Fragmen-1

Bunga melati merambati dinding hijau labirin taman dan menebarkan aroma yang wangi ketika Leazah melewatinya.

Langkah-langkah Philipus ringan dan gesit di atas rumput yang dingin dan lembut bagaikan sutra.

Dalam beberapa detik, Leazah sudah melesat melintasi kebun bunga ibunya, melewati bak-bak bunga, pepohonan dan rumpun-rumpun anak nakal—duranta erecta, kemudian memasuki hutan, bersembunyi dalam kegelapan belantara, menenggelamkan diri ke dalam kesunyian dan keheningan alam liar.

Gemerisik halus dedaunan tersapu desir angin, terdengar lirih mengucapkan selamat pagi.

Leazah menyelinap melewati bayang-bayang pepohonan. Matanya meneropong jauh ke dalam semak belukar, mencari sesuatu untuk diburu.

Langit berwarna biru cerah di atas kepalanya, dipenuhi oleh awan-awan putih. Cahaya matahari menerobos tipis melalui celah-celah ranting pohon dan dedaunan.

Gemericik air sungai di kedalaman hutan semakin terdengar seiring dia mendekat.

Di tepian sungai yang ditumbuhi alang-alang, tampak seekor centropus bengalensis yang anggun tengah tersuruk mematuki tanah mencari seekor cacing.

Di sebelah kanannya, Leazah menangkap bayangan seekor rusa di balik tanaman perdu.

Leazah menghela pelan kudanya melewati rerumputan. Ranting kering berkeresak terinjak kaki Philipus.

"Ssssttt…!" Leazah mendesis pelan memperingatkan Philipus.

Kuda itu menghentikan langkahnya di bawah pohon beringin raksasa berusia ratusan tahun.

Leazah membidikkan panahnya, merentangkan busur, dan…

SLASH!

Sebuah anak panah melesat secepat kilat dan menembus tubuh sang rusa sebelum Leazah melepaskan anak panahnya.

BRUK!

Rusa itu tersentak dan jatuh terguling.

Leazah mengerjap dan menurunkan kembali perangkat panahannya. Lalu menoleh ke belakang untuk mencari tahu siapa yang telah lebih dulu mendapatkan buruannya.

Seorang penunggang kuda keluar dari semak-semak di belakang Leazah, seorang pria berambut sebahu seusia ibunya dengan pakaian berburu—kemeja katun berlapis rompi kulit binatang yang dipadu dengan celana dan sepatu tentara, sama seperti Leazah. Bedanya rompi kulit yang dikenakan pria itu jauh lebih licin dan tampak mengkilap seperti hasil olahan khusus bagi para penghuni kerajaan.

Sementara itu, rompi Leazah masih berbulu dan diikat seadanya dengan sisa kulit dari binatang yang sama—puma. Rompi itu didapatkannya sendiri ketika usianya tiga belas tahun, momen pertamanya menaklukkan binatang buas.

Terlepas dari semua itu, di tempat ini tidak ada penduduk lain kecuali dirinya, ibunya dan para biarawati.

"Dari mana Anda datang?" tanya Leazah seraya menatap pria itu penuh selidik.

"Tak jauh dari sini," jawab ringan pria itu seraya balas menatap Leazah.

"Anda pembohong yang payah," cemooh Leazah. "Tidak ada laki-laki yang tinggal di pulau ini."

Pria itu menaikkan alisnya, menatap Leazah dengan tatapan geli. Pandangannya menelisik dari ujung rambut hingga ujung kaki gadis itu.

Dalam balutan pakaian pemburu, Leazah sama sekali tidak terlihat seperti perempuan.

"Apa kau merasa tersaingi, Anak Muda?" Pria itu balas mencemooh.

Leazah mendelik ke arah pria itu. "Kau merebut buruanku," dengusnya.

Pria itu terkekeh. "Siapa cepat dia dapat," katanya.

"Aku menemukannya lebih dulu," sergah Leazah. "Anda datang belakangan."

"Tidak," bantah pria itu datar. "Kau yang datang belakangan."

"Omong kosong!"

"Kau tidak melihatku, tapi aku melihatmu." Pria itu mengarahkan ibu jarinya ke belakang, sementara matanya mengerling pada Leazah.

Leazah menoleh sekilas ke belakang, kemudian menatap pria itu sekali lagi. "Anda pengawal bayangan kerajaan," terka Leazah.

"Pemuda cerdas!" Pria itu tersenyum lebar seraya melompat turun dari kudanya, kemudian berjalan pelan menghampiri hasil buruannya. "Untuk ukuran pria muda sepertimu, kau lumayan pintar," ia menambahkan, menoleh sekilas sebelum tenggelam ke dalam semak-semak.

Dan itu artinya di tempat ini ada aset kaisar, terka Leazah dalam hati.

Tebakannya tidak meleset.

Ada aset kaisar di Athena Minor, dan itu adalah dirinya.

Pengawal bayangan itu ditempatkan di sisinya sejak ia masih dalam kandungan. Begitu pun para biarawati yang tinggal di kastil tua yang ditinggalinya bersama Miriam.

