"Dorian," panggil kaisar Rasmus dari dekat jendela di ruang kerja pribadinya.
Dorian berjalan mendekat, sementara kaisar tetap memunggunginya, menatap lepas keluar jendela.
"Aku membutuhkanmu saat perjamuan nanti," tutur kaisar, masih tetap memandang lepas keluar jendela.
Dorian menanggapinya dengan membungkuk.
"Siapkan perangkat melukismu," perintah Rasmus. "Aku ingin kau melukisnya." Lalu ia memutar tubuhnya dan menatap Dorian. "Aku ingin kau melukis wajahnya," ia menambahkan. "Tapi tidak pakaiannya."
Dorian mengerutkan keningnya.
"Kau masih ingat pakaian ratu?" tanya Rasmus.
"Tentu, Yang Mulia." Dorian adalah pembuat patung perempuan di tengah kolam. Patung ratu Nadia yang dihalau dari istana belasan tahun silam---Ratu Miriam, ibu Leazah Bernadeta.
"Jadikan itu sebagai pakaiannya!" Kaisar menandaskan.
.
.
.
Lampu-lampu kecil warna-warni berkelap-kelip merambati dinding hijau labirin taman dan memendarkan cahaya lembut ketika Jeremiah dan Leazah melewatinya.
Langit berwarna hitam beludru di atas kepala mereka, dipenuhi oleh bintang-bintang.
Gemericik air mancur di tengah kolam semakin terdengar seiring mereka mendekat.
Sayup-sayup denting musik dan tawa riang dari aula singgasana mengambang melewati pekarangan.
Malam itu kaisar mengadakan perjamuan khusus untuk para abdi dalam dan para bangsawan yang tinggal di istana.
Derap kaki kuat dengan irama teratur dari tumit sepatu militer yang telah disemir yang beradu dengan lantai pualam terdengar dari luar pintu, memberikan kesan pertama pada semua orang di dalam aula bahwa mereka bukan satu-satunya orang yang layak mendapatkan perhatian.
Dua tentara dari pasukan abadi muncul di depan pintu…
Dan setengah dari bangsawan dalam aula itu merasa seperti… mendapat peringatan.
Beberapa orang sebenarnya terkesiap.
Mereka semua menatap Leazah, memberikan pandangan antara bingung dan kagum.
Tatapan mereka sekarang terpaku pada sosok mungil ksatria cilik dengan seragam pasukan abadi.
"Dia terlihat mungil," bisik beberapa orang.
Lalu kemunculan kaisar di singgasananya membekukan seluruh tempat.
"Para pelayan setiaku di Nadia," kaisar membuka pidatonya. "Untuk mengenang Baron pengekspor perhiasan dari Maranatha yang menemukan jalan damainya menuju kerajaan surga, aku perkenalkan pada kalian, puteranya, Douglas Pierre, Duke Maranatha di masa mendatang." kaisar mengembangkan sebelah tangannya ke arah Douglas yang serentak naik ke singgasana dan berdiri di sampingnya. "Gelar ini aku anugerahkan dalam perayaan ulang tahun mendatangku, demi seluruh Nadia!"
"Demi seluruh Nadia!" seisi ruangan menyambutnya.
Leazah terperangah, lalu menoleh pada Jeremiah dengan ekspresi yang seolah bertanya, "Jadi ini bukan tentang penobatanku?"
Jeremiah tidak bereaksi. Hanya balas menatapnya dengan raut wajah datar.
Lalu kaisar mengembangkan tangan di sisi tubuhnya, mempersilahkan semua orang untuk merayakannya.
Orkestra kembali dimainkan. Tawa riang dan bincang-bincang yang rata-rata berisi omong kosong kembali dilanjutkan.
Tidak ada pengumuman resmi mengenai penobatan Leazah.
Apa memang seperti itu peraturannya?
Mungkin pasukan abadi tidak pernah dipublikasikan.
Atau… jangan-jangan benar ia sedang berjalan menuju perangkap.
Sementara itu, Dorian sedang bersiap di sisi lain ruangan.
Kaisar akhirnya menatap Leazah, lalu mengulurkan tongkatnya ke arah gadis itu.
Dan seketika, Leazah kembali menjadi pusat perhatian.
"Majulah perlahan," Jeremiah berbisik memberi instruksi.
Leazah melangkah pelan menuju singgasana. Bola matanya bergerak-gerak gelisah, melirik risih ke sana kemari.
"Dan tenang," Jeremiah menambahkan.
Leazah menghela napas dalam dan mengembuskannya perlahan, lalu menaikkan rahangnya dan membusungkan dada. Melangkah dengan waspada meniti tangga.
Kaisar menurunkan tongkatnya dan mengangkat sebelah tangannya, mengisyaratkan supaya ia berhenti ketika langkah Leazah sudah mencapai tiga tangga di bawah singgasana.
Leazah serentak menghentikan langkahnya.
Saat kaisar menatap Leazah, ia menyadari beberapa bangsawan tersenyum sinis ke arah putrinya.
Lalu kaisar mengedar pandang ke sekeliling ruangan, mengamati wajah-wajah para bangsawan dalam ruangan dengan tatapan peringatan.
