Abraham terbangun dengan rasa sakit kepala luar biasa. Dia bahkan berteriak tertahan karena rasa sakit yang tidak tertahankan di kepalanya. Rumah sudah sepi karena Vanila sudah pergi bekerja. Abraham hanya bisa berbaring menahan rasa sakitnya. Sungguh, hidupnya benar-benar hampa bagaikan seorang pecundang.
Ini pertama kalinya dia merasakan sakit kepala seperti itu setelah hilang ingatan. Rasa sakit itu muncul akibat serpihan ingatan yang sedang dia kumpulkan. Setelah mencium bibir Vanila, Abraham mencoba mengingat banyak hal namun hanya sakit kepala yang dia dapatkan. Dia berusaha bertahan dan hasilnya, kepalanya sakit luar biasa setelah terbangun dari tidur.
Di balik rasa sakit yang dia rasakan, samar-samar ingatannya muncul. Dia ingat dengan seorang wanita bernama Renata yang selalu bersama dengannya. Walau dia belum bisa mengingat apa hubungan mereka namun beberapa hal sudah dapat dia ingat tapi semua itu belumlah cukup.
Perlahan-lahan rasa sakit itu pun hilang, Abraham mengatur napasnya yang terengah. Apa dia akan terus merasa sakit kepala jika ingin mendapatkan ingatannya kembali? Semoga saja tidak namun dari semua serpihan ingatan yang dia dapatkan, dia tidak mengingat apa pun tentang orang-orang yang mengejar dan ingin membunuhnya seperti yang Vanila katakan.
Rasa curiga akan gadis itu semakin memenuhi hati, jika sampai Vanila menipu dirinya, tidak akan dia maafkan dan tidak akan pula dia lepaskan walau gadis itu sudah memberinya tumpangan dan kecurigaannya akan terbukti nanti.
Vanila menghembuskan napas beratnya. Sungguh dia sedang dalam dilema. Pikirannya kacau, dia sedang mencari keputusan yang tepat untuk apa yang dia lakukan. Keberadaan anak buah sang kakak yang mengejarnya sudah membuatnya tidak aman berada di kota itu. Ingatan Abraham yang dia yakini sudah mulai kembali juga mulai menjadi ancaman untuknya.
Sekarang dia sangat menyadari jika tindakan nekad yang dia lakukan sangatlah salah tapi waktu itu dia benar-benar tidak berniat membuat Abraham hilang ingatan. Dia hanya ingin menculiknya lalu menyekapnya beberapa hari tapi yang terjadi justru di luar dugaan.
Sebelum tipu muslihatnya ketahuan, sebelum ingatan Abraham kembali dan sebelum dia tertangkap dan ditarik pulang, dia sangat ingin melakukan sesuatu yang berkesan dengan Abraham. Setidaknya dia memiliki sebuah kenangan indah dengan pria yang dia sukai karena dia tahu, dia tidak akan punya kesempatan lagi untuk melakukannya.
Vanila kembali menghela napas, tentunya hal itu membuat Bilt gusar. bahu Vanila di tepuk dengan keras sehingga Vanila menjerit karena sakit.
"Apa yang kau lakukan?" teriak Vanila sambil memegangi bahunya.
"Jangan melamun, kerja yang benar!" ucap Bilt.
"Aku sedang pusing," ucap Vanila.
"Kenapa, biasanya kau selalu melakukan apa yang kau mau tanpa pikir panjang jadi jangan sok pusing!"
"Aku serius, Bilt. Sepertinya aku sudah membuat kesalahan besar dengan menculik Abraham."
"Wah, akhirnya kau sadar juga tapi sepertinya sudah terlambat, Vanila. Abraham pasti tidak akan tinggal diam saja setelah ingatannya pulih dan kau harus ingat, jangan libatkan aku!"
"Aku tahu, kau tidak perlu khawatir akan hal itu!" semua perbuatan pasti ada risikonya, dia sangat tahu itu dan dia tahu risiko dari perbuatannya tidaklah main-main.
"Apa yang hendak kau lakukan saat ingatannya kembali. Apa kau akan melarikan diri atau kau akan bersembunyi?" tanya Bilt. Hanya dua kemungkinan itu saja yang bisa dilakukan oleh Vanila agar dia selamat dari amarah Abraham.
"Entahlah, apa pun yang terjadi nanti tidak masalah asalkan aku sudah bisa melewatkan hal menyenangkan dengannya karena selama ini hidupku memang tidaklah berarti," ucap Vanila sambil tersenyum manis.
"Apa maksudmu, kenapa kau berkata demikian?" Bilt merasa ada yang disembunyikan oleh Vanila. Dia juga merasa iba dengan gadis itu. Selama ini Vanila memang tidak pernah membicarakan kehidupannya, sungguh gadis yang misterius.
"Tidak ada apa-apa, aku ingin pergi camping dengan Abraham untuk membuat kenangan berdua. Apa kau bisa merekomendasikan tempat bagus untukku?"
