Malam harinya Tiara memilih untuk pergi menemui sahabatnya di salah satu apartemen di pusat kota. Apartemen elit yang kebanyakan penghuninya adalah seorang pengusaha.
Setelah pintu di ketuk, beberapa menit kemudian pintu itu terbuka. Seperti biasa di dalam pasti terlihat sangat berantakan. Beberapa majalah dan koran masih berserakan di atas meja. Di kursi ruang makan ada handuk yang teronggok setelah sang pemilik melemparnya sesuka hati.
“Ada apa kau kesini? dimana pacar kesayanganmu?” tanya Dika. Ia masih memakai celana kolor saja. sementara Tiara duduk di sofa ruang tamu.
Tiara menggamit bungkus rokok, membukanya lalu menyulut satu. “Ambilkan Aku minum.” perintah Tiara. Kebulan asap rokok terhembus mengenai wajah Dika.
“Ambil saja sendiri! Kau kan bisa jalan.” jawabnya acuh. Lalu bangkit menuju kamar.
Dika. Dialah orangnya. Lelaki yang siap menerima apapun kekurangan dari Tiara. Lelaki lain boleh membencinya, tapi tidak dengan Dika. Ia masih setia menaruh cintanya untuk Tiara, walaupun jawabannya tentu sudah jelas tidak, tapi karena itulah cinta, yang kata orang memang buta.
“Sialan kau! Kau masih marah padaku?” tanya Tiara tanpa berpaling dari rokoknya.
“Kau pikir saja sendiri.”
“Dasar! Lelaki memang brengsek!”
Hening sesaat. Hanya terdengar gemercik hujan di luar sana. Sepertinya tadi tidak hujan? Ah entahlah! Tiara kembali menikmati hisapan demi hisapan rokoknya.
“Kenapa kau kemari?” tanya Dika akhirnya. Dia sudah berganti pakaian. Jemarinya menyisir rambutnya yang menjulur ke depan.
“Bukankah biasanya aku kemari? jangan bikin aku tambah pusing.”
Dika manggut-manggut. Kau memang sering kesini sih!. “Baiklah, ada apa kau kemari? Bertengkar dengan Tuan muda? Cih!”
“Hei! Simpatilah sedikit padaku! Pertanyaanmu tak ada yang bermutu.” Tiara menekan keras ****** rokok ke dalam asbak coklat. Mendesah pelan lalu menyenderkan tubuhnya pada sofa.
Dika menghampiri dan duduk di sampingnya. “Kenapa kau masih bertahan dengannya? bahkan melihat wajahnya Aku ingin sekali menendangnya.”
“Kau masa lalu buruk nya, jadi jangan mengomporiku dengan perihal itu.”
“Baiklah, kau cinta dia. Itu kenapa kau lebih membelanya dari pada Aku sahabatmu sendiri, bahkan kau pernah menyukaiku kan? sebelum kau mengenal si brengsek itu?” celoteh Dika dengan membusung dada. Setidaknya Ia masih bisa berbangga diri walaupun kini Tiara memang sudah berpindah hati pada orang lain.
“Celotehanmu kepanjangan, bisa jatuh nanti.”
Dika mendengus kesal. Pasalnya memang sampai detik ini cintanya untuk Tiara masih tak ada artinya. Masa lalu dengan Arga di tambah wanita yang di cintai tak mencintanya, membuat Dika semakin membenci sosok pengusaha muda itu. Nasib Arga memang lebih beruntung dari Dika yang penghasilannya masih jauh jika harus di bandingkan. Tapi soal perasaan, bukankah cinta untuk Tiara lebih besar? tapi kenapa Wanita ini masih ngotot mengemis pada nya? Ck! Kalau saja Tiara tak pernah mengenal Arga mungkin saat ini cinta nya sudah di terima oleh Tiara.
“Kau masih belum menyerah?”
“Tentu saja belum.”
“Mau sampai kapan kau bertahan dengan sifat angkuh nya itu??”
“Sampai dia mencintaiku.”
