Dengan langkah mantap, Leazah akhirnya berjalan keluar gerbang, meninggalkan biara, mengikuti para utusan kerajaan itu menuju pesisir, tempat di mana kapal mereka ditambatkan---menunggu keputusan.
Philipus meringkik gelisah dan meronta-ronta di dalam istal ketika rombongan utusan kerajaan itu pergi meninggalkan gerbang dengan membawa serta Leazah, seolah tak rela melepaskan majikannya.
Beberapa biarawati sudah kewalahan menenangkan kuda itu.
Kuda itu terus memberontak. Membuat panik semua orang. Dan sebelum mereka mengerti apa yang terjadi, kuda itu telah berhasil mendobrak pintu istal kemudian melarikan diri dengan membabi-buta.
"Aku tak percaya kuda itu berusaha mengejar Leazah!" pekik salah satu biarawati yang tersungkur akibat amukan Philipus.
Para biarawati lainnya menatap kuda itu dengan ekspresi terguncang.
Miriam hanya membeku menyaksikan semuanya hingga tak sadar dirinya telah menahan napas cukup lama. Ia mengembuskan napasnya bersama erangan frustrasi yang sama seperti yang lainnya.
Para biarawati itu berkerumun di pekarangan sembari terengah-engah. Masing-masing mereka membungkuk memegangi perutnya dengan tampang kelelahan.
Sementara itu, kapal yang membawa Leazah sudah mulai merayap cukup jauh meninggalkan pantai, bersiap untuk berlayar di lautan lepas.
"Apa Anda pelayan kaisar?" tanya Leazah pada Pendeta Bernadus ketika mereka berjalan beriringan menuju haluan kapal.
"Tidak," jawab Pendeta Bernadus dengan nada datar. "Aku bekerja untuk kaisar."
Philipus sampai di pesisir dengan meringkik, kemudian menaikkan kedua kaki depannya hingga tubuh kuda itu berdiri tegak.
Leazah belum melihatnya. Ia menatap Pendeta Bernadus dengan alis bertautan.
"Aku hanya melayani Tuhan," pendeta itu menambahkan.
Leazah menyeringai tipis. "Jadi, kau membawaku untuk menemui raja atau Tuhan?" ejeknya.
Pendeta itu tidak menjawab.
Philipus menyeruak ke arah kapal, menerobos air laut dengan kalang kabut.
Jeremiah melihatnya hingga tercengang.
Leazah menatap pria itu dengan heran, kemudian mengikuti arah pandangnya. "Philipus?" pekiknya terkejut.
"Dia kudamu?" Jeremiah bertanya takjub.
"Ya," jawab Leazah seraya mencelat dari tempatnya.
Para tentara di atas kapal itu serentak menoleh pada Leazah.
Gadis itu melesat ke buritan seraya berteriak panik. "Hentikan kapalnya!"
Jeremiah spontan menghambur ke arah gadis itu dan menangkap pinggangnya ketika Leazah tergelincir dan nyaris terlempar keluar kapal. "Apa kau sudah gila!" hardiknya khawatir.
Semua orang di atas kapal itu akhirnya melihat seekor kuda putih tengah berkutat di dalam air, berjuang menyusul mereka.
"Hentikan kapalnya!" Jeremiah memerintahkan.
"Tapi—" seseorang berusaha memprotes.
"Kubilang hentikan kapalnya," ulang Jeremiah dengan suara menggelegar. "Sekarang!"
Dan seketika para prajurit itu mematuhinya.
"Jenderal, Anda tidak berpikir untuk menaikkan kuda itu ke atas kapal, kan?" Seorang serdadu bertanya ragu.
Jeremiah tidak menjawab. Ia mengamati kuda itu seraya berpikir keras, sementara Leazah menggeliat-geliut dalam dekapannya.
"Kumohon," rengek Leazah. "Dia tak bisa hidup tanpaku!"
Jeremiah bertukar pandang dengan Bernadus, kemudian menggerakkan tangannya memberi isyarat kepada para prajurit supaya mereka menurunkan jaring yang biasa digunakan untuk menangkap ikan besar.
Philipus masih berkutat dengan kalang kabut, air laut sudah hampir menenggelamkan seluruh tubuhnya.
Leazah menatap sedih kuda kesayangannya.
Beberapa saat kemudian, para serdadu menurunkan jaring dan Philipus semakin kalang kabut.
"Tidak apa-apa, Philipus!" teriak Leazah mencoba membujuknya.
Philipus tidak mengerti.
Leazah melepaskan diri dari rengkuhan Jeremiah, kemudian membungkuk, lalu melompat dengan kedua tangan mencakar udara kosong, menirukan gaya kuda yang mencoba berdiri.
Philipus mengikutinya dan berhasil mendapatkan jaringnya.
Leazah bersorak menyemangati kuda itu.
Jeremiah mengembuskan napas pelan seraya membeliak. Pemandangan itu terlihat seperti sirkus baginya, pertunjukan konyol untuk mengesankan anak-anak.
Tapi beberapa prajuritnya terperangah takjub dan terenyuh.
Bagaimana bisa seekor binatang terhubung secara emosional dengan seseorang dan membuat terharu semua orang? pikir beberapa orang.
Dan ketika kuda itu berhasil ditarik naik ke buritan, pemandangan berikutnya membuat hati semua orang merasa tercubit.
Kuda itu berdiri gemetar, entah karena kelelahan, atau mungkin ketakutan berada di atas kapal, sementara itu Leazah memeluknya hampir menangis.
