Kerja sama antara perusahaan Agus dan Arga sudah di banggakan karena sepertinya akan membawa perusahaannya semakin melambung. Keuntungan 40 % itu lumayan. Setidaknya hal itu sudah bisa menjadikan perusahaan nya lebih di kenal karena sudah bisa bekerja sama dengan Perusahaan milik Arga. Banyak para pengusaha yang mengingin kan hal itu, akan tetapi selalu kembali dengan kekecewaan karena penolakan. Sampai saat ini Agus masih belum bisa fokus mencari keberadaan Mona. Ia hanya mempercayakan pencarian itu kepada anak buahnya. Kalau hanya harus mengurus bocah itu, bisa bisa apa yang sedang di banggakan saat ini akan lenyap.
“Suamiku, kau sudah pulang?” sambut Widya. Ia meraih jas dan tas kerja Suami nya.
“Aku lelah, Buatkah aku kopi.” Perintah Agus. Tubuhnya sudah Ia letakkan di atas sofa.
“Apa kerjaanmu lancar sayang?” bunyi sendok mendenting gelas cangkir terdengar.
Agus hanya menghela nafas. Matanya terpejam, sementara Widya langsung bergegas membuatkan kopi.
“Ini kopimu.” Widya menaruhnya di atas meja. Ke dua telapak tangannya mulai memijat lengan Agus.
“Apa kau tahu suamiku? Hari ini aku bertemu seseorang.” Ucap Widya sambil terus memijat.
“Siapa?”
“Gadis yang sangat mirip dengan Mona.”
Agus duduk tertegap. “Apa Kau serius?
“Ya, apa yang di katakan Tika memang benar, Gadis itu sungguh mirip dengan Mona.”
“Lalu?” tanya Hutomo penasaran. Kopi panas itu Ia teguk sedikit.
“Dia memarahi Ibu.” Jawab Tika yang langsung duduk di samping Widya dengan pelukan.
“Betul! Gadis itu bahkan berani membentakku.” Geram Widya. “Aku saja tidak menyangka Dia seberani pada Ku.” Imbuhnya lagi.
“Berani sekali dia? Aku jadi penasaran...” Gumam Agus. Ia ingat betul, Mona itu tak akan punya keberanian untuk melawan.
“Kalau Ayah penasaran, besok Ayah bisa melihat nya ketika mengantar Ku ke sekolah, Itu jika Ayah mau.” Papar Tika yang kemudian berlalu masuk ke kamar nya lagi.
Sebenarnya malas sekali membahas Gadis itu. Dia sudah membuat bayangan indah masa SMA menjadi luntur. Bukan saja karena wajahnya yang sangat mirip dengan sepupunya, akan tetapi sifatnya yang sungguh tidak di sangka bisa berani dengan Tika yang angkuh dan selalu menang.
“Ini belum selesai! Aku akan membalasmu besok.” Gerutu Tika. Selimut bermotif bunga merah sudah menutupi seluruh tubuh nya.
“Apa benar dia sangat mirip dengan Mona?” Agus masih belum yakin.
“Benar suamiku. Mirip sekali, hanya sedikit berbeda karena Dia tak memakai kacamata.”
“Baiklah, besok mungkin Aku bisa melihatnya.”
20.00 WIB
Tampilan gadis kecil itu sudah tak tampak seperti siang tadi. Rambutnya sudah tertata rapi. Kalau mengingat penyebabnya, ingin rasanya mencakar wajah angkuh itu. Melawannya membuat hati ini terasa puas. Lalu kenapa dulu hanya diam saja? Hei! Tak semudah itu Forguso!
Ia menutup pelan pintu kamar nya. Perlahan Mona menuruni anak tangga. Matanya mengamati keadaan di sekitar lantai satu. Tak ada siapa pun disana. Sepertinya Ibu dan Ayah belum pulang. Kalau Radit sih jam segini sudah pasti tidur. Arga? Mungkin masih di kamar. Dan dimana Nenek tua itu?Mona melangkah maju. Sampai di ruang belakang, hanya terlihat Minah dan dua asisten rumah tangga lainnya. Mereka sepertinya sedang bercengkerama. Minah saja sampai tertawa begitu. Lelucon apa yang sedang di lakukan?
