauh dari Arga yang mencapai 190 cm sementara Mona hanya sekitar 160 cm.
Beberapa sepasang mata sempat melirik mereka. Pagi ini koridor sangat ramai di penuhi para murid baru. Maklum sekolah ini termasuk sekolah Elit dan kebanyakan murid berprestasi. Jalan mereka berdua terkadang pun agak terganggu karena banyaknya murid yang berhalu lalang.
“Menjengkelkan!!” Arga menarik tangan Mona. Menariknya untuk melangkah lebih cepat.
“Kakak itu tampan sekali.”
“Ah iya... siapa ya dia?”
“Sungguh tampan. Itu pasti adik nya...”
Celotehan dari beberapa murid yang berpapasan dengan mereka berdua. Mona yang sempat mendengar hanya tersenyum.
“Aku kan manis...” pujiannya dalam hati.
“Tuan Arga, silahkan masuk.” Ucap Mr. Andre selaku kepala sekolah.
Kepala sekolah sudah mengenali Kak Arga? Salut Aku... ckck!
“ Silahkan duduk Tuan, ada yang bisa saya bantu?”
Arga tak langsung menjawab. Ia duduk. Sementara Mona berdiri di belakangnya. Mata bulatnya mengamati beberapa tumpukan buku yang tertata rapi di lemari kaca dekat jendela.
“Aku mau mendaftarkan adik perempuanku.”
Mona sontak menoleh begitu mendengar ucapan Arga. Aku tak salah dengar kan? dia menyebutku adik? Benarkah aku? tapi kalau bukan aku siapa?
“Baik Tuan, silahkan isi formulirnya dan lengkapi persaratannya.”
15 menit berlalu. Proses pendaftaran pun selesai. Mereka berdua pun keluar dari ruang KEPSEK.
“Kau berani ke kelas sendiri kan? aku sudah terlambat.” ucap Arga. Matanya tertuju pada jam di pergelangan tangan nya.
Mona hampir saja menggeleng, tapi melihat wajah datar Arga Ia terpaksa mengangguk.
“Iya Kak...”
Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi Arga berlalu meninggalkan Mona sendirian. Mona sendiri sudah mendesah berulang kali. Nafasnya naik turun lebih cepat, matanya menatap lurus memandang koridor yang mulai sepi. Langkah kaki nya pun terdengar bergema disana. Mona memeluk tas nya dan mulai melangkah lebih cepat.
“Di mana kelasku?? Kelas 10 C, dimana itu?” Kepalanya miring mengamati setiap tulisan yang terletak di atas pintu setiap kelas. Ketika ada persimpangan Ia berhenti. “Kemana ini? Kesana atau kesana?” jari telunjuknya bergantian menunjuk arah sebelah barat dan timur.
“Apa aku tersesat? Aaa! Bagaimana ini?!” Mona menggigit bibir bawah nya. Ia mulai celingukan mencari arah yang tepat.
“Ah! Ke arah barat saja.” Mona terus berjalan walaupun masih belum yakin ini arah yang benar atau justru sebaliknya.
“Hei!!”
Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Mona menoleh.
“Kau mencari kelasmu?”
“I...iya...”
“Di kelas mana?”
“10 C...”
“Kau sekelas denganku, mari aku tunjukkan.”
Mona menurut saja. Ia berjalan mengiringi gadis yang ada di sampingnya itu. Gadis ini lebih tinggi darinya. Rambutnya pendek, ada anting hitam motif tengkorak di telinganya. Gadis ini lebih mirip seorang lelaki dari pada wanita.
“Tinggi sekali dia...” batin Moli. “Mungkin dia senior, eh tunggu! Dia bilang sekelas dengan ku kan?”
“Oh iya... kita belum berkenalan. Aku Fani, kau siapa?” Uluran tangan mengarah ke arah Mona.
Fani
“Eh... aku Mona.”
“Mari berteman.”
Mona tersenyum. Awal masuk sekolah tak semenegangkan yang di bayangkan, bahkan satu orang teman pun sudah di dapatkan. Lihatlah Ayah Ibu, sekarang Anakmu sudah pandai mendapat teman. Batin hatinya.
Kelas 10 C
Degh! Mona berhenti. Kakinya sedikit bergetar. Bahkan punggungnya sudah berkeringat. Apakah mereka yang di dalam akan menjadi teman? Ataukah akan ada yang menjadi musuh seperti di sekolahku dulu?
“Kenapa berhenti? Ayo masuk.” Fani mendorong punggung Mona hingga masuk ke dalam kelas.
Eh!
Mona terhenti. Semua mata tertuju padanya. Semua murid memang sudah ada di kelas. Mereka mengamati penampilan Mona dari ujung kepala hingga ke kaki. Satu kata dari mereka. Manis!
