Di kantor.
Sesampainya di ruangan kerja lagi, Arga langsung menghempaskan tubuhnya bersendehan pada kursi. Melihat itu sahabat sekaligus sekertarisnya mengangkat alis heran.
“Ada apa denganmu, putus?”
“Brengsek kau!” Arga melempar buku tepat mengenai wajah sahabatnya.
“Terus kenapa?” Dion menaruh buku kembali pada tempatnya. Mengusap pelipisnya yang tertimpuk benda itu.
“Aku baru saja bertemu kucing lusuh jalanan!”
Dion mengeryit tak paham. “Maksudnya?”
“Malas aku membicarakannya,” desah Arga. Kursinya memutar ke kanan ke kiri.
“Kenapa kau menyuruhku ke kantor lagi? ada yang penting?”
“Ada berkas yang harus kau tandatangani.”
“Tak bisa besok?”
“Kenapa harus besok? kau sudah ada disini sekarang.” Dion nyengir membuat wajah Arga terlihat semakin jengkel.
“Sialan!!” Arga berpindah ke sofa.
Di luar ruangannya sepertinya terdengar keributan. Suara nya tak terlalu jelas jika di dengarkan dari ruangan Arga.
“Biarkan aku masuk! Bukankah aku sering kesini?” ucap Tiara tanpa peduli larangan beberapa karyawan. Bahkan ada yang melentangkan ke dua tangan untuk menghalangi jalan Tiara.
“Tapi Nona, tuan Arga sedang berbicara dengan Tuan Dion.”
“Halah! Cuma Dion.” Tiara menampis tangan ke udara.
Tiara berlalu dan masuk ke dalam begitu saja.
“Halo sayang...” sapa Tiara sesampainya di dalam. Ia langsung berjalan menghampiri Arga. Bahkan kedua tangannya langsung merangkul Arga tanpa memperdulikan lirikan Dion.
Arga mendengus kesal. “Apaan sih, kenapa kau kesini?”
“Aku merindukanmu, sayang.” jawab Tiara manja. Tiara duduk dengan kepala menyender di pundak Arga. Bukan Tiara namanya kalau tak seperti itu.
Melihat saja sudah membuat Arga malas. Arga sudah sering kali menolaknya, tetapi seperti nya wanita itu terlalu tuli atau tak tahu diri. Menolaknya saja masih membuat nya tak menyerah, Apa lagi sampai Arga berbaik hati. Huh! Bisa bisa bergeser ke samping saja sudah tak bisa di lakukan.
“Awas dulu! Aku gerah.” Arga mendorong Tiara yang bergelayut pada dirinya.
Melihat itu, Dion terkekeh hingga Membuat Tiara jengkel. “Apa kau?!”
“Apa? Aku tak melakukan apa-apa.” Dion angkat bahu, lalu bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan mereka berdua.
“Putuskan saja lah! Wanita menyebalkan!” ucap Dion lirih.
Lihat! Dion saja malas dengan wanita ini. Cantik boleh, tapi sifatnya membuat siapa saja yang berada di sampingnya seringkali membuat jengkel. Entah juga yang lain bagaimana. Tapi ke dua pria yang berada di ruangan ini selalu tak nyaman jika wanita ini datang kemari.
“Sayang...” Tiara mengguncang lengan Arga. Mata nya sendu seakan memohon untuk segera mendapat balasan dari Arga.
“Sayang... temani aku jalan, hari ini aku belum pergi ke salon.”
“Pergi saja sendiri! aku malas.”
Ke salon, kau kira aku tidak ada kerjaan ya?
“Sayang, kenapa begitu?” Tiara meraih tangan Arga namun langsung di lepaskan oleh Arga.
“Aku lelah, lebih baik kau pergi dari sini sebelum aku memarahimu.”
“Arga, aku merindukanmu.” berusaha meraih tangan Arga lagi. Memohon dengan lembut mungkin Arga akan berubah pikiran.