"Camping, kalian berdua?" Bilt menatapnya dengan tatapan serius.
"Yes, apakah aneh?"
"Tentu saja, wanita dan pria berada di tempat sepi berduaan? Jangan sampai melakukan sesuatu yang bisa kau sesali di kemudian hari!" Bilt mengingatkan.
"Tidak akan, aku hanya ingin mengajaknya menikmati alam dan membuat kenangan. Di luar sana sangat berbahaya jadi lebih baik kami pergi ke alam karena di sana lebih aman."
"Hei, apa maksudmu? Apa terjadi sesuatu saat kau pergi dengannya menggunakan motorku?" tanya Bilt curiga.
"Ti-tidak, motormu aman dan tidak lecet sama sekali tapi jika ada yang mencegatmu dan bertanya siapa yang menggunakan motor itu jangan pernah katakan jika aku yang menggunakannya!" pinta Vanila. Dia hampir melupakan hal ini. Dia harap Bilt masih mau diajak bekerja sama.
"Menyebalkan, lagi-lagi kau membuat aku dalam masalah!"
"Jangan marah, kejadian itu terjadi tanpa terduga jadi sekarang katakan padaku, di mana aku bisa camping untuk menikmati pemandangan indah?"
Bilt mendengus, walau menyebalkan tapi entah kenapa dia tidak bisa membenci Vanila. Gadis itu terkadang terlihat ceria, terkadang juga terlihat sedih seperti ada sebuah beban yang dia sedang dia pikirkan.
"Kau tahu tempat bagus tidak?" tanya Vanila dengan tatapan melotot karena Bilt tidak menjawab.
"Tentu saja, sahabatku memiliki sebuah kabin. Aku bisa meminjam kabin itu untukmu nanti tapi ingat, jangan merusak apa pun yang ada di sana!"
"Benarkah, apa kau tidak berbohong?" Vanila tampak senang, wajahnya bahkan berseri. Menghabiskan waktu di kabin berdua dengan Abraham? Pasti akan banyak kenangan indah yang mereka buat di sana. Memancing, piknik, dia bahkan sudah membayangkannya.
"Untuk apa aku berbohong. Walau kau menyebalkan tapi aku iba denganmu!" ucap Bilt.
"Oh, Bilt. Kau benar-benar sahabat terbaik yang pernah aku miliki!" Vanila memeluknya, dia tidak akan melupakan persahabatan mereka. Setidaknya dia memiliki seorang sahabat seperti Bilt di masa pelariannya. Dia tahu mereka tidak akan bisa bersahabat begitu lama karena saat di sudah tertangkap, mereka tidak akan bisa bertemu lagi.
"Tidak perlu memelukku, sebaiknya traktir aku minum. Aku lebih suka itu dari pada pelukanmu yang berbahaya. Jangan sampai aku menjadi target kedua dari aksi gilamu setelah pria itu karena aku tidak akan mau!"
Vanila terkekeh, tidak akan ada target kedua setelah ini. Selain menculik Abraham,dia tidak berminat menculik yang lainnya jadi tidak akan pernah ada target yang kedua.
"Aku akan traktir segelas minuman," Vanila mengambil gelas untuk meracik minuman.
"Yang mahal, aku tidak terima yang murah!" ucap Bilt.
"Tidak perlu khawatir, tapi tolong bayarkan terlebih dahulu."
"What the hell?!" Bilt hampir saja memekik.. Traktiran macam apa itu? Kenapa dia yang harus membayarnya?
Vanila terkekeh, minuman yang sudah di racik di tuang ke dalam gelas. Dia hanya bercanda karena dia senang membuat Bilt kesal.
"Ini untukmu," Vanila memberikan minuman yang sudah dia racik pada Bilt.
"Awas jika tidak enak!"
"Di jamin enak!" Vanila membersihkan gelas yang baru dia gunakan.
Beruntungnya pengunjung bar masih sedikit sehingga mereka bisa berbincang sambil bekerja. Pengunjung akan semakin ramai saat malam, jadi mereka bisa santai sejenak sebelum mereka benar-benar disibukkan dengan pekerjaan mereka.
Mereka kembali berbincang, membicarakan kabin yang hendak Bilt pinjamkan. Vanila terlihat tidak sabar, sungguh rasanya sudah sangat ingin pergi ke sana bersama dengan Abraham. Dia rasa Abraham akan senang dan dia yakin, hubungan mereka akan semakin dekat nantinya saat berada di tempat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Ass Yfa
kayaknya kakaknya Vanila.. Norman itu deh
2023-11-26
0
Siti Rohaemy
🤦🤦🤣🤣🤣🤣
2023-01-07
0
Siti Rohaemy
semoga ketika semua nya terbukti, ada sedikit rasa yg tertinggal untuk Vanila 😢🙏
2023-01-07
2