Seorang pria terlihat marah karena baru saja mendapatkan kabar jika anak buahnya sudah menemukan target namun mereka gagal menangkapnya. Sekian lama mencari akhirnya ditemukan namun kegagalan yang harus didapatkan. Sebenarnya bagaimana kinerja para anak buahnya?
"Hanya menangkap satu orang saja, kenapa kalian bisa gagal?" teriak pria itu lantang.
"Sorry, Sir. semua di luar perkiraan!" jawab sang anak buah karena memang demikian dan juga langkah yang salah.
"Di luar perkiraan bagaimana? Kalian semua tidak becus!" teriak pria itu lagi. Sudah ada kesempatan, kenapa mereka justru gagal?
"Kami minta maaf," ucap sang anak buah lagi. Mereka memang sudah salah perhitungan. Seharusnya mereka mengikuti secara diam-diam dan menangkap target saat kesempatan itu datang tapi mereka terlalu cepat mengambil tindakan.
"Lain kali, jangan bertindak gegabah tapi apa kalian yakin jika kalian tidak salah orang?"
"Tentu saja tidak, Sir. kami sangat yakin walau mereka berdua, sebab itu kami tidak bisa menangkapnya," jawab sang anak buah.
"Berdua, dengan siapa?" pria itu mulai penasaran dan ingin tahu.
"Maaf, kami tidak tahu."
Sungguh aneh, kenapa bisa berdua? Tapi itu urusan belakangan. Walau anak buahnya gagal satu hal yang sudah pasti, target yang dia cari berada di Australia. Ini petunjuk yang sangat bagus, sekarang mereka bisa fokus mencari di Australia. Kali ini dia yakin dia bisa menemukannya dan jangan harap bisa lepas lagi saat sudah dapat.
"Sebar orang untuk mencari keberadaannya. Dia pasti tidak berada jauh dari tempat itu dan kali ini jangan sampai gagal!" perintahnya.
"Yes, Sir!" jawab sang anak buah.
Jika menyebar banyak anak buah sudah pasti bisa menemukan target dengan mudah. Mereka bisa berpencar di beberapa tempat untuk menemukan target dan tentunya target mereka tidak boleh lepas untuk yang kedua kalinya.
Sementara itu, orang yang mereka kejar baru saja tiba. Vanila segera mengajak Abraham untuk masuk ke dalam rumah tanpa membuang waktu. Beruntungnya motor itu milik Bilt, dia tidak perlu khawatir jika orang-orang yang mengejar mereka menemukan motor itu. Tinggal meminta Bilt untuk memainkan dramanya nanti agar tidak ada yang tahu jika dialah yang menggunakan motor tersebut.
"Akhirnya kita selamat!" ucap Vanila seraya menjatuhkan dirinya di atas sofa.
"Sebaiknya lain kali kita tidak pergi keluar lagi karena berbahaya!" Abraham juga menjatuhkan diri di sisi Vanila.
"Kau benar, padahal kau sudah menyamar tapi masih saja berbahaya. Lain kali kita pergi camping saja ke hutan. Di sana pasti tidak akan ada yang mengganggu kita," ucap Vanila.
Abraham melepaskan alat untuk menyamar. Apa benar dia yang sedang dikejar? Entah kenapa dia merasa jika orang-orang itu tidak sedang mengejar dirinya. Walau dia hilang ingatan bukan berarti dia bodoh. Dia sangat ingin tahu siapa sesungguhnya Vanila. Kemampuannya membawa motor tidak bisa diremehkan begitu saja.
Melompati pembatas seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang profesional dan dia yakin Vanila tidak mungkin bisa melakukannya tanpa adanya latihan.
"Siapa sebenarnya dirimu, Vanila. Kau tidak seperti gadis biasa," tanya Abraham.
"Aku hanya gadis biasa, Rick," jawab Vanila karena dia memang gadis biasa.
"Tidak mungkin, kau tidak mungkin bisa membawa benda itu dengan begitu lincah jika kau tidak menguasainya dengan baik!"
"Itu hanya keahlianku, tidak lebih."
"Oh, yeah?" Abraham menatapnya curiga.
"Percayalah, membawa benda itu memang keahlianku," jawab Vanila sambil tersenyum manis.
"Baiklah, sekarang jawab aku. Tadi kau memanggil aku dengan sebutan Abraham, apa itu nama asliku?" dia sudah sangat ingin tahu akan hal ini sedari tadi tapi dia menahannya karena situasi tidak memungkinkan.
Vanila menegakkan duduknya, senyumnya langsung hilang. Apa dia memanggil Abraham dengan nama aslinya tadi? Dia benar-benar tidak ingat karena panik.