Para bangsawan itu setentak terdiam.
"Jangan membungkuk," perintah Kaisar pada Leazah, lalu menuruni beberapa anak tangga dan mendekatinya.
Leazah memberanikan diri untuk mengangkat wajah dan memandang wajah kaisar.
Pada saat itulah, Dorian mengambil gambar wajahnya dari samping.
"Gaunmu sangat indah, Prajurit!" goda kaisar dengan tampang datar.
Untuk sesaat Leazah tak tahu apa yang harus dikatakan, bagaimana menanggapinya.
"Senang bisa melihatmu berada di sana," lanjut kaisar seraya mengangguk ke arah tangga di mana Leazah berpijak.
Leazah tersenyum simpul. "Senang bisa berada dalam pancaran cahaya Dewa Matahari," sanjungnya.
"Patung di air mancur tempatmu jatuh…" kaisar berkata setelah sejenak terdiam, menggantung kalimatnya, menuruni satu anak tangga lagi dan mendesah pendek sebelum akhirnya melanjutkan, "Dia perempuan terakhir yang berdiri di sana."
"Siapa dia?" tanya Leazah takut-takut.
"Ratu Nadia!"
Leazah menelan ludah dan memaksakan senyum. "Apakah saya mengingatkan Anda padanya?" kelakarnya, mencoba mencairkan kekakuan yang mencekiknya.
"Tidak seorang pun mengingatkanku padanya," jawab kaisar.
Leazah menahan senyumnya.
"Kecuali dirimu," kaisar menambahkan.
Leazah sontak bergeming, senyum di wajahnya seketika lenyap.
"Kudengar kau suka berburu dan menunggang kuda?" tanya kaisar. "Katanya kau bahkan membuat rompi berburu dari kulit binatang buas pertama yang kautaklukkan.
Leazah terkesiap.
"Itu terdengar aneh mengingat saat kecil kau sangat takut pada binatang buas," lanjut kaisar.
Leazah menaikkan alisnya dan terperangah. "Dari mana Anda tahu cerita itu?" desisnya terkejut.
Kaisar tersenyum simpul. "Aku ini kaisar," tukasnya. "Aku punya segala macam cara untuk mengetahui segala sesuatu."
Leazah mendesah pendek dan kembali memaksakan senyum. Tentu saja dia tahu, katanya dalam hati. Kau pernah mengatakannya pada Jeremiah, ia mengingatkan dirinya sendiri.
Di sisi lain ruangan, Dorian sudah menyelesaikan pekerjaannya dan terkesiap. Merasa takjub melihat hasil akhir karyanya.
Wajah Leazah dalam balutan pakaian ratu terlihat luar biasa.
Dia jauh lebih memukau dibanding ibunya, pikir Dorian. Seandainya dia perempuan…
Kaisar mengerling sekilas ke arah Dorian, lalu Dorian melayangkan isyarat pemberitahuan dengan mengangguk samar.
Kaisar tersenyum dan menoleh ke arah Douglas. "Er, m'boy!" Ia melayangkan sebelah lengannya ke arah Leazah. "Kupersembahkan pasukan abadiku, Elijah Knight, untuk melayanimu."
Leazah membungkuk ke arah Douglas dengan hormat tentara. Dalam hati ia merasa bangga dengan gelar yang dianugerahkan raja.
Elijah Knight?
Tidak buruk, katanya dalam hati.
"Demi seluruh Nadia!" kata kaisar.
"Demi seluruh Nadia!" sambut Leazah.
Douglas Pierre mengamati Leazah dengan pandangan menilai.
Apa yang salah, Duke Maranatha yang terhormat? batin Leazah tak peduli.
Kaisar tersenyum lebar dan melangkah naik kembali ke podium.
Janus dan Xairus, juru minuman pribadi raja, segera naik ke podium dan membungkuk di sisinya, membawa tiga piala dalam nampan emas.
Lexath dan Eleazar menuntun Leazah naik ke podium dan menempatkannya di sisi kaisar bersama Douglas.
Kaisar menepukkan kedua tangannya, menyela kemeriahan pesta. "Para pelayan setiaku, mari bersulang untuk…" ia mengumumkan seraya melayangkan sebelah tangannya ke arah Douglas dan Leazah. "Dua anggota baru istana!"
Janus memberikan keduanya masing-masing satu piala, sementara kaisar meraih pialanya dari Xairus, lalu mengangkatnya. "Untuk seluruh Nadia!"
Para bangsawan di seluruh ruangan mengangkat gelasnya masing-masing.
"Untuk seluruh Nadia!" seru semua orang dalam ruangan.
Leazah melirik Jeremiah yang juga tengah menatapnya seraya menaikkan cawan di tangannya dengan senyuman puas. Leazah membalas senyuman pria itu dengan getaran aneh yang tiba-tiba menyelinap dalam hatinya. Membuat senyumnya sedikit tersipu.
Menatap sang jenderal dalam balutan seragamnya yang gemerlap di antara orang-orang berpakaian glamor di tengah perjamuan yang elegan, membuat pria itu terlihat begitu memukau.
Dan tanpa sadar, Leazah tengah memandangnya sebagai seorang pria.
Whoa—apa yang salah, Prajurit?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments