Gubrak!!
Dua bola mata membulat. Duduk tegak menatap lurus ke depan.
Hening sejenak.
Aaaaaaa!!! Aku telat!!
Teriaknya dengan lantang. Selimut bermotif keropi sudah melayang setelah sang pemilik menendangnya tanpa perasaan. Teronggok begitu saja di lantai di temani satu bantal guling yang ikut menggelinding jatuh ke lantai.
“Jam berapa sekarang?” Kepalanya mendongak melirik jam bulat yang tertempel di dinding. “Uh! ****** aku!” pekiknya. Lalu berhambur masuk ke dalam kamar mandi.
Mandi secepat kilat. Biarlah yang penting tersentuh air, pikirnya. Ganti baju grusa grusu. Tempel bedak sekenanya. Karena terburu buru Mona tidak sadar dengan jemarinya hingga menguncir rambut menjadi dua bagian. Tangannya menjambret tas di atas meja belajar. Untung sempat menjadwal semalam. Pintu kamar sudah tertutup. Mona menuruni anak tangga dengan cepat.
Sepi. Kemana orang orang? Apa sesiang itu aku bangunnya. Mona mengitari setiap ruangan mencari apakah ada orang atau tidak.
“Nona, anda belum berangkat?” tanya Minah.
Haik! Mona meringis. Menggaruk rambutnya yang tak gatal. “Kemana orang orang? Kok sepi?”
“Oh Tuan dan Nyonya hari ini berangkat lebih pagi.”
“Radit?”
“Sudah berangkat nona, dengan Tuan Hutomo.”
“Oohh...”
Mereka tak memakai jasa supir ya? Sederhana sekali... Atau pelit. Mona terkekeh dengan celotehan nya sendiri.
“Ku kira kau tak akan bangun.” ucap Arga mengagetkan Mona. Arga turun dengan membawa 1 kardus besar yang semalam di ambilnya di kamar Mona.
“Eh.. Kak Arga?” Mona menoleh menatap Arga yang berdiri di hadapannya.
Ah tinggi sekali Dia.
Arga sudah siap mengenakan setelan jas seperti biasanya. Tanpa ucapan lagi, Arga melangkah keluar. Sementara Mona masih mematung mengamati langkah Arga.
“Kau mau telat masuk sekolah?”
“Eh, apa?”
Mona tersadar lalu berlari kecil menyusul Arga. Arga sudah ada di dalam mobil. Menaruh kardus itu di jok belakang lalu memutar badan Memegang setir. “Cepat lah! Menyusahkan saja.”
“Ah baiklah..” Jawab Mona lalu duduk di jok depan. “Tak bisakah mengajakku secara halus... Huh!” gerutu Mona.
“Kau bilang apa?!”
“Ah tidak Kak, aku tak bilang apa-apa.” Mona melambaikan telapak tangannya di depan dada.
Mobil sudah melaju. Mona duduk bersendehan pada kaca, mengamati pepohonan pinggir jalan yang berlarian cepat. Jemarinya mengetuk ngetuk kaca. Terdengar bibir mungilnya seperti sedang menyanyikan sebuah lagu.
“Bagaimana sekolahmu?”
“Eh! Apa?” Mona tertegak.
“Bagaimana sekolahmu, menyenangkan atau bagaimana? Begitu saja kau bingung.” tanya Arga sekali lagi.
“Baik Kak, aku bahkan sudah punya teman baru.” Mona tersenyum. “Sekolahannya sangat bagus, Aku suka, muridnya terlihat berkelas.”
Bla bla bla...
Mona masih saja terus bicara ngalor ngidul. Tanpa memberikan kesempatan Arga untuk berbicara.
“Bocah Ini! Kenapa panjang sekali jawabannya.” batin Arga. Arga melirik Mona dan bibir mungilnya itu masih saja nyerocos tanpa henti. “Menyesal sudah aku bertanya padamu!”
Bahkan Mona menjawab sambil mengerakkan tubuhnya dengan semangat. Melambai kesana kemari. Kadang tertawa kadang nyengir kadang diam, bahkan Ia juga menceritakan permusuhan Fani dan Andi.
Tapi tentu saja Arga tak menggubris. Telinganya sudah terasa sakit mendengarnya terus mengoceh.
“Kau masih mau mengoceh?”
Arga menghentikan Mobil di depan pintu gerbang. Gerbang itu hampir tertutup. Sudah ada satpam yang hendak menutupnya. Mungkin tinggal satu meter lagi akan tertutup.
“Eh!”
“Lihat gerbangnya, kau masih mau mengoceh atau sekolah?” Arga menunjuk dengan kedua matanya.
“Ah Iya! Aku telat.” Mona menepuk jidat. Membuka pintu mobil lalu berlari menerobos pintu gerbang yang hampir tertutup. “Tunggu! Jangan di tutup.” Tangannya menggenggam gerbang mencegahnya untuk menunggunya masuk.
Tanpa menoleh Mona langsung berlari menuju kelasnya di lantai dua. Berlari sekencang mungkin hingga tak sengaja Ia menabrak seseorang hingga terpental. Begitu juga dirinya.