“Wah wah wah! Kau membawa pacarmu kemari, Fan?” ucap salah satu Pria yang duduk di kursi paling ujung. Terlihat dari tampilannya sepertinya Dia anak yang susah di atur. Kancing baju atas terlepas dan baju seragamnya pun tak di masukkan kedalam celana.
Pria itu berjalan menghampiri mereka berdua. Seisi kelas hanya mengamati. Ada pula yang curiga dan menyembunyikan tawa.
“Kalian sangat cocok.”
“Diam kau! Atau ku patahkan tanganmu!” bentak Fani. Matanya tajam menatap Pria yang sudah lama di kenalnya itu.
“Yang satu manis dan yang satu nya cewek jadi jadian... Haha..”
“Hei Andi!” Fani meraih lengan Andi. Kemudian memutarnya ke belakang. “Mau Ku patah kan tanganmu? Ha!?”
Huuuuu!
Seisi kelas menyoraki Andi yang kalah dari Fani.
Sementara Mona yang sedari tadi juga di bicarakan hanya diam saja. Ia tak mau kesan pertamanya langsung mendapat musuh atau hancur gara gara bocah urakan seperti Andi.
Sementara di kursi dekat jendela kaca. Ada dua bola mata yang diam diam mengamati Mona. Mengamati cermat namun tak kunjung menemukan jawaban.
“Minggir! Fani mendorong Andi hingga menabrak meja urutan pertama.
Aku selalu saja kalah dari nya. Kalau mau melawan, Aku sebenarnya bisa. Tapi...
Andi mendengus lalu kembali duduk di bangkunya. Begitu juga dengan Fani dan Mona.
“Gara gara setan kecil itu aku jadi kesiangan masuk kantor!” gerutu Arga yang sudah duduk bersandar di ruangan kerjanya.
“Pagi sayang....”
Panggilan itu seketika membuatnya semakin jengkel. “Kenapa lagi ini, sial sekali Aku.” Protes nya lirih.
“Sayang... Aku bawakan cemilan untuk mu. lihat lah ini.” Tiara mendekat. Mencium pipi kanan Arga.
“Sepagi ini kau datang kemari, untuk Apa??”
“Tentu saja aku merindukanmu, apa lagi?” Tiara berusaha menggoda dengan jemarinya membelai pipi Arga.
“Kau menggangguku.”
Arga bangkit. Menggamit beberapa lembar berkas dan melangkah ke luar ruangan. Tiara masih membuntuti.
“Sayang, kau mau kemana?” Tiara mencoba meraih lengan Arga.
Ada beberapa karyawan yang meliriknya dengan tatapan benci. Tapi Tiara tak peduli. Langkah Arga semakin cepat. Ia berjalan menuju ruangan Dion. Di dalam Dion sedang berbicara di telpon entah dengan siapa.
“Hebat sekali kau! Jam kerja sudah cekikikan di telpon.” tegur Arga mengagetkan Dion. Mata Dion langsung mengamati wanita yang jalan di belakang Arga. Dion mengangkat kedua alisnya memberi kode. Kenapa Dia ada si sini? Begitulah kira kira.
Arga hanya mendengus lalu melempar beberapa berkas di atas meja Dion. “Hari ini kita ada pertemuan dengan klien. Atur jadwalnya.”
“Baik lah...”
“Tiara? Kau disini?” Tanya Dion pura pura baru menyadari kedatangan Tiara.
Cih! Mengganggu saja wanita ini!
“Sayang...” Tiara bergelayut di pundak Arga.
Dion yang melihat itu langsung risih dan memalingkan wajah.
Kurang ajar kau Ion! Kau sedang tertawa kan?
Arga mendorong Tiara untuk segera menyingkir. “Aku sedang sibuk. Pergilah! Aku tidak bisa di ganggu hari ini...”
“Kapan kau ada waktu??”
“Tak tahu... kau tunggu saja. mungkin besok atau lusa.”
Jawaban yang mungkin bisa membuat Tiara segera pergi dari sini. Arga kembali ke ruangannya sementara Tiara diam mematung. Mengejarnya saat ini pun akan percuma.
“Apa kau lihat-lihat?!”
Dion terlonjak kaget. Tangan kanannya mengelus dadanya yang berdegup karena terkejut.
“Dasar wanita aneh!” Dion memandang langkah Tiara hingga tak terlihat lagi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Christy Oeki
trus berkarya
2022-08-04
0
ꦁ𝖆𝖓𝖌𝖌𝖎𝖊.𝖓𝖘😘 ꦁ꧂
beberapa pasang mata
2021-12-21
0
Ina Misnaeni
lanjut
2021-09-21
0