Setelah merasa dirinya sudah aman, Mona keluar dari persembunyiannya. Ada sedikit perasaan lega di hatinya. Ia menatap ke sekitar, mengitari ke sekeliling tempatnya tengah berdiri sekarang. Telapak tangannya mengelus dada pelan. Mengambil nafas melepas kelegaan kemudian mengibaskan bajunya yang kotor terkena sampah. Ia tau ini belum lah berakhir. Melarikan diri dari mereka bukan perkara mudah. Ketakutan hingga tubuh bergetar sempat di rasakan tadi ketika tubuh mungilnya berada di tengah orang bertubuh kekar. Duduk dengan keringat menetes kemana mana, hingga dengan nekatnya Mona membuka pintu mobil saat salah satu dari mereka keluar untuk membeli minuman. Entah ini keajaiban atau kebodohan mereka.
“Sepertinya mereka sudah pergi jauh, aku harus pergi dari sini.”
Kakinya mulai melangkah kembali menyusuri jalanan. Kepalanya mendongak, bola matanya mengintip ke atas dari balik kacamata dan telapak tangannya yang Ia letakkan di atas keningnya. Hari ini sangat terik. Lalu di lapnya peluh yang menetes di pelipis.
“Ah, aku sangat lapar.” Diusapnya perut datar itu. Bunyinya sudah seperti kran yang mengucurkan air. “Dari kemarin aku belum makan.” Wajahnya semakin terlihat sayu dan kelelahan.
Di ujung belokan jalan, Mona melihat kembali dua tubuh lelaki kekar itu lagi. Mona mulai panik. Ia memutar badan. “Aku harus bagaimana?” Ia celingukan. “ Iya, aku harus sembunyi.”
Mona melangkah pelan, mendekati sebuah mobil hitam yang terparkir tak jauh dari hadapannya. Seorang lelaki bertubuh tinggi dengan memakai setelan jas, sepertinya tengah menelpon seseorang bersendehan pada pintu mobil. Tanpa permisi ataupun sepengetahuan lelaki itu, Mona membuka pintu belakang mobil. Ia masuk dengan perlahan. Lalu duduk meringkuk pada himpitan jok belakang dan depan. Nafasnya memburu. “Yang penting aman dulu,” Batinnya.
Saking paniknya Mona sudah tak bisa berfikir lagi dan tanpa ragu Ia langsung masuk ke dalam mobil hitam itu. Intinya sekarang menghindar dari kejaran orang itu!
“Aku pulang ke rumah dulu, tunggu saja di kantor.”
Tut..
Sambungan telpon terputus. Lelaki itu masuk ke dalam mobilnya dan mulai menstarter mobilnya melaju dengan kecepatan sedang. Apapun yang terjadi itu urusan nanti. Terpenting sekarang, mengumpat jauh dari kejaran si otot besar tadi.
Sementara di gedung tak berpenghuni empat orang kekar itu tengah mendapat bentakan dari bosnya. Tubuhnya yang gemuk dengan kepala botak membuat nyali mereka ciut. Biarpun badan mereka lebih berotot dari bosnya, tapi mereka tentu tak ada keberanian untuk melawan.
“Bodoh!!” teriaknya keras memenuhi ruangan itu. Keduanya hanya tertunduk. Sementara sekelompok temannya hanya bisa melihat tanpa membantu. Kalau bos sedang marah lebih baik tak usah ikut campur. Itu prinsip mereka.
“Menangkap bocah saja kalian tidak becus!” teriaknya lagi. Kali ini Ia memukul kedua anak buahnya dengan tongkat yang selalu Ia bawa kemana mana.
“Ma-maaf Bos, kami sudah berusaha, tapi...”
Belum selesai ucapannya si botak sudah berucap terlebih dahulu. “Aku tidak peduli! cari bocah itu sampai dapat!”
“Ba-baik Bos.” Ternyata tubuh kekar itu bisa bergetar juga. Mereka menunduk bersamaan lalu pergi.