Pria itu muncul kembali dengan membawa rusa di pundaknya, kemudian menurunkannya tak jauh di depan Leazah. "Mau bergabung untuk makan siang?"

Leazah mengerjap, wajahnya berbinar-binar senang.

Tahulah pengawal itu bahwa Leazah takkan menolak undangannya.

Setelah menambatkan kudanya, pria itu mengulurkan tangannya pada Leazah, menawarkan bantuan untuk gadis itu turun dari kudanya dan bergabung dengan dirinya.

Leazah menyambut uluran tangannya dengan antusias, lalu melompat turun.

Philipus meringkik dan mendengus.

"Carilah makan siangmu sendiri, Philipus!" Leazah menginstruksikan.

Dan serta-merta kuda itu meninggalkan mereka dengan semangat.

Pengawal bayangan itu tersenyum tipis, mengamati Philipus dan Leazah secara bergantian. Lalu mulai bergerak untuk mengumpulkan kayu bakar. "Kau tunggulah di sini," katanya pada Leazah. "Jangan biarkan leopard mencuri makan siang kita." Ia menambahkan, hanya sekadar mencoba menakut-nakuti Leazah untuk menguji keberaniannya.

"Well---yeah, kedengarannya leopard lumayan lezat untuk menu penutup," sahut Leazah tanpa beban. Lalu menarik sebilah pisau yang terselip pada ikat pinggangnya. Bersiap untuk menguliti rusa di bawah kakinya.

Pengawal itu kembali tersenyum, kebanggaan dan kekaguman terpancar dari mata cokelatnya.

Akhirnya akan ada kabar bagus, pikirnya.

Selepas kebersamaan mereka, pengawal bayangan itu mengirimkan pesan kepada kaisar dengan sayap merpati pos kerajaan.

Sementara itu…

Di Nadia, Rasmus baru saja kembali membawa kemenangan dari perang mahal yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

"Pasukan kita telah bertempur dengan kemampuan luar biasa dan penuh keberanian," deklarasi Rasmus di gerbang Arsen ketika rakyat menyambut kepulangannya dengan spektakuler. "Ini kehormatan besar bagiku, untuk berdiri di antara kalian."

"Rasmus the Great!"

"Rasmus the Great!"

Puji-pujian itu menggelegar seperti deru mesin raksasa, yang terapu angin dan menggaung di udara.

Tapi seruan meriah itu seketika berubah menjadi pekik jerit kengerian tatkala seseorang tiba-tiba melesatkan anak panah dari tengah kerumunan dan mengenai bahu kaisar.

Nadia sepertinya masih memiliki musuh!

Rasmus terjungkal dari kudanya, sementara si penyerang segera disergap massa, dan diamankan oleh para tentara.

"Yang mulia!" seorang panglima muda paling terkemuka yang paling dekat dengan raja, Jenderal Jeremiah melompat turun dari kudanya menghampiri kaisar.

Petang itu, Rasmus the Great yang juga dikenal sebagai Dewa Matahari, menyadari bahwa dirinya takkan hidup abadi.

Ia berusaha bangkit dan mengabaikan rasa sakitnya. Kembali ke atas kudanya dengan dibantu Jeremiah dan seorang pendeta. Kemudian berdeham, "Sampai di mana tadi?" katanya seraya menegakkan bahunya, membusungkan dada, mendongakkan rahang dan memaksakan senyum untuk menunjukkan kepada seluruh rakyat bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Seluruh rakyat kembali bersorak dan memujanya.

"Rasmus the Great!"

"Matahari Nadia!"

"King of Kings!"

"God of Gods!"

.

.

.

"Seberapa sering kau diperingatkan untuk tidak berperilaku seperti laki-laki?" Miriam menghardik putrinya seraya mengetatkan rahang namun tetap memunggungi putrinya.

"Well---yeah, sering kali," jawab Leazah tanpa rasa bersalah, mengamati punggung ibunya yang mengenakan pakaian biarawati.

Sejumlah biarawati yang menggelandangnya ke ruangan Miriam tertunduk ketakutan menyaksikan reaksi Leazah yang begitu santai.

"Apa hukumanmu sebelumnya?" Miriam akhirnya berbalik menghadap ke arah Leazah.

"Mencabut hak istimewaku menunggangi kuda, membakar celo kesukaanku—"

"Masih tak cukup mengekangmu?" potong Miriam setengah menghardik.

Seisi ruangan menahan napas kecuali Leazah.

Bersamaan dengan itu, merpati pos kerajaan telah sampai di benteng Arsen.

Seorang pengawal yang berjaga di menara istana Rasmus mengambil pesannya dan menyampaikannya kepada Eleazar, salah satu petinggi royal guard yang bertugas di hadapan raja. Kemudian Eleazar bergegas menuju istana untuk menyampaikan pesan itu kepada Rasmus.

Terpopuler

Comments

Seul Ye

Seul Ye

Pesan apaan? Pesan bersambung wkwk.

2022-10-18

0

Seul Ye

Seul Ye

Gak tau kenapa tiap baca ini tangan seul ikut ngangkat 🤣

2022-10-18

0

Seul Ye

Seul Ye

Belajar ama raja kumari kandam, Le, kalo mau lihai ngeboong 🤣

2022-10-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!