“Pergilah Tiara! Aku sedang lelah.” Arga sudah berdiri. Menoleh pun tidak pada Tiara yang masih memohon.
“Tapi...”
“Cepat lah!!”
Suaranya mengeras. Membuat Tiara yang semula hendak merangkul sontak berdiri karena terkejut. Kenapa kau ini? Biasanya tak semarah ini?
“Oke aku pergi. Tapi nanti malam aku ke rumahmu.”
“Terserah.”
Arga mendesah setelah Tiara sudah tak terlihat. Wanita itu sebenarnya membuatnya risih. Sifatnya yang manja sungguh ingin selalu menjauh darinya. Kalau bukan karena Nenek yang terus mendesak menjodohkan nya, tentu saja Arga tak akan pernah mau berpacaran dengan nya. Pacaran hanya membuat nya pusing dan repot.
“Kemana dia?” tanya Dion yang baru saja masuk membawa secangkir kopi. Kedua bola matanya sudah tak nampak ada wanita itu lagi.
“Kau usir??” kekeh Dion. Ia menaruh kopi itu di meja. Lalu duduk di sofa yang tersedia di ruangan kerja Arga.
Masih diam. Tak ada jawaban dari mulut Arga.
“Kenapa tak kau putuskan saja wanita itu? Aku saja malas melihatnya.”
Huh! Arga mendengus kesal. Lalu berjalan dan duduk di samping Dion. “Kalau bukan karena Nenek, sudah ku suruh pergi dari dulu.” Jelasnya.
Dion sangat mengerti. Tiara memang wanita pilihan Nenek Arga, tapi perasaan kan nggak bisa di paksakan. Jarena sayang pada Neneknya, tentu terpaksa Arga harus menjalin hubungan dengan wanita itu. Kalau membayangkannya terkadang membuat Dion bergidik. Untung bukan Aku... batinnya.
“Sampai kapan kau menuruti keinginan nenekmu, Ga?” tanya Dion sambil menyeruput kopi yang di bawanya.
“Sampai aku menemukan wanita pilihanku sendiri.”
“Bahkan kau baru 26 tahun, tapi Nenekmu sudah ribut akan hubungan mu dengan wanita.”
“Entahlah, kau mau bertukar nasib denganku, Ion??” Arga terkekeh dengan ucapannya sendiri.
“Sialan kau!” tepuk lengan Dion tepat di pundak Arga. “Tukar nasib tanpa ada wanita itu Aku mau lah. Haha.”
“Brengsek!!”
***
Malam ini keluarga Hutomo sudah berkumpul di ruang keluarga. Mona duduk di samping Santi dengan perasaan canggung dan bingung. Pasalnya Dia di sini hanya orang asing yang beruntung karena bertemu keluarga baik.
“Sayang, sebenarnya siapa gadis ini?” tanya Hutomo selaku suami Santi.
“Iya Bu, siapa dia?” sambung Radit, adik Arga.
Mona masih menunduk. Jemarinya semakin dingin. Santi yang menyadari itu langsung menggenggamnya erat.
“Namanya Mona, Ia yatim piatu.”
Hutomo berkerut dahi. “Lalu?”
“Aku akan mengadopsinya sebagai anakku.”
Deg!!
Semuanya mata tertuju pada mereka berdua. Bingung bercampur heran dan tak mengerti dengan ucapan santi.
“Tolong jelaskan apa yang kau maksud, sayang!” perintah Hutomo yang bingung dengan ucapan istrinya.
“Kau kan tahu suamiku, Aku sangat menginginkan anak perempuan, mungkin ini hadiah dari Tuhan.”
“Tapi sayang, kau belum tahu asal usulnya, bahkan aku belum tahu dari pada Kau bertemu dengannya.”
“Tapi aku suka dengannya Ayah, kakak ini Imut dan menggemaskan.” Radit tersenyum, matanya menyipit dengan sedikit gelengan kepala gemas.
“Aku mau punya kakak seperti dia.” sambungnya lagi.
