Fragmen-13

"Saatnya menjemput Putri Lea," desis Leazah setelah ia puas menumpahkan seluruh ganjalan dalam hatinya. Ia melepaskan pelukannya dan mendongak menatap wajah tampan di atas kepalanya. "Kau yang akan menjemputnya."

Jeremiah menunduk memandangi Leazah dan mengerutkan dahinya.

"Ingat, jangan sampai ada yang tahu kalau aku berada di istana," pesan Leazah.

Dan tanpa ia sadari, sepasang mata sedang mengawasi mereka di tempat tersembunyi. Seorang pria berambut lurus sepunggung berwarna hitam mengkilat, berdiri di sudut taman menguping pembacaan mereka dari balik tanaman hias.

Leazah berjingkat mendekatkan mulutnya ke telinga sang jenderal untuk memberitahukan di mana pria itu bisa menemukan Putri Lea. Kemudian menyingkir dari tempat itu dan menyelinap ke dalam kegelapan.

Jeremiah mendesah pendek dan melompat ke atas kudanya, kemudian bergegas menuju tempat yang dikatakan Leazah.

Sementara itu…

Di ruang baca kaisar, Bernadus berdiri gelisah di depan jendela, sementara sang kaisar berjalan mondar-mandir di belakangnya di tengah ruangan.

"Sudah kuduga ini akan memburuk," Bernadus bergumam seraya tertunduk.

"Jangan lupa, kau yang mengusulkan gagasan ini!" kaisar menoleh tajam pada Bernadus.

"Yang Mulia," Dorian membungkuk di ambang pintu ruang baca kaisar. Rambut lurusnya yang hitam mengkilat, memburai sebagian di sisi wajahnya, sebagian lagi tersampir di bahunya.

Bernadus mengalihkan perhatiannya dari jendela.

Rasmus menoleh pada Dorian dan berkacak pinggang.

"Putri Lea sudah kembali," Dorian melaporkan, lalu membimbing kaisar menuju serambi.

Jeremiah muncul di pekarangan tak lama kemudian, menghela pelan kudanya dengan Leazah dalam pangkuannya. Wajah tampannya sedikit memucat mendapati kaisar menyongsong kedatangannya.

Siapa yang memberitahu kaisar kalau aku membawa pulang Putri Lea?

Ia melirik Putri Lea dan mereka bertukar pandang dengan tatapan gelisah.

Dorian mengawasi mereka dengan seringai samar di sudut bibirnya.

Jeremiah meliriknya dengan mata terpicing, kemudian menghentikan kudanya.

Kaisar menghambur ke arah mereka, saat Jeremiah melompat turun dari kudanya. "Lea—" Rasmus meraup tubuh putrinya dan menurunkannya. "What the…?" ia tergagap memandangi putrinya, kemudian menatap Jeremiah dengan alis tertaut.

Jeremiah menatap Leazah dengan prihatin, sementara gadis itu hanya tertunduk, menggigil dalam balutan mantel sang jenderal—rambut dan pakaiannya basah kuyup di bawah mantelnya.

Kaisar menghela napas berat seraya mengusap wajahnya.

"Putri!" Dua pelayan wanita menghambur ke arah Leazah dengan tergopoh-gopoh, kemudian menggamit lengan sang putri di kiri-kanannya dan menuntun gadis itu ke arah pintu—kembali ke dalam istana, setelah sebelumnya membungkuk hormat pada kaisar.

Kaisar kembali ke ruang bacanya bersama Dorian dan pendeta Bernadus, sementara Jeremiah kembali ke istal untuk menambatkan kudanya.

"Aku ingin lukisan ini disembunyikan," perintah Rasmus pada Dorian seraya mengerling ke arah lukisan yang menggantung di dinding.

Dorian membungkuk sekilas, kemudian mendekat ke arah lukisan itu dan menurunkannya dari dinding. Ia melirik sekilas pada kaisar melalui sudut matanya. "Dia… Elijah Knight, kan?"

Kaisar mendesah pendek dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Ya," jawabnya singkat. Lalu tercenung menatap Dorian.

Dorian memutar tubuhnya menghadap kaisar dan memandanginya beberapa saat. "Jadi kau sebenarnya sudah tahu sejak awal?"

"Aku ayahnya," tukas kaisar ketika ekspresi Dorian mulai menuntut penjelasan. Kemudian melirik ke arah Bernadus.

Dorian mengikuti lirikan matanya dan mengerti.

Pendeta itu tertunduk perlahan dan mengusap jenggotnya.

"Itukah sebabnya kau tidak mengumumkan penobatannya?" Dorian mengalihkan perhatiannya lagi ke arah kaisar.

Rasmus mengedikkan kepalanya sekilas, menaikkan sudut bibirnya dan sebelah alisnya sebagai jawaban.