Amarahnya sudah tak bisa di tahan lagi. Baron menggebrak meja, hingga membuat anak buahnya yang tersisa di sana terlonjak dan bergidik ngeri. Pasalnya baru semalam Ia menyerahkan uang sebanyak itu hanya untuk membeli gadis di bawah umur, dan sekarang bocah itu justru melarikan diri entah dimana.
“Brengsek!! Awas kau bocah!” gerutunya lagi.
Baron bukanlah tipe orang yang mudah marah sebenarnya. Jika bukan karena suatu alasan, membeli bocah di bawah umur bukanlah suatu pekerjaan untuk nya. Baginya bisnis di klub malam dan penginapan plus plus yang di jalani pun sudah cukup untuk menjadikannya seorang yang bergelimpangan harta.
****
“Akhirnya, kita bebas dari tanggung jawab bocah itu.” ucap Widya seraya merangkul suaminya yang tengah menghitung uang dari hasil penjualan ponakannya sendiri. Sungguh jahat!
Widya memang haus akan kekayaan, begitu juga suaminya. Di samping Agus, Ia ikut menjereng lembaran uang itu. Bibir nya tak lepas dari senyum kepuasan. Kalau bukan karena dulu Kakaknya hanya menjadikan suaminya seorang sekertaris, mungkin Ia tak akan seserakah ini. Meminta naik jabatan pun tak pernah di kabul kan, dan ini lah balasannya. Widya kembali tertawa di balik dadanya yang berdegup.
“Betul istriku, sekarang kita jauh dari bocah tengil itu.” Senyum puas di bibir Agus melebar.
“Dan kita tambah kaya,” tawa keduanya puas.
“Wah! Bagi dong Ayah!” Tika langsung menyodorkan tangan kanannya.
“Tentu saja, sayang. Kau bisa membeli apapun yang kau mau.”
“Terimakasih....” Tika sudah duduk di samping Ibunya dengan 30 lembar uang ratusan ribu.
Ketiganya tersenyum puas tanpa memikirkan keadaan Mona yang entah seperti apa sekarang ini. Entah bagaimana kondisinya. Kalau nasib buruk yang terjadi mungkin Ia sudah tak ada di kota ini.
“Lihatlah Tika! Sekarang Ayahmu sudah menjadi pemilik sah di perusahaan Joanda Group. Bukankah kita Kaya?” ucap Widya tanpa berpaling dari uang yang masih berserakan di atas meja.
“Tentu saja Ibu, Ayah memang hebat.” Tika mengibaskan uang yang di pegangnya untuk mengipasi wajahnya.
Senyum Agus semakin melebar mendengar percakapan istri dan anaknya. Seperti inilah yang sejak dulu Ia ingin kan.
17.30 WIB
Mobil hitam itu akan segera memasuki gerbang utama rumah. Sesaat sebelum mobil itu berhenti terdengar teriakan kecil dari kursi belakang. Lelaki itu terdiam. Sementara Mona menutup mulutnya. Wajahnya mulai panik.
“Siapa itu??” tanya lelaki pemilik mobil. Ia memutar badan bersiku di atas jok. Membungkukkan badannya melihat siapa yang ada di jok belakang mobilnya. Ia menunduk ke bawah pada sela jok belakang. Matanya bertemu kala gadis itu mendongak ke atas.
“Aa!! Siapa kau!!”
Lelaki itu langsung bergegas turun dari mobil dan membuka pintu belakang. Mona yang sudah merasa panik dan kebingungan hanya bisa menunduk setelah pintu mobil terbuka.
“Siapa kau! Turun cepat!”
Mona yang kaget langsung bergegas turun dari mobil. Wajahnya masih tertunduk dengan kedua tangan mendekap tubuhnya sendiri. Jemari kaki nya saling menindih bergantian. Ke dua bola matanya hanya bisa melihat lurus di mana ke dua kakinya sedang saling menguatkan.
“Uh bau!!” Lelaki itu menatap dari ujung kaki hingga ujung kepala Mona, tangannya ikut mengibas di depan hidung.
“Ma-Maaf Tuan, Saya...”
