Saat sebelum masuk ke dalam mobil, Santi di hubungi oleh seseorang dan mengharuskan segera kembali ke butik nya. Mona yang sedari tadi mengamati obrolannya di telpon, langsung bertanya.
“Ada apa Ibu? apa ada masalah?”
“Tidak sayang, Ibu hanya harus kembali ke butik untuk mengurus gaun pengantin seseorang.” Jelas Santi. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
“Ibu antar kau ke kantor Arga saja, karena rumah kita berlawanan dengan arah ke butik.”
“Tapi, Apa aku tidak mengganggu kak Arga disana?”
“Tentu tidak, sayang.”
Sebenarnya Santi ingin sekali membawa Mona ke butik, tapi pesanan kali ini sungguh sangat merepotkan. Dan bukan satu orang saja yang akan datang, tapi 5 orang sekaligus guna membahas model gaun pengantin. Kalau di kantor Arga, selama Arga bekerja Mona bisa duduk sebentar di ruangannya. Disana juga tersedia ruang pribadi yang sering di gunakan Arga kalau sedang lelah.
Akhirnya Mona mengangguk. Kini Ia sudah berdiri di depan perusahaan Arga. Ia berdiri mematung disana. Sementara Santi sudah memutar dan melajukan mobilnya kembali.
“Besar sekali? Bagaimana Aku bisa menemukan ruangan kak Arga?” Mona mengamati bangunan besar menjulang tinggi itu.
Mona sudah masuk ke lobi. Ia terus berjalan sambil memutar matanya mengitari apa pun yang ada di sana. Sesekali Ia berhenti. Bibirnya membaca tulisan yang ada di atas pintu. Tak satu pun nama yang tertulis ruang presdir atau CEO. Beberapa karyawan sempat melirik nya. Bukan hanya heran karena Ia memakai seragam sekolah, akan tetapi penampilannya yang sedari tadi belum Ia rapikan. Mona tak sadar hal itu.
“Maaf kau siapa, Nona?” Tanya karyawan wanita.
“Aku Mona.”
Karyawan itu menariknya minggir supaya tak berdiri di tengah jalan. “Untuk apa kau kemari?”
“Aku mencari kak Arga.” Mata Mona masih berkeliling entah kemana. Ia hanya takjub dengan desain dan mewahnya kantor ini. Ini jauh lebih besar dari perusahaan Ayah nya dulu.
“Tuan Arga? Ada perlu apa Nona dengan Bos kami?” tanya karyawan itu lagi.
“Kak Arga!” teriak Mona ketika bola matanya menangkap sosok bertubuh gagah yang baru saja ke luar dari pintu lift.
Karyawan itu sempat berjinjit kaget karena teriakan Mona. Ia memutar badan lalu menunduk hormat pada Arga. Mona sendiri sudah menghambur dan memeluk Arga tanpa peduli lirikan beberapa orang disana. Bahkan
Dion pun hanya melongo karena bingung.
Arga mendorong Mona. Telapak tangannya Ia taruh di atas kepala Mona. Kemudian memutar nya hingga Mona berbalik. Mona sudah menghadap ke arah karyawan wanita itu lagi.
“Kenapa setan kecil ini bisa ada di kantorku?” tanya Arga. Telapak tangannya masih menekan kepala Mona supaya tak bergerak.
Karyawan itu tak langsung menjawab. Ia sendiri bingung harus memberi jawaban apa. Bahkan pertanyaan yang di lontarkan Arga pun sedikit aneh kan?
Dion mendekat. Berkacak pinggang berdiri di depan Mona. “Hei gadis manis, Kau ini siapa?”
“Aku Mona Paman...” jawabnya enteng. Lalu menarik tangan Arga yang masih berada di kepalanya.
“Hei! Kenapa Kau memanggilku paman? Aku belum tua tahu!” sewot Dion. Matanya menatap Arga. Arga hanya angkat bahu. Padahal sebenarnya Arga ingin sekali tertawa seperti para karyawan yang terkekeh di sana.
