Negara di Asia timur
(Kediaman Nyonya Meri)
“Bagaimana perkembangan proyek kita?” tanya Mira pada salah satu anak buahnya.
Ke tiga anak buahnya itu berdiri tegap di hadapannya. Ketiganya bertubuh besar dan kekar. Sepatutnya mereka lebih pantas di sebut bodyguard.
“Semuanya lancar, Nyonya.” Jawab salah satu dari mereka.
“Baiklah, besok atur jadwal penerbanganku, Aku merindukan cucuku.” Perintah Meri, lalu berdiri mengambil topi bundarnya pergi menuju ke ruang makan.
Dia lah Nenek Arga. Salah satu wanita karir yang sangat sukses di bidang jual beli properti, meskipun umurnya sudah tak lagi muda. Di umurnya yang menginjak 77 tahun tak membuatnya berhenti dari dunia bisnis. Justru kini beliau semakin sukses dan di percaya berbagai perusahaan ternama di negaranya.
“Nenek merindukanmu.”
Sudah hampir 1 tahun lebih Meri mengurus proyeknya di negara ini, hingga membuatnya harus jauh dari anak dan cucunya. Dan besok waktunya untuk bertemu kembali.
Usai makan Meri berpindah tempat ke ruang kerjanya. Ia berjalan menuju ke arah jendela. Membukanya lebar lebar, menghirup udara yang perlahan masuk ke tubuhnya. Angin kencang mulai berhembus meniup daun layu yang segera terlepas dari pegangannya. Ia hanya mendesah pelan, berbalik kembali berbaring di atas ranjang. Ia harus istirahat, esok adalah hari penerbangannya mengunjungi keluarga tercintanya.
Di pulau seberang...
“Kak Arga! Buka pintunya.” Teriak Mona sambil mengetuk kamar Arga.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Santi dan Hutomo masih belum pulang. Sementara Radit sudah tertidur di kamarnya. Tak ada jawaban dari dalam, Mona kembali mengetuk pintu kamar itu lagi.
“Kak Arga!”
“Apa sih! Kau berisik sekali!” bentak Arga. Jemarinya mengucek kedua matanya. Mungkin Dia sudah tertidur.
“Ada Apa?”
“Anu Kak... temenin Mona ke minimarket.”
“Ngapain?”
“Itu... Anu...”
“Apa? Bicara yang jelas!” semprot Arga lagi. Kedua tangannya bersedekap di depan dada.
“Temani aku beli pembalut.”
“Tidak mau! Kau pergi saja sendiri.” Arga hendak menutup pintu kamar, tapi Mona langsung menariknya.
“Ayo Kak...” Mona merengek seperti anak kecil. Ia mengguncang lengan Arga.
“Huh! Kau ini! Kenapa merepotkanku terus?” Gerutu Arga. Ke dua tangannya memutar tubuh Mona. Mendorongnya sampai di depan kamar nya.
“Kak...” Mona masih merengek.
Sebelum sampai, Arga melirik bercak merah di piyama yang di kenakan Mona. Bercak merah itu lumayan banyak. Membundar sekitar 5 cm lebih. Arga bergidik ngeri melihat darah merah seperti itu. “Cepat masuk! Aku ngeri melihat itu!” ucap tegas Arga lagi.
Mona masih kekeh. Bahkan Ia berbalik dan tetap memohon. “Ayolah kak, ku mohon.” Mona merengek mengayunkan lengan Arga.
“Kau ini! Benar benar!”
Arga seperti ingin mencengkeram wajah Mona. Sementara Mona justru membulatkan bola matanya. Menunjukkan betapa manis dirinya. Arga mendengus kesal. Wajah memohon itu seperti kucing yang kelaparan. Mana tega kalau tak menolongnya. Kau hebat Mona. Haha!
“Baiklah! Cepat ganti bajumu.” Perintah nya.
“Aku tunggu sampai 5 menit.”
Mona langsung berbalik. Secepat kilat masuk ke dalam kamar. Mengganti piyama nya. “Apa ini?” Mona terkejut dengan noda merah di celananya. “Ah! Jangan jangan Kak Arga melihatnya? Duh malunya.” Mona menjitak kepalanya sendiri.
Untung masih punya satu pembalut. Siapa yang tahu kalau darahnya akan sebanyak ini. Mona mendesah pelan. Lalu mengambil jaket di dalam lemari.
“Bocah itu semakin merepotkan!” Gerutu Arga. Yang dimaksud pun muncul.
Mona nyengir ketika Arga menatapnya tajam. Sepertinya Mona sudah terbiasa dengan sikap Arga yang memang rada cuek.
Ah tenang. Kau tetap tampan kok.
“Kalian mau pergi kemana?” Tanya Santi yang baru pulang. Hutomo yang baru saja memarkirkan mobil, langsung masuk menyusul Santi. Ada jas hitam yang tergantung di lengan kirinya.