“Sttt!! Pergi dari sini! Dasar orang gila!” bentak Lelaki itu. Ia merasa jijik melihat penampilan Mona yang terlihat tak jauh beda dengan seorang gembel yang hidup di jalanan. Bahkan Ia lupa memakai alas kaki.
“Cepat pergi!!!” perintahnya lagi.
Mona tak bergeming. Pikirnya kalau harus pergi, harus pergi kemana? Tak ada siapapun yang di kenalnya saat ini. Lelaki Itu ingin mendorong nya, tapi melihat lusuh nya bocah ini untuk menyentuhnya saja rasanya jijik. Ia hanya mengibaskan telapak tangan untuk mengusirnya.
Mendengar ada keributan di luar, orang yang ada di dalam rumah pun keluar menghampiri suara teriakan itu.
“Arga, ada apa?” Santi berdiri di teras rumah dengan buku majalah di tangan kiri nya.
Sebelum pertanyaannya di jawab, Santi langsung melirik gadis yang masih berdiri dengan kepala menunduk. “Siapa kau?” Santi melangkah mendekat. Santi memiringkan kepala berusaha melihat jelas wajah Mona.
“Apa yang Ibu lakukan? Jangan dekati dia!” teriak Arga dan langsung menarik lengan Santi. “Kalau Ibu di gigit bagaiana?!” serunya lagi. Kita tidak akan tahu bagaimana bocah ini nanti bertindak. Bisa saja Dia itu orang gila atau psikopat kan?
“Kamu ini, sudah diam!” ucap Santi melepas tangan Arga. Bibirnya tersenyum memandang Mona.
“Masuk yuk, bersihkan dirimu...” ajak Santi tanpa peduli siapa gadis ini.
“Ibu!! Apa yang kau...”
“Sudah diam!” Santi melotot pada Arga.
Santi menuntun Mona dan membawanya masuk ke dalam rumahnya. Mona menurut saja, karena mungkin ini lah tempat aman untuk saat ini. Setelah masuk ruang utama, Mona mulai mendongak dan melirik ke sekeliling ruangan. Ia masih mendekap tubuhnya yang kotor. Kaki putihnya yang tak memakai alas kaki terlihat memerah dan berdebu.
Santi merasakan hal aneh ketika sentuhan pertama mendarat di pundak gadis ini, Ia seperti bisa merasakan beratnya masalah yang sedang di hadapi. Kalau di pikir secara nalar, Memasukkan orang asing itu akan sangat berbahaya. Tapi Santi tidak. Ia buang jauh pikiran buruk itu.
“Mandi lah dulu!” Perintah Santi dengan senyuman.
“Minah! Antar gadis ini ke kamar mandi. Ambilkan pakaian di lemari.” perintahnya pada seorang pembantu.
Minah mengangguk saja, walaupun sebenarnya Ia sendiri kebingungan. Siapa gadis ini? Lalu menuntunnya menuju kamar mandi.
“Ibu, apa yang Ibu lakukan? kenapa membawanya masuk?” tanya Arga yang bingung dengan sifat Ibunya. Kenapa dengan mudahnya membawa orang asing masuk ke dalam rumah?
“Sudahlah! kau masuk kamar, mandi lalu makan! Biar dia, Ibu yang urus.”
“Terserah Ibu saja.”
Arga berlalu meninggalkan Santi. Santi hanya tersenyum dengan menggelengkan kepala. Lalu terbesit senyum mencurigakan di ujung bibirnya. Bahkan gigi putihnya pun sedikit terlihat. “Ah dimana gadis itu, apakah belum selesai?”
“Apa maksudnya Ibu...” Arga membanting tubuhnya di atas kasur. Ia mendesah berat. Lelah bekerja hari ini serasa lebih berat setelah tibanya di rumah.
Arga orang yang paling benci dengan sesuatu hal yang tiba tiba. Mengejutkan dengan sesuatu hal aneh misalnya. Memikirkan pekerjaan di kantor saja sudah sangat melelahkan. Sampai rumah bukannya bisa tenang tapi justru semakin lelah.