Dorian kembali terdiam. Tapi tatapannya tak segera berpaling dari kaisar.

Kaisar balas menatapnya dengan alis tertaut. "Ada yang ingin kau sampaikan?" Ia bertanya seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Dorian menelan ludah, lalu berdeham. "Apa Jeremiah juga tahu?"

Kaisar mengerutkan dahinya, kemudian melirik ke arah Bernadus.

Pendeta itu hanya mengangkat bahu. "Setahuku hanya kita bertiga yang tahu," katanya yakin.

Dorian memalingkan wajahnya dari kaisar, kemudian tertunduk dan memohon diri.

Kaisar dan Bernadus beradu pandang dalam kebisuan. Keheningan menyergap mereka setelah kepergian Dorian.

Menjelang pagi…

Raja Rasmus tak kunjung terlelap. Ia duduk tercenung di kursi malas, menatap lepas keluar jendela. Apa yang salah dengan Jeremiah?

Leazah juga duduk meringkuk memeluk lututnya di bendul jendela dalam kamarnya, menatap hampa pemandangan yang sama. Gadis itu telah berganti pakaian, tapi masih menyelimuti dirinya dengan mantel sang jenderal. Itu membantunya merasa nyaman, seolah Jeremiah masih memeluknya.

Di tempat lain, pendeta Bernadus berjalan mondar-mandir di balkon kamarnya. Menggumam pelan mengutuki dirinya. "Aku telah berdosa! Bagaimana aku akan menebusnya?"

Di tempat lain lagi, Dorian juga tampak berpikir keras di pembaringannya, duduk berlunjur menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur dengan jemari bertautan di depan dadanya.

Sementara itu, di kediaman Douglas, sang Duke Maranatha yang akan datang, justru sedang berpesta dengan para wanita untuk melampiaskan kekesalan hatinya pada Leazah.

Jeremiah duduk bertopang dagu di ruang bacanya, membolak-balik halaman sebuah buku tanpa selera. Sebuah bayangan berkelebat di balkon kamarnya. Jeremiah tidak menyadarinya.

Dua orang berpakaian serba gelap, lengkap dengan penutup wajah, tengah mengendap-endap di dekat jendela, mencoba masuk ke dalam kamar Jeremiah.

Jeremiah menguap bosan dan menutup buku di hadapannya. Lalu menggeliat meregangkan otot-ototnya dan beranjak bangkit dari bangkunya.

TRAK!

Sosok misterius di balkon kamarnya tersentak dan melakukan kesalahan karena terkejut.

Jeremiah spontan waspada, menyimak dan menelisik sumber suara dengan ekor matanya. Pelan-pelan, ia mengulurkan tangannya ke arah laci, menariknya dengan hati-hati, kemudian mengeluarkan sebilah belati tanpa meninggalkan suara, lalu menggenggamnya dan membawanya ke tempat tidur.

Dua tamu tak diundang di luar kamarnya mengintip ke dalam melalui kisi-kisi jendela.

Jeremiah kembali menguap—kali ini hanya pura-pura, kemudian merayap naik ke tempat tidurnya dan menyelinap ke bawah selimut.

Tak lama kemudian, si penyusup mulai mencongkel jendela setelah Jeremiah terdengar mendengkur.

Jeremiah membuka matanya sedikit ketika salah satu penyusup telah berhasil masuk.

Penyusup kedua menyusul di belakangnya tidak lama kemudian.

Jeremiah menghitung dalam hatinya, memperkirakan jarak si penyusup dari tempat tidurnya.

Dalam hitungan ketiga, angin tipis melecut di sisi tubuhnya.

Si penyusup mengayunkan katana ke arahnya.

Jeremiah membuka matanya dan mengayunkan sebelah kakinya, melontarkan selimutnya ke arah si penyerang yang pertama, meninggalkan suara berdebuk pelan di permukaan lantai.

Lalu si penyerang kedua, melesat cepat di sisi lainnya.

Jeremiah menggulingkan tubuhnya seraya melayangkan belati di tangannya.

BRUK!

Si penyerang kedua terpelanting. Mata belati Jeremiah mengenai rahangnya.

Sedetik kemudian, kamar itu berubah gaduh. Perkelahian tak terelakkan.

Dua pengawal menyeruak masuk mendengar kegaduhan itu dan menyergap para penyusup, sementara pengawal lainnya menyusul serentak dan menyalakan lampu.

Para penyusup berhasil dibekuk. Kemudian diseret ke ruang tahanan.

Keesokan paginya, berita penyerangan itu langsung tersiar.

Leazah tak bisa menutupi kekhawatirannya.

Seusai kaisar mengumpulkan semua petinggi di aula istana, Leazah mengadakan perjamuan di kediamannya dan mengundang sang jenderal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!