Santi tersenyum mendengar ucapan anak bungsunya itu. Dia masih berumur 8 tahun, pasti sangat mendambakan seorang kakak perempuan. Apalagi kakak nya si Arga hanya sibuk dengan pekerjaannya di kantor. Jadi mereka jarang ngobrol bersama.
“Lihatlah sayang! Radit saja menyukainya, bukankah kau juga ingin anak perempuan?”
“Tentu saja, tapi harus jelas asal usulnya.”
Mona yang sedari tadi diam hanya bisa menatap ke sepuluh jarinya yang menempel di ke dua pahanya. “Aku harus bagaimana?” batinnya.
“Pokoknya Aku mau mengadopsinya. Titik!” ucap Santi tegas.
“Terserah kau saja, selama gadis ini berbuat baik, aku akan menerimanya pula dengan baik.”
Santi melebarkan senyuman setelah suaminya menyetujui keinginannya.
“Terimakasih suamiku.” Senyumnya Ia lempar menghadap Mona.
“Ayo kakak, mari ku antar ke kamar.” Radit berdiri menarik lengan Mona. Mona hanya menurut.
“Lihat lah suamiku! Radit begitu suka dengan kehadiran Mona.” celoteh Santi. Telapak tangannya menyatu erat menempel di pipi nya dengan memiringkan kepala.
“Iya iya... Aku pun begitu, tapi kau hutang penjelasan padaku.” jawab Hutomo.
Dari pandangan Hutomo, sepertinya Mona terlihat gadis baik baik. Kalau tidak, Santi tak akan semudah itu menerimanya disini. Dan aneh juga tiba tiba saja mengadopsi anak tanpa berunding terlebih dahulu.
“Selamat datang Kakak, ini kamar baru Kakak.” kata Radit setelah membuka pintu. Tangannya menjulur lurus ke depan mengibas pelan ke udara.
“Ayo masuk kak!“ Radit mendorong tubuh Mona dari belakang.
Mata Mona langsung mengitari setiap sudut ruangan kamar ini. Ia begitu kagum dan tak menyangka. Kamar ini jauh lebih besar dari ukuran kamar sebelumnya. Apa lagi setelah di pindahkan Paman dan Bibinya di kamar atas paling sempit. Kamar ini sangat jauh dan tidak bisa jika harus di bandingkan.
Mona tersenyum. Ada buliran bening menetes di sudut matanya. Ini sangat indah Tuhan... terimakasih.
“Kakak suka?” tanya Radit.
Mona mengangguk. “Suka, sangat suka... Terimakasih.”
“Sama-sama, lebih baik kakak istirahat dulu, pasti lelah.”
“Iya..”
“Selamat istirahat, kak Mona.”
Radit melambaikan tangan lalu menutup pelan pintu kamar itu.
Mona melanjutkan keterpanaannya pada setiap dekorasi kamar ini. Nuansa kamarnya sesuai dengan anak seusianya. Cat dinding berwarna kuning berpadu dengan abu abu nampak terlihat begitu elegan. Susunan rak yang tertata rapi melengkapi isi ruangan.
Sementara di sebelah timur dekat ranjang, berdiri kokoh sebuah lemari besar dengan ukiran klasik yang di gunakan untuk tempat penyimpanan baju. Di sudut ruangan terdapat satu pintu yang di dalamnya terdapat kamar mandi lengkap dengan bethup dan sejenisnya.
“Apakah aku mimpi? Bahkan semua ini lebih mewah dari kamarku dulu waktu Ayah dan Ibu masih ada.” Mona terharu sendiri. Matanya masih menitik.
Sebenarnya kamar ini memang sudah di siapkan sejak Santi mengandung Radit. Tapi siapa sangka ternyata Ia melahirkan seorang anak laki laki kembali. Jadi kamar ini selalu kosong.
Akhirnya Mona menghempaskan tubuhnya di atas kasur berbalut seprei lembut bermotif frozen. Kepanikan dan lelahnya hari ini Ia hapus dalam pejaman mata. Berharap setelah terbangun nanti keindahan ini bukanlah sebuah khayalan saja.
