Suara ketukan di pintu mengagetkan Abraham yang saat itu berada di ruang tamu untuk menonton televisi. Abraham segera menurunkan volume suara televisi, dia juga terlihat waspada karena bisa saja orang yang berada di luar sana adalah orang-orang yang mencarinya.
Sesuai dengan permintaan Vanila, Bilt datang untuk mengetuk pintu dan menakuti Abraham. Sesungguhnya dia tidak mau melakukan hal konyol tersebut tapi jika tidak dia lakukan maka Vanila akan cerewet secerewet ibu mertua. Dari pada pusing jadi lakukan saja apalagi dia memang selalu lewat di depan rumah Vanila.
"Apa ada orang? Aku sedang mencari seorang pria!" Bilt berusaha mengubah suaranya dan kembali mengetuk pintu dengan keras layaknya seorang penagih hutang. Akting sudah sangat bagus, semua gara-gara si gila Vanila. Dia jadi iba dengan Abraham Aldway, semoga saja pria itu tidak terlalu membenci Vanila setelah ingatannya kembali.
"Apa ada orang?" Bilt kembali mengedor.
Abraham beranjak dengan perlahan, sepertinya yang Vanila katakan sangat benar jika berbahaya di luar sana tapi jujur saja dia bosan berada di rumah tanpa melakukan apa pun. Dia juga tidak enak hati karena harus menumpang di rumah Vanila begitu lama. Rasanya jadi seperti seorang pencundang yang tidak bisa melakukan apa pun.
Suara ketukan tidak terdengar lagi, di luar sana terdengar begitu sepi. Sepertinya sudah tidak ada orang jadi Abraham bergegas masuk ke dalam kamar Vanila. Gadis itu masih tidur, itu karena dia begitu mengantuk. Lagi pula dia baru tidur saat subuh, jadi dia butuh tidur yang banyak.
Abraham naik ke atas ranjang, dia mendekati Vanila dengan perlahan. Tatapan matanya tidak lepas dari Vanila. Dia mencoba mengingat sesuatu namun sulit. Dia ingin mencoba mengingat, dia bahkan menyingkirkan rambut Vanila yang menutupi wajahnya. Mungkin dengan begitu dia bisa mengingat sesuatu.
Setelah menyingkirkan rambut Vanila, jari Abraham bermain di garis wajah gadis itu. Yeah, dia pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya. Perasaan itu pernah dia rasakan, seorang wanita selalu berbaring di sisinya. Lagi-lagi sebuah kerinduan memenuhi hati, kerinduan yang sangat dalam.
"Ada apa, kenapa kau terlihat cemas?" mata Vanila sudah terbuka, senyuman menghiasi wajahnya karena dia sangat senang begitu terbangun bisa melihat wajah tampan Abraham.
"Hm, tidak!" Abraham menarik tangannya dengan terburu-buru.
"Tidak bagaimana, apa kau telah mengingat sesuatu?"
Abraham menghela napas dan bersandar di ranjang. Vanila juga beranjak dan duduk di dekatnya. Dia masih terlihat mengantuk, rambutnya bahkan terlihat berantakan karena baru bangun. Abraham melirik ke arahnya sejenak, pria itu berusaha tersenyum walau dia merasa sangat tidak berguna saat ini.
"Kenapa memandangi aku seperti itu?" tanya Vanila seraya menggeser duduknya agar dia bisa duduk di sisi Abraham.
"Aku sangat merasa tidak berguna, Vanila. Sebagai seorang lelaki aku merasa sangat tidak berguna. Aku tidak bisa melakukan apa pun, aku bahkan hanya bisa merepotkan dirimu saja."
"Hei, jangan berbicara seperti itu," Vanila memeluk lengannya dan bersandar di sana.
"Keadaanmu sedang tidak ingat dengan apa pun, jadi jangan menyalahkan diri. Dari pada kau memaksakan diri untuk mengingat siapa dirimu dan siapa wanita yang selalu ada di dalam bayanganmu bukankah lebih baik kita buat kenangan baru berdua?"
"Bagaimana, Vanila? Aku tidak bisa keluar, seseorang mengetuk pintu rumahmu dan sepertinya orang itu mencari aku!"
"Benarkah?" Vanila menatapnya lekat. Tidak mungkin orang yang mengetuk pintu adalah anak buah Abraham, mungkin saja itu Bilt yang sedang menjalankan tugasnya dengan baik.
"Yeah... seperti yang kau katakan, di luar sana sangat berbahaya bagiku. Aku hanya bisa berada di dalam rumah sepanjang hari sampai ingatanku pulih tanpa bisa pergi ke mana pun."
"Siapa bilang, apa kau mau jalan-jalan keluar?" tanya Vanila.
"Tidak, aku tidak mau mengambil risiko."
"Tidak perlu khawatir, aku akan membelikan alat menyamar untukmu nanti. Aku akan membawamu ke tempat bagus setelah aku pulang kerja nanti."
"Apa kau yakin akan aman aku keluar walau menyamar?"
