Kedua bola mata itu masih terus mengintai gerakan Mona. Di sudut kantin di kursi nomor 10 Dia duduk dengan satu kaki bersilang di atas kaki kirinya. Dua jemarinya memain kan sedotan yang tercelup ke dalam gelas.
“Gadis itu tak asing, tapi siapa?” otaknya memutar keras mengingat setiap orang yang Ia kenal.
“Mona!”
Teriakan dari Fani membuat Tika tersedak.
“Mona?”
“Aku mencarimu. Kau disini...” ucap Fani dan langsung duduk di samping Mona yang sedang makan cemilan.
“Maaf, aku kelaparan.” jawabnya.
“Benarkah itu Mona?” Mata itu semakin jeli menatap Mona. Tika berdiri jalan perlahan ingin mendekati Fani dan Mona, tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia seperti menimang sesuatu. “Tunggu sebentar, Aku tahu betul tak sembarang orang bisa masuk ke sekolahan Ini.” Tika beradu dengan pikirannya sendiri.
Karena termasuk gadis yang cerdas, Tika memutar langkah, Ia berjalan kembali ke kelasnya di lantai Dua. Tika duduk di bangkunya. Menggamit pulpen hitam. Di ketuk ketuk di pelipisnya sendiri. “Mona sudah tak punya saudara lagi selain Aku Ayah dan Ibu... jadi terlalu mustahil jika Dia sampai bisa masuk ke sekolah elit ini.”
Tika diam lagi. Kali ini Ia mengetuk meja dengan pulpen. “Tapi kenapa sangat mirip? hanya sedikit perbedaan di bagian poni dan Dia tak memakai kacamata, bentuk rambutnya sama, hanya terlihat berbeda karena di gerai. Nama nya juga Mona.”
“Aku harus menyelidiki sebelum memastikan.”
Satu gelas jus jambu sudah tertelan habis masuk ke dalam perut. Namun mie di dalam mangkok masih terisi setengah.
“Kenapa tak di habiskan?” tanya Mona.
“Aku kenyang, yuk masuk kelas lagi.” Fani menarik lengan Mona. Mona menurut saja.
“Cie elah gandengan segala, romantis banget.” Ledek Andi. Ia berjalan mengitari mereka berdua. Sementara ke dua teman Andi hanya cekikikan.
Fani mbesengut. Kakinya terus berjalan walaupun Andi membuntuti. “Dasar aneh!!”
“Kalian pacaran beneran?” tanya Andy lagi. Kali ini Ia jalan mundur menghadap keduanya.
“Kau suka sama Fani?” tanya Mona tiba tiba.
Degh! Tangan Mona tertarik ke belakang karena mendadak Fani menghentikan langkah kakinya. Andi pun ikut berhenti.
“Aku? Suka pada nya? lucu sekali.” Andi tertawa. Tawa yang sepertinya di buat buat untuk menyembunyikan sesuatu yang berdegup kencang di balik seragamnya.
“Bwueeeekkk!” Fani melangkah lagi. Langkahnya lebih cepat hingga Mona sedikit berlari mengejarnya.
“Jujur saja tentang perasaanmu.” ucap salah satu temannya sambil menepuk pundak Aldi. Fani dan Mona sudah tak terlihat.
“Brisik!”
“Sepertinya kau sudah kenal lama dengan Andi?” tanya Mona. Mereka berdua duduk di belakang gedung sekolah. Duduk di kursi panjang di bawah pohon beringin tua.
“Benarkan?”
“Iya... Aku sudah kenal lama dengan nya.” jawab Fani. Wajahnya masih terlihat cemberut. Ia mengangkat kaki kirinya tertekuk untuk memapah dagunya. Bola matanya memandangi semut semut yang sedang masuk ke dalam tanah.
“Kalian berteman?”
“Tidak. Kami musuh bebuyutan.” jawab Fani tanpa menoleh. Mona tersenyum. Sepertinya Mona mengerti perasaan keduanya, tapi kenapa sampai menjadi musuh bebuyutan Mona belum tahu alasannya.
“Sudahlah, jangan bicarakan dia, kita ke kelas saja, gara gara Dia, kita justru kemari.”
“Baiklah...”
14.30 WIB
Sebuah mobil keluaran terbaru sudah parkir di depan gerbang sekolah. Banyak dari beberapa murid yang baru ke luar langsung melirik mobil itu. Dari balik kaca yang terbuka terlihat seorang pria tampan dengan setelan jas hitam duduk menunduk menatap ponsel miliknya.
“Siapa itu?” tanya Fani menunjuk mobil itu dari jarak sekitar 10 meter.
Semua murid perempuan langsung memandangnya ketika pria itu turun dari mobilnya. Ia turun dengan gagahnya. Menarik jasnya lebih ke depan lalu mengunci kancing jas yang terlepas.