Ck! Ada seringai senyum di ujung bibir Dika. Senyum mengejek sepertinya. “Kau yakin Dia akan mencintaimu? Ingat! Sudah berapa lama Kau mengejarnya?”
Bibir Tiara diam. Sepertinya tak bisa memberi jawaban. Telakan Dika memang berhasil membungkam nya. Tapi bukan Tiara namanya kalau menyerah begitu saja, setidaknya saat ini diaa dapat dukungan penuh dari Nenek nya Arga.
“Bahkan saat kekasih nya masih bersamanya, kau sudah mulai mengejarnya, tapi apa hasilnya? Bahkan kekasih nya pergi kau masih belum juga bisa membuat nya mencintaimu.”
Kalimat apa itu? Tiara terdiam. Kenyataan yang di katakan Dika membuat hatinya sakit. Benar adanya. Mengejar Arga sudah bukan lagi hitungan hari atau bulan, tapi sudah hampir 2 tahun Tiara masih bertahan dan berharap. Kalau saja sedikit Ia bisa membuka hati untuk lelaki yang sedang duduk di sampingnya, mungkin perhatian penuh dan kasih sayang yang pasti akan di dapat.
Rokok satu bungkus sudah di habiskan Dika. Ia bangkit mencari air minum di dapur. Sebenarnya tak seharusnya Ia mematahkan semangat Tiara yang masih terus berjuang, tapi hati nya yang melihat Tiara menderita karena penolakan Arga sampai saat ini lah akhirnya Dika mencoba membuat Tiara untuk berhenti berharap lagi. Bahkan dukungan Nenek Arga pun sebenarnya tidak ada gunanya. Walaupun jujur saja Tiara memang masih menggunakan alasan itu.
“Minum lah dulu.” Dika menyodorkan satu gelas minuman dingin.
“Apa menurutmu aku harus menyerah?” satu tegukan mengalir ke tenggorokan. Mendinginkan perasaannya yang sakit.
“Menurutmu?”
“Tidak! Selama tak ada saingan aku tidak akan menyerah. Arga sampai saat ini masih sendiri kan? Bahkan wanita bodoh itu lebih memilih meninggalkannya.”
Dika mendesah. Menasehati orang yang sedang jatuh cinta memang tidaklah mudah. Mungkin ada badai sekalipun akan di lawan. Ck! Dika meneguk minuman lagi tanpa duduk dan memilih tetap berdiri.
“Aku pulang.” Tiara menggamit tas kecil nya. Berdiri setelah tegukan terakhir.
“Hati hati, pikir kan lagi apa yang kita bicarakan.”
“Baiklah...”
***
Pagi harinya keluarga Agus sedikit mencekam. Tepat pukul enam pagi Baron beserta ke dua anak buahnya mengunjungi rumahnya. Wajah ketiga nya tidak dapat di tebak untuk apa sepagi ini datang ke rumahnya. Entah senang atau marah Agus tak tau.
“Anak itu kabur.” ucap Baron tanpa basa basi.
“Maksud Tuan?” tanya balik Agus. Di ruangan itu Agus duduk bersama Istri dan anak perempuannya yang hendak pergi ke sekolah.
“Ponakanmu itu, siapa lagi?” jawab Baron.
“Maksud anda, Mona?” tebak Agus.
“Ya...”
“Bagaimana dia sampai bisa kabur, Tuan?” tanya Agus lagi. Ia mulai panik. Begitu juga istri yang duduk di samping kanannya. Jemarinya menggenggam lengan Agus erat. Pikirnya. Bagaimana ini? Apakah baron meminta uang itu kembali? Kenapa hanya uang yang mereka pikirkan.
“Karena anak buahku yang tak becus menjaganya.” Kedua nya hanya menunduk ketika Baron meliriknya. Itu pertanda bahwa Tuannya itu masih marah padanya karena tak becus menjaga Gadis kecil yang bahkan jika lari pasti mudah di kejar.
“Kalian tenang saja, Aku tak akan meminta uang Ku kembali.”
Fiuh! Sepasang suami Istri mendesah bersamaan. Tika pun merasakan hal yang sama.
“Tapi...”