"Tenang saja, mereka tidak akan mencarimu saat subuh. Aku akan mengajakmu menikmati kota ini dari tempat-tempat yang bagus."
"Apa kau sudah lama tinggal di sini, Vanila?"
"Tentu saja, aku lahir dan besar di kota ini," dusta Vanila padahal dia hanya seorang pelarian.
"Kau pasti kesepian karena tinggal seorang diri," Abraham merangkul bahu Vanila, gadis itu sedikit terkejut namun senyum menghiasi wajah Karena dia sangat senang.
"Tidak juga, aku sudah terbiasa karena aku suka berpetualangan."
"Oh, yeah? Apa saja yang suka kau lakukan?" saling mengenal seperti itu tidak jadi soal. Lagi pula tidak ada yang dia lakukan.
"Aku pecinta alam, aku suka pergi camping. Oh, bagaimana jika kita pergi camping berdua? Aku rasa kau akan suka," mungkin mengajak Abraham camping akan memberikan kenangan yang tidak akan dia lupakan nantinya.
"Boleh juga, mungkin aku bisa mengingat sesuatu saat di alam terbuka nanti," jawab Abraham.
"Oke, keputusan sudah dibuat. Aku akan mencari waktu yang tepat dan tempat bagus. Aku juga akan meminta cuti agar kita bisa pergi camping dan kita akan membuat kenangan baru," ucap Vanila. Senyum menghiasi wajahnya yang manis karena dia senang Abraham setuju dengan ajakannya. Dia akan membuat kenangan indah yang tidak akan dilupakan bersama dengan Abraham nantinya.
"Apa tidak apa-apa, Vanila?"
"Tentu saja tidak," jawab Vanila. Senyum manisnya semakin mekar.
"Sebaiknya kita membuat kenangan baru agar suatu saat ingatanmu sudah kembali, kau tidak akan melupakan aku," ucapnya lagi.
"Aku pasti akan mengingatmu," tangan Abraham bergerak naik untuk memberikan usapan di kepala Vanila.
"Aku tidak mungkin melupakan penolongku jadi selama ingatanku ini belum kembali, kita buat kenangan yang tidak akan kita lupakan di kemudian hari walau kita akan berpisah nantinya."
Vanila tersenyum tipis, yang Abraham katakan sangat benar. Saat Abraham sudah ingat dan tahu jika dialah yang telah membuatnya hilang ingatan maka Abraham akan sangat membencinya dan mereka akan berpisah oleh jarak yang ada. Walau dia sangat berharap hal itu tidak terjadi tapi dia tahu risiko dari perbuatan yang dia lakukan.
"Baiklah, sudah diputuskan," Vanila mengangkat kedua tangannya ke atas sambil menguap.
"Aku masih mengantuk, jadi aku mau tidur lagi. kau tidak perlu khawatir, selama kau tidak membuka pintu maka tidak akan ada yang tahu keberadaanmu," ucap Vanila.
"Boleh aku bergabung?" Abraham juga berbaring di sisi Vanila.
"Apa kau juga mengantuk?" tatapan Vanila tidak lepas darinya.
"Tidak, aku bosan jadi lebih baik aku menemanimu tidur."
Vanila tersenyum dan memejamkan mata, rasanya sangat ingin masuk ke dalam pelukan Abraham dan tidur di dalam pelukannya tapi dia malu melakukannya. Jangan sampai Abraham menganggapnya wanita murahan yang bisa memeluk lelaki dengan mudah.
Abraham diam saja, menatap wajah cantik Vanila. Jika ingatannya sudah kembali dan ternyata dia tidak memiliki kekasih, sepertinya dia bisa mengajak Vanila tinggal dengannya walau dia tidak tahu dia tinggal di mana tapi jika dia memiliki kekasih pun, dia dan Vanila bisa menjadi sahabat baik tapi ketika dia sudah ingat dan tahu siapa sebenarnya Vanila, apa dia masih akan berpikir demikian? Rasanya tidak mungkin ditambah jika Vanila'lah yang sudah membuatnya jadi seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Nabila
oh iya baru ingat aku adek Jacob itu Selvia
2023-04-05
0
Nabila
wkwkwkkkk 🤣🤣🤣🤣 .. pokok nya kalau masih anak cucu keturunan smith pasti tingkah nya ada2 aja cewek maupun cowok .. ini Vanila keturunan dari generasi siapa . kok kabur2 ke Australia .. seingat ku Australia itu rumah penigalan kakek smith dan nenek Ayuni yg keturunan China itu orang tuan Jhon smit adek nya jhon cewek lupa ku nm nya dulu yg pernah kabur tingal di Australia terus kenal cowok dari Inggris yg bernama Abraha . .. Hhhhhh 😁🤭 sampe lupa aku nm dari keturuna kerajaan Smith mafia .
2023-04-04
2
Siti Rohaemy
semoga Abraham tidak terlalu membenci Vanila nanti..🙏
2023-01-07
0