Mona menutup mulut nya sendiri setelah sadar siapa pria itu. Sementara para gadis tengah berbisik bisik kagum.
“Tampan sekali Dia...” ucap salah satu gadis yang berdiri di samping pintu gerbang.
“Itukan Tuan Arga, Aahhh aku bisa melihatnya langsung.” gadis lain. Tangannya memegang kedua pipinya yang memerah.
Aku tau Kau memang tampan! Tapi tak perlu tebar pesona begitu.
Mona berjalan mendekatinya di ikuti Fani. Tentu saja semuanya menatap penuh tanda tanya.
“Kenapa kau lama sekali!” Arga menjitak kepala Mona.
“Aww!!”
Melihat itu Fani langsung menoleh pada Mona. Sebenarnya ada sebagian dari mereka yang tadi pagi sempat melihat Arga dan Mona jalan bersama menuju ruang kepsek. Tapi itu hanya beberapa.
“Maaf Kak...”
“Cepat masuk!”
Kenapa kau membentakku. Aku kan malu.
“Aku duluan ya Fan! sampai bertemu besok...”
Melihat adegan itu bayangan tentang Mona yang di kenalnya langsung buyar. Tentu saja bukan Dia. Ucapnya dalam hati. Tak mungkin Mona bersama keluarga orang kaya se Asia kan? Tika mendesah lalu masuk mobil karena jemputannya sudah datang. Tapi kenapa sangat mirip?
“Kakak menjemputku?” tanya Mona. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang.
“Ibu yang memintaku. Sangat merepotkan!”
Selalu seperti itu. Cuek dan galak.
“Terimakasih...”
“Hmm..” Ponselnya berbunyi. Arga merogohnya di saku jasnya.
Dahinya berkerut. Nomor di ponselnya tak Ia kenali. “Siapa?”
“Maaf mengganggumu lagi, Tuan. Tolong di pikirkan yang saya bicarakan tadi, Tuan?” suara dari seberang.
Wajah Arga berupah pias.“ Dasar! Kenapa terburu buru sekali.”
Tut tut tut...
Sambungan terputus. Mona berkerut dahi.
“Kenapa di matikan?”
Arga tak menjawab. Pandangannya lurus ke depan.
Ciiiittt!! Mobil berdecit keras. Mona tersungkur menabrak dasbor mobil. Sementara Arga masih bisa mengendalikan diri.
“Maaf tuan, aku tidak hati hati...” ucap seorang pemuda ketika Arga turun dari mobil dan menghampirinya. Pemuda itu menuntun motornya ke pinggir.
“Lain kali hati hati...”
“Baik Tuan... saya minta maaf.”
Sementara di dalam mobil. Mona sedang meringis kesakitan. Jemarinya mengusap jidat nya yang terbentur. Warnanya sudah membiru. Untung tidak sampai berdarah.
“Kau tak Apa?” Arga masuk kembali ke dalam mobil.
Mona menggeleng. “Bagaimana orang itu? Apakah dia terluka?”
“Dasar! Kau yang terluka tapi masih tanya keadaan orang itu.”
Arga menyalakan mobil lagi. Ia masih sempat melirik Mona yang masih kesakitan. Ia mendesah lirih. Segalak apapun kalau melihat nya terluka juga tak akan tega.
“Lho ini kan bukan jalan ke rumah Kak, kita mau kemana?” tanya Mona. Kedua bola matanya melihat ke jalanan dari balik kaca mobil.
Mobil Arga sudah berbelok ke arah kanan. Mobil itu berdecit perlahan tepat di pinggir jalan di depan apotik. Arga turun dan langsung masuk. Mona hanya mengintip langkahnya dari dalam mobil.
“Kenapa Kak Arga ke Apotik?”
“Ish! Kenapa sakit sekali...” Mona nyengir menahan sakit di jidat nya.
5 menit kemudian Arga masuk dan langsung duduk di dalam mobil. Ada obat merah dan kapas di tangannya. Mona mengamati setiap gerakan yang di lakukan Arga.
“Eh! kenapa?” Mona terkejut ketika Arga mengusap jidatnya dengan obat. Mona bisa dengan jelas merasakan nafas halus Arga dan bau harum di badannya. Ah! Kenapa jantung ku! Kenapa Kau tampan sih! Hei Mona kau masih bocah!
Mona mengedipkan mata cepat. Menghapus pikiran anehnya. “Terimakasih...”
Mobil itu berjalan lagi. Sunyi kembali.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Christy Oeki
trus bahagia
2022-08-04
0
Nunuk Mulyati
kenapa Mona tidak mengenali Tika....
2021-09-21
0
Ina Misnaeni
dasar anak kecil wkwkwk
2021-09-21
0