Sepertinya kelegaan itu tak berlangsung lama. Tentu saja. Baron bukan lah orang yang mau rugi. Meskipun Dia tahu itu murni kesalahan anak buahnya. Tapi keluarga ini haruslah ikut bertanggung jawab. Agus dan Widya saling menggenggam untuk menghilangkan rasa panik dan takut.
“Ta... tapi apa Tuan?”
“Aku minta bantuanmu untuk mencarinya, Aku kasih kau waktu hingga 1 tahun, jika Kau tak menemukannya, kembalikan uang Ku atau Anak perempuan Mu yang menjadi ganti nya.”
Merasa dirinya di sebut, Tika langsung menggenggam erat tangan Ibu nya.
“Maksud Tuan apa?”
“Jika kau tak berhasil menemukan gadis itu, anakmu yang akan aku ambil.”
“Tidak bisa begitu, Tuan!!” Agus sontak langsung berdiri. Ia tidak terima dengan keputusan Baron. Sudah jelas semua ini bukanlah salah nya. Tapi memang Baron lah yang tak mau rugi. Cih! Salah siapa tak becus!
“Kau mau melawanku?!” suara Agus ikut meninggi. Si botak ini memang tak pernah mau kalah. Ia berdiri. Berkecak pinggang. Kepalanya sedikit mendongak menyeimbangi Agus yang jauh lebih tinggi darinya.
“Bukan begitu Tuan, tapi bukan kah itu kesalahan mereka?” tunjuk Agus pada dua lelaki kekar yang berdiri di belakang Baron.
“Haha...” Tawa Baron terdengar mengerikan. Melihat barisan gigi nya dengan sedikit kilauan dari gigi emas di samping geraham membuat Widya bergidik ngeri.
“Lakukan saja apa yang ku perintahkan! Bukan kah 1 tahun waktu yang cukup? Dan aku juga menunggunya menjadi seorang gadis remaja.” bibirnya menyeringai. Lalu menempatkan lagi pada posisi semula.
Sepertinya tak ada pilihan lain. Mau tidak mau Agus harus mencari ponakan nya lagi. Ia tak mau jika harus mengembalikan uang sebesar itu pada Baron. Walaupun saat ini kekayaannya masih berlimpah tapi nominal itu terlalu berat untuk berpindah tangan. Baron sendiri tak menyangka, gadis seperti Mona bisa laku jual dengan jumlah yang terhitung besar.
“Baiklah Tuan, aku akan mencarinya, tapi dengan satu sarat...”
“Apa? Katakan!”
“Jangan ganggu keluargaku, biarkan kami mencari bocah itu dengan tenang.”
“Baiklah... terserah kau saja. tapi ingat! temukan atau anakmu yang akan aku bawa.” Baron tertawa. Jari telunjuknya menyenggol dagu Tika hingga membuat Tika ketakutan.
Baron pun berlalu. Ke tiganya mendesah pelan. Raut wajah Agus sudah di rusak pagi ini. Mencari ponakannya yang entah di mana sekarang membuat nya jengkel. Sudah membuatnya menghilang lalu mencarinya lagi. Sialan!
“Ayah! Apa yang di maksud Tuar Baron tadi?” Tika menghampiri Ayahnya yang sedang berdiri dengan tiga jari menekan pelipis nya.
“Ayah! Jawab!” Tika mengguncang lengan Agus.
“Sudahlah kau tenang saja, kau berangkat sekarang, ini awal kau masuk SMA, jangan sampai terlambat.”
Akhirnya Tika mendengus pasrah. Terlambat masuk sekolah baru juga bukanlah hal yang di ingin kan sekarang. Tika pamit setelah mencium punggung tangan ke dua orang tuanya.
“Suamiku, bagaimana ini? Kemana kita harus mencari Mona?” telapak tangannya mengusap pundak Agus. Memutar lalu menyuruhnya untuk segera duduk.
“Kita pasti akan menemukannya, Aku yakin! Gadis seperti Dia pasti masih berkeliaran di sini, apa lagi Dia sudah tak punya siapa siapa.” seringai Agus dengan senyuman keyakinan.