Santi masih duduk di sofa ruang keluarga menunggu Mona selesai mandi. Bibir tipisnya masih menyembunyikan senyum dengan arti sesuatu.
“Sudah, Nyonya,” ucap Minah dari arah belakang. Mona berdiri di sampingnya, wajahnya masih menunduk.
“Duduklah sini!”
“Silahkan Nona,” ucap Minah menuntun Mona duduk kemudian pergi ke belakang meninggalkan Nyonya besarnya berbicara dengan Mona.
Setelah Mona duduk. Santi memandangnya dengan senyuman. “Siapa nama mu, sayang?”
“Mona, Nyonya...” jawabnya lirih.
“Nama lengkapmu?”
“Monalisa Aghata Joanda.”
Santi sedikit tersentak mendengar nama gadis yang tengah duduk di hadapannya.
“Aghata Joanda?” ucapnya lirih. “Bukankah itu nama pemilik perusahaan yang 2 bulan lalu mengalami kecelakaan?” batin santi.
“Nama yang bagus. Dimana kau tinggal?”
Mona hanya diam. Tertunduk dan bingung. Ia meremas kesepuluh jari tangannya tanda gelisah. Bahkan Mona tidak tahu rumah nya dimana sekarang. Karena rumah orang tuanya sudah di ambil orang lain.
“Dimana keluargamu, sayang?”
“Gembel mana punya keluarga, Ibu.” timbruk Arga yang baru saja turun dari tangga. Jari telunjuknya memainkan kunci mobil. Memutarnya perlahan hingga menghasilkan suara.
“Arga! Hati hati bicaramu!” Bentak Santi. Siapa pula yang mengajarkan mu bicara seperti itu?
Arga hanya melengos. “ Aku pamit ke kantor lagi.”
“Iya.” jawab Santi singkat.
“Jangan salahkan aku jika bocah itu menggigit Ibu.”
“Ck! Arga! sudahlah sana berangkat!” Santi menggeleng mendengar ucapan Arga yang ngawur.
“Maafkan ucapan Anakku.”
Mona menggeleng “Tak apa nyonya.”
“Berapa umurmu?”
“15 tahun, Nyonya.”
“Oh...” ucap Santi lirih. Telapak tangannya menyentuh dadanya. “Kasihan gadis ini.”
Klekuk!
Suara itu terdengar dari perut Mona. Membuatnya tertunduk malu. “Maaf Nyonya.”
Santi tersenyum. “Sepertinya kau lapar?”
Santi berdiri menuntun Mona menuju meja makan. Di sana sudah ada beberapa macam lauk dan sayur yang tertata rapi di atas meja.
“Silahkan sayang.” Santi menarik kursi, memegang pundak Mona lalu menekan perlahan hingga Mona duduk.
“Terimakasih Nyonya.” Mona yang sudah duduk langsung mengambil beberapa lauk tanpa memperdulikan Santi yang sedang menatapnya.
“Pelan-pelan, nanti kau tersedak.” Santi duduk memandang Mona dengan kepala tersangga tangan kanannya.
"Maaf Nyonya.” Mona mengelap mulutnya yang belepotan.
“Sepertinya kau sangat lapar?”
“Iya Nyonya, dari kemarin aku belum makan.”
Jawaban itu membuat Santi teriris. Kasihan sekali. “Aku akan bertanya lagi padamu nanti. “ ucap Santi dalam hati.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Jangan bilang kalo Ortunya Lisa itu sohibnya Nyonya..Aku panggil Lisa aja ya thor,Soalnya aku lebih suka nama Lisa..😁😁🙏🙏
2024-12-12
0
Qaisaa Nazarudin
Kalian pikir kalian bisa aman? Tunggu aja si Baron itu datang lagi,Tuh bocah udah kabur..🤣🤣😜
2024-12-11
0
Qaisaa Nazarudin
Tukar penampilan dan pakaian mu,Ambil aja pakaian orang yg di jemur kalo ada..😁
2024-12-11
0