“Nona? Ada yang bisa Aku bantu?” tanya Minah. Mona sudah nimbruk di antara mereka bertiga.
“Tidak, Aku hanya butuh teman.” Ucap Mona.
“Sepertinya kalian sedang bahagia?”
Mereka bertiga saling pandang, lemudian di susul senyuman bergantian. “Kami baru saja dapat bonus Nona dari Nyonya Santi.” Jawab Minah.
“Iya Nona, jadi kita bisa mengirim uang ke kampung lebih banyak dari sebelumnya.” Jelas yang lainnya.
Wah! Mereka pekerja keras ya? Bekerja bukan hanya untuk sendiri, tetapi juga untuk keluarganya yang di sana. Mona tersenyum. Walaupun mereka harus bekerja di tempat orang tapi setidaknya mereka masih punya keluarga utuh kan?
Di benak ke tiga Asisten rumah tangga itu sebenarnya terbesit beberapa pertanyaan untuk Mona. Dari mana asalnya, siapa keluarganya dan bagaimana Dia bisa sampai di sini, mereka sama sekali belum tahu alasannya. Yang sudah tahu setidaknya Cuma Minah. Yang jelas semua itu adalah suatu keberuntungan untuk Mona.
“Apa Ayah dan Ibu belum pulang?” tanya Mona.
“Belum Nona, mungkin sebentar lagi.” Jawab Minah.
“Apa kalian bertiga sudah lama bekerja di sini?”
“Sudah Nona, hampir 10 tahun Kami bekerja untuk keluarga Tuan Hutomo.” Jawab Minah.
“Wah! Lama sekali, pasti kalian sangat nyaman kerja di sini ya?” ucap Mona. Ia memandang salah satu dari mereka yang kemungkinan masih berumur 20 tahun. Terlihat dari wajah nya yang masih sangat muda.
“Tentu Nona, keluarga Hutomo sangat baik pada Kita.”
“Minah!” Satu teriakan kencang mengagetkan mereka berempat. Yang di panggil langsung selimpungan menghampiri Tuan nya.
“Iya Tuan, ada apa?” tanya Minah.
Mona sudah menyusulnya. Bibirnya manyun ketika mata elang Arga memelototinya.
“Buat kan aku bakmi, aku lapar.” Ucap Arga. Ia duduk di meja makan sambil mengotak atik ponsel nya.
Mona mendekat pelan. Ia berdiri membungkuk mengamati ada apa di ponsel itu. Sepertinya sebuah panggilan tak terjawab dari seorang wanita.
“Aura, siapa dia?” batin Mona.
Aura
“Apa yang kau lakukan? Sangat tidak sopan!” hardik Arga, kemudian menaruh ponselnya dengan posisi terbalik.
Mona menarik kursi lalu duduk di sampingnya. “Tidak! Aku Cuma mau duduk.” Jawabnya dengan julingan mata.
Satu mangkok bakmi sudah tersedia di atas meja. Baunya harum. Sepertinya Minah sangat pandai memasak. Hei! Tapi kenapa cuma satu mangkok. Mona melirik. Ia menelan ludah, kelihatannya sangat enak. Bahkan Mona sudah memainkan lidahnya membayangkan rasa bakmi itu.
“Kelihatannya enak,” ucap Mona. Hidungnya menghirup aroma kebulan bakmi.
“Tentu saja enak.” Arga mengangkat mangkoknya. Berdiri lalu berjalan membawa mangkok itu ke kamar.
“Kakak pelit sekali! Itu kan banyak.” Protes Mona. Ia terus mengekor sampai di depan pintu Arga. “Bagi sedikit untuk Ku, Aku juga lapar.”
“Tidak!” Arga menutup pintu kamar. “ Suruh saja Minah membuat kan untukmu! Mengganggu saja.”
Mona mendengus. Kakinya menendang pelan pintu kamar. “Pelit!” Kaki nya Ia langkahkan menuju lantai satu lagi.
“Inikan ponsel Kak Arga.” Mona nyengir.