Di kamar bawah Santi dan Hutomo masih melanjutkan pembicaraan tadi. Mereka duduk di atas ranjang. Hutomo masih penasaran dengan asal muasal gadis yang sekarang telah di adopsi Istrinya.
“Sekarang coba jelaska!"
Santi mendesah. Bibir tipisnya mulai mengumpulkan kata kata. “Gadis itu datang bersama Arga.”
“Arga?” Hutomo berkerut dahi. “ kenapa bisa?”
“Untuk hal itu aku belum tahu, nanti kita tanya Arga.”
“Lalu?”
“Jangan khawatir aku sudah menyelidiki asal usulnya, dan aku berhasil mendapatkan info.”
“Aku jadi bingung, jelaskan lebih rinci.” perintah Hutomo. Ia duduk bersila menghadap ke arah Santi.
“Mona itu adalah anak dari Joanda dan Agatha. Aku sudah memerintahkan bawahanmu untuk mencari informasi tentang nya.”
Masih belum mengerti. “Joanda? Agatha? Sepertinya tak asing?”
“Tentu saja. Mereka berdua adalah sepasang suami istri yang mengalami kecelakaan tragis 2 bulan lalu.”
Hutomo mengamati setiap inci perkataan Santi. “Ah! Aku ingat sekarang. Bahkan kabarnya kecelakaan itu masih menjadi misteri,” ucap Hutomo.
“Yang ku dengar semua aset milik mereka sekarang di kuasai oleh Adiknya Joanda yaitu Agus yang sebelumnya bekerja sebagai sekertarisnya.”
Informasi yang di dapat dari bawahan Hutomo. Pada akhirnya membuat Santi lebih bersemangat lagi untuk menjadikan Mona sebagai anak gadis nya. Santi belum bisa menjelaskan lebih detail mengenai pembicaraannya kemarin dengan bawahan suaminya itu. Untuk saat ini cukup seperti ini dulu apa yang harus di ceritakan pada Hutomo. Pikirnya.
“Bagaimana? kau sudah dapat informasi tentangnya?” tanya Santi pada Tora di telpon.
“Sudah Nyonya.”
“Sekarang ceritakan padaku, jelas dan harus tepat.”
Tora mulai menceritakan dari awal kelahiran Mona lalu kehidupannya bersama ke dua orang tuanya hingga berakhir ketika dua bulan lalu kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan mobil. Lalu Tora juga menjelaskan bagaimana kehidupan Mona setelah itu. Kabarnya Mona sudah di jual kepada seseorang. Untuk selanjutnya Tora masih menyelidiki.
Begitulah obrolannya kemarin dengan Tora. Santi sangat percaya pada Tora. Dia sudah mengabdi pada Hutomo sekitar 10 tahun yang lalu. Dan pekerjaannya pun bagus dalam setiap bidang termasuk mencari informasi rahasia.
“Kalau menurutmu baik, silahkan kau rawat gadis itu, Aku juga tak bisa bohong, bahwa aku juga sangat menginginkan anak gadis di rumah ini.” Jelas Hutomo tang membuat Santi semringah dan langsung berhambur memeluk suaminya itu.
“Terimakasih sayang.”
“Apapun sayang.”Balas memeluk istrinya dengan belaian lembut di rambutnya.
***
Masih proses revisi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Alhamdulillah..Semoga Santi dan Suami membela dan mengembalikan HAK Lisa,Pasti kecelakaan itu ulah Paman dan bibi nya sendiri tuh..
2024-12-12
0
Qaisaa Nazarudin
Menolak itu harus dengan Tegas Ga,Kalo cuman dengan marah2 dan di ketusin mah gak mampan..
2024-12-12
0
Qaisaa Nazarudin
Kenapa Santi gak bilang Lisa anak siapa? Apa ada sesuatu kah?
2024-12-12
0