“Aduh maaf Aku tidak sengaja.” Mona mendekati gadis itu. Mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.
“Kau tak apa?” tanya Mona.
Setelah mengibaskan rok nya gadis itu mendongak “Kau?”
Jeder!!
Mona seperti di sambar petir di siang bolong. Tubuhnya terpaku. Ia tak percaya siapa yang kini sedang berdiri di hadapannya. Entah sejak kapan keringatnya mulai menetes dari balik bajunya. Panik grogi dan entah apa rasanya.
“Hei Kau! Kalau jalan pakai mata! Kau hampir melukaiku.” Sentak Tika. Lalu menarik tas nya yang merosot.
Tunggu! Apa dia tak mengenali Ku? Iya kah?
“Maaf... Aku tidak sengaja.” Ucap Mona.
Benarkah dia tidak mengenaliku?
“Awas kau! Minggir!” Sentak Tika lalu menubruk Mona dan kembali berjalan menuju kelas nya.
“Ah Iya.”
“Tika sungguh tak mengenaliku?” tanya Mona lirih.
“Mona! Dari mana saja kau? Kenapa baru datang?” Panggil Fani ketika Mona sudah ada di ambang pintu.
Eh tunggu! Tika juga di kelas ini? Kenapa Aku baru tahu?
Mona tersenyum pada Fani yang melambaikan tangan. Matanya juga sempat melirik Tika yang duduk di kursi sudut dekat jendela kaca.
“Kenapa kau telat?” Tanya Fani saat Mona sudah duduk.
Mona menaruh tas nya di kursi, di belakang punggungnya. “Aku bangun kesiangan.”
Kenapa begini? Pikiran Mona melayang kemana mana. Bertemu kembali dengan Tiara hanya dengan hitungan minggu. Kenapa?
08.30 WIB
Di Kantor.
“Selamat pagi tuan Arga.” sapa seseorang yang masuk ke ruangannya bersama Dion.
“Pagi.” jawabnya.
“Silahkan duduk Tuan.” Ucap Dion mempersilahkan Agus untuk duduk di kursi yang sudah tersedia. Agus pun duduk setelah berjabat tangan dengan Arga.
Jadi ini pamannya Mona? Wajahnya saja sangat menyebalkan! Lebih menyebalkan dari setan kecil itu.
“Apa yang bisa saya bantu untuk Anda?” Tanya Arga tanpa basa basi.
“Begini Tuan, saya ingin menawarkan produk minuman terbaru dari perusahaanku.”
“Baik lah, Aku terima dan Aku akan menjadi sponsornya...”
Dion yang sedari tadi berdiri di samping Arga, membuka mulut. Ternganga karena terkejut dengan ucapan Arga. Segampang itu Dia mengiyakan tawaran itu?
“Apa kau yakin Ga? Pikirkan dulu...” tanya Dion.
“Apa Anda serius, tuan?”
“Tentu saja... tapi dengan satu syarat...”
“Syarat? Syarat apa Tuan?” tanya Agus. Tangannya mulai gemetar.
“Kau hanya akan mendapat ke untungan 40 % dari penjualan produk yang Kau tawarkan itu.”
“Tapi Tuan.”
“Terserah kalau Anda tidak mau, aku tak rugi.”
Agus berfikir sejenak. Menimang keputusan apa yang harus di ambil. Ini adalah kesempatan untuk bisa masuk ke perusahaan terbesar ini. Aku tak boleh menyia nyiakan. Dan ini juga kesempatan Ku untuk mencari informasi tentang gadis yang kata Tika mirip sekali dengan Mona.
“Baiklah Tuan, aku setuju.”
“Oke...”
Mereka berdua berjabat tangan.
“Kau yakin dengan keputusanmu itu?” tanya Dion. Ia menepuk keras pundak Arga.
“Tentu saja aku serius.”
Seberapa hebat Anda Tuan, sampai bisa mengambil alih perusahaan Joanda. Arga tersenyum sinis. Dion yang melihat itu justru merasa ngeri. Sepertinya ada yang di sembunyikan.
Dert dert!
Ponsel di dalam saku bergetar. Agus masuk ke dalam mobil. Memasang sabuk pengaman di di tubuhnya.
“Bagaimana? Apa kau dapat informasi?” tanya Agus pada di penelpon.
“Iya Tuan...”
“Jelaskan! Apa yang kau dapat?”
“Gadis yang Tuan maksud itu memang anak keluarga Hutomo...”
“Kau yakin?”
“Iya Tuan... Saya sudah mencari info seakurat mungkin... dan gadis itu memang keluarganya...”
“Baiklah, terimakasih informasinya.”
Tut.
Sambungan telpon sudah terputus. Agus menarik gigi lalu melajukan mobil nya menuju kantornya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Christy Oeki
ceria selalu
2022-08-06
0
Ramon Caniagoe Ramon
lanjut
2022-07-31
0
Tryn_123
ya betul Tuan CEO,tugasmu untuk menyiksa setan besar itu.....
2022-07-31
0