“Aku mau ke minimarket, Bu.” Jawab Mona. Arga hanya diam menatap Ibu nya penuh arti. Seperti hendak melaporkan bahwa bocah ini sungguh menjengkelkan.
“Ibu, kau saja yang menemaninya.” Ucap Arga menunjuk yang di maksud dengan gerakan matanya.
“Ibu lelah, kau saja.” Jawab Santi. Lalu berlalu masuk ke kamar. Ada sepucuk senyum di bibirnya.
“Kau temani Mona, Ibumu kan baru pulang.” Sambung Hutomo. Lalu menyusul Santi.
Mona tersenyum. “Terimakasih Ayah, Ibu.” Batin Mona. Kalau sudah begini yang lebih dewasa memang harus mengalah.
“Kak Arga, boleh Aku bertanya?” Mona membuka kesunyian di dalam mobil. Pandangannya menghadap ke wajah Arga yang sedang fokus menyetir.
“Hemm.”
“Siapa wanita yang tadi datang ke rumah?”
Semoga saja Kak Arga tak marah Aku tanyai hal itu.
“Siapa? Yang mana?” Arga pura pura tak tahu.
“Wanita cantik tinggi itu.” Jawab Mona.
“Wanita yang merayu Kakak.” Mona menutup mulut menahan tawa yang hendak menyembur keluar.
Apa Kau tertawa? Dasar setan kecil yang sangat merepotkan!
“Untuk apa bertanya? Tak ada urusannya denganmu!”
“Tidak. Aku cuma ingin tahu.” Timpal Mona.
“Wanita itu sangat menyebalkan!”
Seperti Kau sendiri tak menyebalkan! Dasar bocah tak tahu diri!
“Kau juga menyebalkan.”
Aik! Mona merengut. Kak Arga pandai dalam berdebat. Kini bibir mungilnya mengerucut ke depan. Hal itu hampir saja membuat Arga tertawa.
“Huh! Dia lebih menyebalkan dariku! Sepertinya Dia wanita yang sombong, Tutur katanya juga tak baik.”
Mulai lagi Dia. Sepertinya Aku akan lebih sering mendengar ocehan tak berguna di dalam mobil ini.
“Aku tak suka wanita itu! Dia tak cocok dengan Kakak.” Mona masih mengoceh.
“Wajahnya sangat menyebalkan!” wajah Mona masih menunjukkan ke tidak sukaannya pada Tiara.
Arga mendesah. “Sampai kapan kau terus mengoceh? Lihat, kita sudah sampai.” Arga menunjuk sebuah minimarket yang masih lumayan ramai pengunjung.
“Ah iya, Baiklah.” Mona langsung turun. Menutup pintu mobil. Beberapa langkah mendekat minimarket, Mona berbalik. Ia mengetuk kaca mobil.
“Kak.”
“Apa lagi?”
“Uang.” Mona memasukkan tangan kanannya lewat jendela kaca.
“Kau ini!” Arga mendengus. Lalu merogoh saku celananya mengambil dompet, menarik beberapa lembar uang. Mona tersenyum. Lalu berbalik dan lari masuk ke dalam.
“Dimana pembalut?” gumamnya lirih sambil mengurut beberapa deretan barang di rak.
Setelah menemukan yang di cari, Mona berdiri mengantri di bagian kasir. Di keranjang bukan hanya terdapat pembalut saja, tapi ada beberapa cemilan snak ringan. Usai membayar, Mona langsung menuju pintu keluar. Namun tak sengaja kejadian di sekolah terulang kembali. Tubuh mungilnya menabrak seseorang, hingga belanjaannya terjatuh.
“Kau lagi!” Pekik Tika.
Mona hampir saja kabur. Tapi Ia ingat bahwa Tika tak mengenalinya untuk saat ini. Ia mengambil keresek belanjaannya yang jatuh lalu menunduk. “Maaf Aku tidak sengaja.”
“Enak saja kau minta maaf.” Tika melangkah maju hingga Mona berjalan mundur.
Aku tahu ini memang kau. Kau sangat takut padaku kan?
Tika mencibir. “Dua kali Kau menabrak Ku, Kau sengaja ya?” nada bicaranya meninggi.
Sementara tak jauh dari mereka. Sepasang mata sudah mengawasi dari dalam mobil. Ia masih diam melihat tingkah 2 bocah itu. Mona masih menunduk. Ia berfikir sejenak. Sudah cukup aku mengalah pada Tika. Sekarang saatnya melawan. Toh Dia masih tidak mengenalku.
“Aku kan sudah minta maaf, Aku tak sengaja.” Balas Mona. Bergantian maju dan Tika mulai mundur.
“Kau berani padaku?” tanya Tika, lalu mendorong kedua pundak Mona dengan tangannya.
“Kau! Kenapa mendorongku?” timpal Mona tak terima, kemudian bergantian mendorong Tika.
Sebelum menjadi pertengkaran hingga saling tarik rambut, Arga menarik jaket hodi nya menutupi bagian tudung kepala lalu turun dari mobil.