"Vanila, kenapa kau diam saja? Apa itu nama asliku?" tanya Abraham lagi.
"Ma-Mana mungkin," kilahnya.
"Lalu kenapa kau memanggil aku seperti itu?" Abraham sungguh ingin tahu.
"Aku sedang panik, Rick. Aku mana tahu nama aslimu. Bukankah sudah aku katakan, kita tidak saling mengenal sebelumnya dan aku hanya kebetulan menolongmu saja."
"Benarkah?" Abraham menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Entah kenapa dia merasa Vanila sedang menipunya dan entah kenapa dia merasa ada yang sedang disembunyikan oleh gadis itu darinya.
"Percayalah padaku!"
"Lalu siapa Abraham?" tanyanya lagi.
Vanila menggigit bibir, celaka. Dia benar-benar menggali lubang kuburnya sendiri.
"Kenapa tidak menjawab? Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?"
"Te-Tentu saja tidak. Sesungguhnya Abraham nama kekasihku dulu," Vanila menunduk dan terlihat sedih. Apa pun caranya dia harus membuat Abraham tidak mencurigainya.
"Kau punya kekasih?"
"Tentu saja," wajah diangkat, tatapan mata menerawang dan akting pun dimulai.
"Abraham kekasihku. Sewaktu kami bersama, kami selalu naik motor berdua dan menghabiskan waktu berdua. Maaf jika aku salah memanggil namamu, mungkin aku mengira kau adalah kekasihku yang sudah pergi," jika air matanya sampai menetes maka dia memang harus diberi piala Oscar.
"Apa maksudmu sudah pergi, apa dia mencampakkan dirimu atau?"
Vanila tersenyum tipis, sekali berbohong, dia pasti harus berbohong lagi dan lagi supaya Abraham tidak curiga dengannya.
"Vanila, kenapa tidak menjawab?"
"Dia pergi meninggalkan aku selamanya," Vanila menutup wajahnya dan pura-pura menangis.
Karena iba, Abraham memeluknya. Dia tidak menyangka Vanila pernah mengalami hal seperti itu. Vanila pura-pura menangis terisak namun sesungguhnya dia senang dipeluk Abraham seperti itu.
"Maaf, tidak perlu menangis. Pasti berat ditinggalkan oleh orang yang sangat kau cintai," ucap Abraham. Rasa curiganya menjadi rasa iba. Lagi-Lagi Vanila sukses menipu dirinya.
"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa. Aku hanya belum bisa melupakan dirinya. Mungkin aku mengira dirimu adalah dirinya, sebab itu aku salah memanggil."
"Baiklah, aku hanya heran saja kau memanggil aku dengan sebutan seperti itu," ucap Abraham.
"Maaf," Vanila memeluk Abraham erat. Kesempatan tidak boleh dia sia-siakan.
Abraham juga memeluknya, mereka berdua jadi merasa aneh. Pelukan mereka terlepas, Vanila memalingkan wajahnya yang tersipu. Sungguh perkembangan yang sangat dia harapkan, semoga saja tumbuh sedikit perasaan di hati Abraham untuknya agar di saat rasa benci itu muncul karena perbuatan yang dia lakukan, rasa suka yang ada di hati bisa meredakan emosi Abraham nanti.
"A-Aku mau mandi," ucap Vanila seraya beranjak.
Abraham memperhatikan kepergiannya, rasa iba yang dia rasakan sudah pergi dan digantikan dengan rasa curiga. Abraham? Dia merasa nama itu sangat familiar. Dia bahkan merasa nama itu begitu tidak asing dengan dirinya. Apakah benar Vanila hanya salah memanggil namanya saja? Sebaiknya dia mencari tahu hal ini nanti.
Di dalam kamar mandi, Vanila mencuci wajah dan memandangi dirinya di depan cermin. Jika dia terus-terusan salah bicara maka Abraham akan curiga dan cepat tahu. Sebaiknya dia berhati-hati dalam berbicara tapi jujur saja, dia tidak sadar memanggil nama Abraham tadi.
Semoga kejadian itu tidak terulang kembali, bisa celaka. Abraham percaya dengan alasan yang diberikan saja sudah bagus tapi dia yakin lain kali Abraham tidak mungkin mempercayainya dengan mudah namun dia tidak tahu jika Abraham sudah menyimpan sedikit rasa curiga pada dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Mut Shemut
pepet terooosss
2023-05-08
0
Cata Leya
di saat abraham ingat smuany..ehh si pelaku dh kabur hahaaa psti seruuu
2023-02-28
0
Tiara
oooh kak reni di setiap bab ceritamu selalu bikin jantung ku mau loncat saking tegang nya
2023-02-15
0