Mona membalik dan mengangkat ponsel itu, kemudian menggeser layar nya. Dahi Mona berkerut. Terlihat di layar depan Arga tengah duduk di sebuah taman dengan seorang wanita. Tapi hanya terlihat rambut panjangnya saja. Wanita itu duduk menghadap ke arah sebaliknya dengan posisi kepala di pundak Arga.
“Siapa ya? Kalau di lihat dari model rambutnya tentu saja bukan Mak lampir itu kan?” gumam Mona. Ia memutar ke kiri ke kanan barang kali bisa menemukan jawabannya. Dasar bodoh! Tentu tidak mungkin kan?
Ibu jari Mona meng klik sebuah aplikasi whatapp. Ada beberapa pesan di dalamnya. Mona membuka satu pesan dari seseorang, atas nama Aura. Siapa Dia tak tau karena Profil nya pun tak jelas, hanya terlihat pipi mulusnya dari samping. Bola mata Mona mulai membaca setiap kalimat yang tertulis disana.
Apa Kau tidak merindukanku?
Kau masih menungguku kan?
Kenapa tak menjawab telponku?
Bret!
Arga menjambret ponsel itu. Mona terlonjak kaget hingga berjinjit. “Eh!”
Ponsel itu sudah berpindah tangan. “ Sangat tidak sopan!” bentaknya dengan nada tinggi. Mona hanya menggigit bibir bawahnya. Sepertinya Arga marah.
“Jangan pernah sentuh barang pribadiku! Kau mengerti!” Suaranya semakin meninggi, membuat Mona bergetar di buatnya.
“Maaf Kak, Aku Cuma...”
“Cuma apa! Aku mulai baik padamu bukan berarti kau boleh menyentuh barang barangku!”
Kenapa Dia sangat marah? Aku kan Cuma membuka pesan whatapp nya saja. Tak perlu kan sampai membentakku begitu.
“Kau ini!”
Arga hampir saja memukul kepala Mona. Mona juga sudah mengeryit menutup matanya. Tapi urung di lakukan, Arga hanya mendengus lalu berpaling.
“Dasar setan kecil menyebal kan! Kau ulangi, Mati Kau!”
Deg! Mona terdiam. Buliran beningnya sudah mengalir dari sudut matanya. Ia berlari cepat mendahului Arga, lalu masuk ke kamar. Menutup dengan keras pintu nya.
“Apa dia menangis?” Gumam Arga. “Ah! Bodo amat! Itu salahnya.”
“Jahat sekali!” protes Mona. Ia sudah meringkuk di atas ranjang. Tangannya mengepal memukul mukul kasur empuk nya.
Suara isaknya berangsur mulai tak terdengar lagi. Matanya sudah menutup. Ia sudah datang pada mimpinya di sana. Mimpi yang mungkin akan indah atau sebaliknya. Entahlah!
“Sudah sepi, mungkin sudah tidur.” Ucap Santi saat memasuki rumahnya. Hari ini Ia pulang bersama Hutomo. Hutomo menjemputnya di butik sore tadi.
“Minah!” panggilnya pada asisten rumah tangga.
Hutomo langsung masuk ke dalam kamarnya. Pekerjaannya di kantor hari ini sangatlah melelahkan.
“Iya Nyonya.”
“Apa Ibu sudah di rumah?”
“Belum Nyonya, sepertinya Nyonya Mira malam ini tidak pulang.” Jelas Minah.
“Baiklah, Aku langsung istirahat saja.”
“Silahkan Nyonya.”
Minah hendak mengatakan kejadian sebelum Santi tiba di rumah. Tapi sepertinya Nyonya besarnya sedang kelelahan. Lebih baik tidak usah bercerita. Kegaduhan Arga dan Mona tadi memang terdengar Minah. Tapi mereka berdua tak melihatnya karena Minah ada di dalam toilet dapur.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
istrinya gojo꒰⑅ᵕ༚ᵕ꒱˖♡
yaiyalah, lu nya gk sopan ngn🙄
2024-05-10
0
Christy Oeki
trus ceria
2022-08-11
0
Elida Devatta
aduuhh Mona kok Kya ga punya sopan santun dan rasa sungkan udah di terima dgn baik mlah Kya gitu.... terlalu ikut campur urusan org 🤔
2022-02-05
0