“Panggil Aku kakak.” Pinta Dion.
“Kau terlihat tua, tidak pantas di panggil Kakak.” Dengus Mona. Lalu menggandeng lengan Arga.
“Kau!” Dion melotot.
Dion hampir saja menjitak kepala Mona. Tapi batal karena tiba tiba Arga mengangkat tubuh mungil Mona dengan satu tangannya. Ia tenteng menuju lantai 6 dimana ruangannya berada.
“Kak Arga! Turunkan Aku!” Mona menendang nendang kakinya di udara supaya Arga melepaskannya.
“Kau ini benar benar merepotkan!” Arga menjatuhkan Mona di atas sofa. Mereka sudah masuk ke dalam ruangan Arga. Dion yang mengikuti mereka, langsung menarik kursi, menyeretnya ke depan Mona lalu duduk. Sementara Arga duduk di kursi kerjanya membiarkan mereka.
“Kau siapa?” Tanya Dion lagi.
“Sudah Ku bilang namaku Mona, kenapa Paman tanya lagi?”
“Hei Arga! Kenapa bocah ini terus memanggilku paman? Aku hanya lebih tua tiga tahun darimu.” Cerosos Dion. Arga tak menoleh, Ia menutup kepalanya dengan kedua tangannya.
Mona berdiri. “Kantor Kakak bagus sekali? Dan lihat itu...” Mona berlari menuju balkon. Jendela kaca Ia buka lebar. “Aku bisa melihat pemandangan kota dari sini.” Celoteh nya lagi.
Dion mengerutkan dahi. Sementara Mona masih berdiri disana, Dion menghampiri Arga. Ia menggebrak meja kerja nya hingga Arga mendongak.
“Jelaskan padaku! Siapa gadis itu?” pelototnya pada Arga.
Arga hanya mendesah. Kalau di suruh menjelaskan, harus mulai dari mana. Bisa bisa obrolan akan menjadi panjang hanya untuk menjelaskan siapa gadis yang sedang cengar cengir di balkon itu.
Arga mengusap wajahnya. “Lebih baik kau jangan bertanya dulu, kau mau Aku struk?”
“Ha?” Dion ternganga. “Jangan jangan dia?” Dion menutup mulutnya, matanya membulat mengarah pada Arga.
“Apa yang kau pikirkan!” Bentak Arga. Ia melempar pulpen tepat mengenai wajah Dion hingga meninggalkan bekas coretan disana.
“Hei! Dia itu selingkuhanmu ya?” Dion berbisik. Bahkan Ia sudah membungkuk mendekat di telinga Arga.
“Sembarangan!” Arga mendorong Dion hingga terpental.
“Makanya jelaskan padaku!”
“Lebih baik kau keluar dulu dari ruanganku! Jangan buat Aku tambah pusing, cepat!” perintah Arga.
“Awas ya Kau!” Dion mengancam. Terpaksa Ia keluar dari pada Arga semakin menjadi.
Siapa gadis itu? Kalau benar selingkuhannya kenapa Arga kelihatan tidak senang. Dan Aku tahu betul selera Dia. Aku sungguh penasaran.
Dion terus bertanya tanpa ada yang menjawab.
Mona masih terlihat tersenyum sendirian di sana. Wajahnya terlihat sangat bahagia. Rambutnya yang sedari tadi masih berantakan membuat wajahnya semakin terlihat lucu dan menggemaskan.
Arga bergidik. Ia berdiri, berjalan menghampirinya.
“Aku sudah lama tidak merasakan kebebasan seperti ini.” Celetuk Mona tiba tiba. Ia menoleh sekilas pada Arga lalu kembali lagi menatap beberapa gedung yang berbaris di sana.
“Bahkan Aku sudah lupa rasanya bersenang senang.” Mona tersenyum getir. Sakit rasanya mengingat masa itu. Bahkan kalau di perhatikan, luka di bagian punggungnya masih terlihat membekas.