“Mudah mudahan saja.”
Berpindah dari kediaman Agus dan Widya. Kini keluarga Hutomo sama sibuknya di pagi ini. Hari senin yang padat akan jadwal kegiatan membuat satu keluarga ini mempersiap kan diri masing masing.
“Bagaimana Ibu? Apa aku sudah cantik?” Tanya Mona. Ia memandang pantulan dirinya di cermin. Seragam putih abu abu kini sudah melekat rapi di tubuh mungil nya. Balutan bedak seadanya membuat wajah manisnya semakin jelas terlihat. Rambutnya yang panjang Ia biarkan tergerai dengan paduan bando hitam di atas kepalanyan
“Kau sangat cantik.”
“Terimakasih Ibu.”
Santi tersenyum. Tangannya mengusap kedua pipi Mona. Ia teringat akan tertindasnya gadis ini ketika hidup bersama Paman dan Bibinya waktu itu. Itu pasti waktu yang sangat sulit untuk nya.
“Hei! Kau tak mengikat rambutmu??” tanya Santi. Tak seperti biasanya Mona melepas ikat rambutnya.
Satu yang Santi belum tahu. Sebelumnya Mona adalah gadis yang sedikit terlihat cupu. Bahkan rambutnya selalu Ia kuncir seperti bocah SD. Tampilannya saat duduk di bangku SMP pun terlihat sedikit norak. Kuncir dua dan kacamata bulatnya seringkali membuatnya jadi pusat bulian. Ya, walaupun tak separah di sinetron sih! Itu juga karena Mona adalah anak dari donatur tetap di sekolahannya dulu, jadi tak ada yang berani mengganggunya sampai berlebihan. Dan kini Mona memilih untuk menjadi gadis yang sedikit feminim. Itu karena sebuah alasan.
Santi kembali tersenyum ketika Mona sudah berbalik dan mengadap dirinya. “Aku tahu alasannya sayang.”
Di ruang makan sudah ada Hutomo dan kedua anak nya tentu. Mereka tersenyum pada Mona ketika melihatnya sudah memakai seragam SMA. Mona sudah jauh lebih terlihat dewasa, apalagi setelah kacamatanya sudah tak menggantung di hidungnya. Aura cantiknya sungguh terlihat. Mereka semua terpesona, tapi tentu saja hanya Arga yang acuh dan memilih fokus pada nasi gorengnya yang hanya tinggal beberapa suap lagi.
Mona melipat rok nya lalu duduk di samping Arga yang memang kebetulan kursi itu yang kosong. “Pagi Kak...” sapanya.
Arga melirik sekilas.
“Lihat Ibu, setan kecil ini sudah merusak pemandanganku.” keluh Arga.
“Kau ini! Jaga bicaramu.” Santi menjitak kepala Arga. “Makanlah sayang, jangan pedulikan Kakakmu.” Santi duduk mendampingi Mona. Di ambilkan nasi dan lauk.
“Kak Mona manis sekali. Kalau besar nanti aku akan menikahimu.”
Pandangan mereka langsung beralih kepada sosok Radit yang dengan entengnya melontarkan kata yang membuat semuanya menggelengkan kepala.
“Kenapa semua menatapku??”
“Kau lucu Anakku.” jawab Santi.
“Kau masih kecil. Kenapa bicara seperti itu?” hardik Arga pada Radit.
“Kalau Kak Arga mau, bersainglah dengan sehat untuk mendapatkan Kak Mona.”
Uhuk!
Arga menghentikan makannya. Sementara Hutomo dan Santi tertawa di balik telapak tangannya. Pipi Mona jadi memerah kan? Duh malunya.
**Selamat membaca. semoga banyak yang suka.
jangan lupa krisan dan vote nya**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Christy Oeki
trus ceria
2022-08-04
0
Ramon Caniagoe Ramon
lanjut thoooo
2022-07-31
0
Asrul Asrul
untuk author. sekedar masukan aja yah. dalam kamus besar bahasa Indonesia kata feminin itu bukan feminim....😄
2021-10-21
0