“Berani kau ya padaku?” Tika kembali lagi mendorong Mona.
“Aku tak takut padamu!” Mona hendak menarik baju Tika, namun tubuh mungilnya di angkat oleh seseorang.
“Ka Arga?”
Arga menenteng tubuh mungil Mona dengan satu tangan di bawah ketiaknya. Sementara tangan lainnya membawa keresek belanjaan Mona. Tika mendengus kesal. Ia menghentakkan kaki hingga pengunjung lain saling berbisik.
“Apa kalian lihat lihat!” Bentaknya keras lalu pergi.
Arga menurunkan Mona, lalu mendorongnya untuk segera masuk ke mobil. Arga menutup nya dengan keras hingga Mona terlonjak kaget.
“Apa yang kau lakukan tadi?” tanya Arga. Ia memasang sabuk pengaman dan mulai mengemudi mobil nya.
Mona masih merengut. Ke dua tangannya Ia lipat di dada. Bertemu dengan Tika lagi adalah suatu kesialan. Ternyata dunia memang sempit. Kenapa Tuhan mempertemukan Ku lagi dengan Tika.
“Hei jawab! Aku bertanya padamu.” Bentak Arga.
“Aku sedang marah! Kakak tak perlu bertanya.”
Heh! Arga terpekik. Bocah ini berani juga. Arga jadi penasaran, siapa gadis tadi?
Sepertinya Mona sangat marah. Arga ingat, dia adalah gadis yang di lihatnya di depan gerbang sekolah waktu itu.
“Kenapa kau membentakku? dasar kurang ajar!” suara lantang Arga yang tak di gubris Mona.
“Dia sangat menyebalkan kak.” Tiba tiba Mona bersendehan pada Arga. Ke dua tangannya melingkar di pinggang Arga.
“Apa yang kau lakukan? Lepaskan!” Arga tak bisa menarik ataupun mendorong Mona saat ini. Ia sedang fokus menyetir. Kejadian beberapa hari yang lalu jangan sampai terulang. Bahkan warna biru lebam di jidat Mona pun belum hilang seutuhnya.
“Dia jahat!” Mona mulai terisak.
Arga berkerut dahi. Kemudian menghentikan mobil. Lalu menepi di pinggir jalan. Arga mendorong pelan tubuh Mona, melepas sabuk pengaman nya. Mona masih terisak. Kedua telapak tangannya berulang kali mengelap dan mengucek matanya yang masih banjir. Arga mengamati Mona sejenak. Tidak bisa bohong bahwa dirinya sedikit penasaran dengan gadis tadi. Kalau Cuma sekedar berdebat, tidak mungkin kan Mona sampai menangis seperti ini?
“Kemarilah!” Arga mengulurkan kedua tangannya menyuruh Mona mendekat.
Mona mengusap pipinya. Perlahan Ia menggeser tubuhnya lalu menyembunyikan kepalanya di dada bidang Arga. Rasanya hangat. Arga mengusap pelan rambut Mona, Baunya wangi. Arga hampir saja menyentuh rambut itu dengan bibir nya sebelum Ia tersadar karena isakan Mona lagi.
Apa yang Ku lakukan? Aku hampir saja mencium bocah ini!
“Ternyata kau cengeng!” semprot Arga.
Mona mendongak. Melepas pelukannya pada Arga. Dengan cepat Mona kembali mengusap pipinya. Ia menggeser duduk nya ke tempat semula. Buliran bening sudah tak menetes lagi tapi wajahnya masih terlihat cemberut.
“Kau semakin terlihat menjengkelkan saat menangis.” Ucap Arga. Ia nyalakan mobil lagi. Ini sudah larut malam, kalau Ibu tahu kami belum pulang pasti khawatir.
“Coba ada cermin, kau pasti akan tahu betapa jeleknya dirimu.” Sambung Arga lagi. Nada bicaranya terlihat mengejek.
Mona tak menggubris, Ia memilih menatap ke luar jendela kaca mobil. Memandangi lampu jalan yang seperti berlarian menjauh.
Tak ada yang tahu Aku sedang ketakutan kan?
“Kalau kau lemah, dia akan semakin
menindasmu.”
Mona menoleh. Ia menatap Arga. Apa yang di maksud dengan ucapannya barusan?Arga mengusap rambut Mona lagi, hingga Mona hampir saja terpepet ke pintu mobil karena mengira Arga akan melakukan hal aneh padanya. Waspada!
“Lawan dia.” Ucap Arga lagi. “Kalau kau diam saja, Dia akan semakin senang mengganggumu.”
Betul juga. Aku dulu sering mengalah padanya. Di bentak dan di siksa pun Aku hanya diam saja. Kalau aku melawan tak apa kan?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Christy Oeki
trus sehat
2022-08-06
0
Ina Misnaeni
semangat ya mona jangan ngalah terus
2021-09-21
0
Nunuk Mulyati
kasih pelajaran untuk Tika....Jangan lagi takut Mona...
2021-09-21
0