“Dia mulai ngoceh lagi.” Gumam Arga. Tapi tak berusaha mencegahnya untuk berhenti bicara. Arga hanya melirik bibir mungilnya yang kadang diam lalu mengeluarkan kata lagi.
Mona berbalik. Menunduk di hadapan Arga. Arga berkerut dahi. Tapi tak mencoba bertanya.
“Kak Arga, Apa kau mau memelukku? Sebentar saja.” Ucap Mona lirih. Wajahnya pun masih mengarah ke lantai.
“Apa yang Kau bicarakan? Bukankah tadi kau sudah memelukku di depan semua orang?” celoteh Arga. Masuk lagi ke dalam ruangan.
Mona merengut. Ia mengekor di belakang Arga. “Itu kan...”
“Kemarilah...” Arga meraih pundak Mona. Lalu memeluknya.
Mona mendekap erat. Wajahnya Ia benamkan di dada Arga. Tentu karena memang tinggi Mona hanya sampai tepat di dada Arga. Rasanya hangat. Entah kapan terakhir kali Mona merasakan pelukan hangat seperti ini. Seingat nya itu dulu. Dulu sekali.
Pintu ruangan terbuka. Dion terhenti disana. Mulutnya sedikit terbuka. Ia hendak bertanya namun urung karena Arga sudah mengancamnya dengan tatapan mata tajam. Mona melepas pelukan. Melihat kedatangan Dion. “Hei Paman! Kenapa kau masuk kesini lagi?”
“Kau ini! Menyebalkan sekali ya!” hardik Dion jengkel.
“Arga! Sebenarnya bocah ini siapa? Dia datang dari planet mana? Bicaranya sungguh membuatku jengkel.” Protes Dion. Meletakkan beberapa lembar kertas di atas meja. Lalu pergi lagi dari ruangan itu.
“Ayo kita pulang, Aku sudah tak ada kerjaan lagi.”
“Oke.”
Mona mengekor di belakang dengan memegang jas yang di kenakan Arga. Beberapa karyawan menunduk sopan. Mereka masih bertanya di dalam hatinya. Siapa gadis mungil itu?
“Kak Arga.” Mona menarik ujung jas Arga. Langkahnya sudah berimbang walaupun Mona harus lebih cepat.
“Apa?” berucap tanpa menoleh.
“Kenapa mereka menatapku? Aku jadi takut.”
“Itu karena Kau mirip orang gila.” Arga menjitak kepala Mona. “Sudah cepat masuk.” Imbuhnya lagi.
Mona berhenti, tangannya urung untuk membuka gagang pintu Mobil. Di pantulan kaca mobil Ia melihat wajah seseorang yang tak asing. Kuncirnya sudah terlepas, rambutnya awut awutan.
“Aaa!! Siapa itu? Menyeramkan sekali.” Suara melengking keluar. Arga yang sudah ada di dalamnya langsung membuka kaca mobil. Teriakan Mona sedikit mengejutkan.
“Kau ini kenapa?” tanya Arga. Kepalanya agak mencondong untuk bisa melihat Mona dari balik kaca mobil yang terbuka.
Bayangan di cermin itu sudah menghilang. Mona meraba raba rambut panjang nya. Itu Aku kan? Jebret!! Mona masuk dan menutup pintu dengan cepat.
Arga mengerutkan dahi. “Hei! Kau kenapa?” tanya satu kali lagi.
“Tak Apa. Ayo kita pulang.”
Uh! Pasti sangat memalukan tadi kan? Bahkan Aku makan siang di restoran tadi. Pantas orang orang melirikku.
***
Beri dukungan pada Author dengan cara Vote like dan rate ya. 🙏🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Christy Oeki
lancar rejekinya
2022-08-06
0
Christy Oeki
trus sehat
2022-08-06
0
maulana syarofa
konyol sekali mona
2022-03-30
0