"Jenderal," seorang serdadu berbisik pada Jeremiah dengan ekspresi yang seolah bertanya, "Apa tidak apa-apa mengangkut serta kuda itu ke istana?"
Jeremiah mengangguk mengisyaratkan bahwa hal itu bisa diatur.
Lalu serdadu itu menyediakan tempat di peraka bagi Philipus dan menyiapkan kabin bagi Leazah, sementara Jeremiah naik ke anjungan.
Seratus enam puluh delapan jam kemudian, kapal itu akhirnya berlabuh di Nadia.
Sejumlah pengawal berkuda menyambut mereka di dermaga, sebuah kereta kuda telah disediakan bagi Leazah dan Pendeta Bernadus.
Tapi Leazah lebih memilih menunggangi Philipus.
Pendeta Bernadus dan Jenderal Jeremiah tidak berdaya melarang gadis itu. Sifat keras itu pasti diwariskan dari ayahnya, pikir Bernadus.
Sesampainya di benteng Arsen, Leazah mendongak terpukau mengagumi istana megah ayahnya, meneliti puncak istana dan menaranya yang berkilauan dengan mata berbinar-binar. "Aku hanya pernah mendengar tentang Arsen. Aku tak pernah membayangkan ini sangat…"
"Menakjubkan?" potong Bernadus.
"Seperti mimpi," timpal Leazah sambil menyeringai.
Lazareth mengawasi gadis itu dari tangga pelataran istana bersama Dimitri, Dorian, Farouk dan Claudius.
Pendeta Bernadus menyentuh lengan Leazah, berusaha menegur gadis itu. "Lea—"
"Elijah!" potong Leazah seraya menurunkan pandangannya, menatap pendeta itu dengan sedikit isyarat peringatan. "Panggil aku Elijah!"
Pendeta itu mencoba memaksakan senyum sebelum akhirnya memperingatkan dengan jelas melalui ekspresi wajahnya bahwa gadis itu harus berhenti melihat-lihat dan segera turun dari kudanya, karena orang-orang terdekat raja sedang mengawasinya.
Leazah tersenyum kikuk begitu menyadari situasinya, kemudian melompat turun dari kudanya dengan buru-buru, sebelum akhirnya membungkuk ke arah orang-orang berjubah kerajaan yang berderet di tangga pelataran istana itu.
"Jeremiah," Lazareth menoleh pada sang Jenderal. "Tolong tunjukkan kamarnya."
Jeremiah membungkuk sedikit dengan hormat tentara---menyilangkan sebelah tangannya yang terkepal di depan dada.
Dan sebelum Jeremiah menginstruksikan sesuatu, Leazah sudah menghambur menaiki tangga ke arah istana.
"Tidak," tegur Jeremiah. "Kamarmu bukan di istana."
Leazah serentak menghentikan langkah dan berbalik menghadap Jeremiah.
"Lewat sini," ajak Jeremiah sembari menyambar pergelangan tangan gadis itu dan menghelanya menjauh dari hadapan Lazareth dan yang lainnya.
"Oh, tidak!" pekik Leazah tiba-tiba. "Philipus! Di mana Philipus?" tanyanya panik seraya menoleh ke sana kemari.
"Apa kau juga ingin membawanya tinggal di kamarmu?" Jeremiah menggeram tak sabar ketika ia tiba-tiba menyadari hingga timbul kegelisahan bahwa ia bertanggung jawab atas orang seperti ini.
"Tidak, tentu saja tidak," jawab Leazah cepat-cepat. "Tapi apakah kau bisa menjamin—"
"Tentu saja," potong Jeremiah seraya menyentakkan lengan gadis itu untuk mempercepat langkahnya. "Aku berani menjamin kudamu mendapatkan tempat terbaik di istal tentara."
"Fiuh!" Pendeta Bernadus mengembuskan napas kasar dan membeliak diam-diam. Sedikit frustrasi menyaksikan perilaku liar Leazah, sementara dirinya tahu persis anak itu seorang perempuan.
"Berapa usiamu?" tanya Jeremiah ketika mereka meniti tangga menuju kamar Leazah.
"Sembilan belas," jawab Leazah.
"Diundang ke istana secepat ini merujuk prestasi mengagumkan," tukas Jeremiah memberi semangat.
"Oh, aku ragu bisa mendapatkan prestasi apa pun," sergah Leazah pesimis seraya memandang keluar jendela.
"Rendah hati takkan membantumu di istana ini, Anak Muda." petuah Jeremiah dengan nada datar. "Keangkuhan dan keberanian yang harus diutamakan."
"Lihat mereka," gumam Leazah seraya menunjuk keluar jendela, di mana sejumlah gadis berpakaian glamor tengah bercengkrama di taman istana. "Aku tak cocok berada di sini."
"Dan tugasku memastikan supaya kau bisa cocok berada di sini," sanggah Jeremiah. Lalu mereka sampai di kamar Leazah.
Sebuah kamar berukuran kecil beratap miring di bagian paling atas barak tentara dengan satu tempat tidur dan meja tulis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
yach .. karena pemilik kudanya adalah seorang perempuan. perempuan tentunya lebih ahli dalam hal yang berkaitan dengan perasaan dan kasih sayang.
2023-11-01
0
Samosier Toba
mantap lanjutkan
2022-12-15
0
Seul Ye
Ini kalo pembaca yg suka komen ngasal pasti gak tau kalo yg dimaksud elijah tuh philipus bukan cowok gondrong 🤣
2022-10-18
0