Keesokan harinya Haidar sudah tertidur diatas sajadahnya, ternyata dia galau setengah mati usai bertengkar dengan Keyasa. Perihal pesan singkat, mata Haidar sembab.
“Apakaha kau menangis?”
“Tidak Bu, semalam aku bergadang ups.” Keceplosan.
“Bergadang kalau tidak bab penting lebih baik tidur, ingat bergadang tiada artinya kalau tidak ada manfaatnya!” ayah Haidar menegur putranya.
“Iya Yah, maaf. Lain kali saya akan tidur lebih awal.”
“Haidar, jangan dengarkan ayahmu beicara tapi terapkan dengan baik. Menjadi seorang putra dari tokoh agama itu baik dimata masyarakat. Kamu adalah calon menantu orang terkemuka dan terpandang. Jangan berhubungan lagi dengan Keyasa dan Alisa!” tegas ibunya.
Tangan Haidar yang memegang sendok menjadi bengkong karena menahan arahnya. Pak Wahid bukanlah sosok biasa amun seorang pemuka agama sekaligus tuan tanah. Beliau orang yang sangat berpengaruh dan dekat dengan pejabat pemerintahan.
Didalam kamar, haidar terduduk dilantai kamarnya sambil meratap sedih. Nasibnya yang sama dengan kak Yasmin harus terulang kembali kepada dirinya. Menjadi anak angkat bukanlah keinginannya, andai bisa Haidar memilih tetap tinggal di Aceh bersama kak Yasmin. Mungkin mereka tidak akan dijodohkan paksa.
“Ya Alloh huhuhuhuhu.... Hamba tidak mampu menjadi anak yang berbakti, tapi hamba ingin menentukan jalan hidup hamba sendiri huhuhuhu.” Sedu sedih Haidar yang tengah dirundung pilu.
Walaupun Haidar seorang pemuda yang yang santun, namun dia masih memiliki sikap tersembunyi. Dibalik keluarga yang agamis dan harmonis, ada hati anak-anak yang meronta karena perjodohan paksa.
Brakkkk... Brakkk... “Haidar... Haidarrr buka pintunya!” perintah ibu Haidar dengan nada tinggi.”
Sembari mengusap air matanya, Haidar memantaskan kembali pecinya agar terlihat rapi lagi.” Iya Bu,” jawabnya singkat.
Setelah pintu terbuka, ibunya masuk lalu berdiri di depan pintu almari baju Haidar. “Ibu, ada apa tumben masuk kamarku?”
“Lekas berikan ponselmu!” perintah ibunya.
“Ponsel, untuk apa Bu?”
“Pokok ya berikan ya berikan!” gertak ibunya semakin keras.
Ponsel Haidar yang disimpan dalam almari baju itu berada diantara selipan baju-baju Haidar. Dan benar seperti naluri wanita diseluruh dunia itu benar. Ibu Haidar yakin kalo ponsel anaknya berada di dalam almari.
“Mulai sekarang, selain urusan sama mbakmu Yasmin. Ponselmu Ibu sita!”
“Tapi kalau aku ada perlu sama teman pondok bagaimana Bu?”
“Apa kau mau ibu Pondokkan di Magelang?” tantang ibunya.
“Tidak Bu,” menunduk kepalanya.
“Bagus, jangan pernah memberikan harapan kepada wanita yang tak akan pernah aku berikan restu. Karena sebagai anak yang berbakti kepada orang tua yang sudah merawat, membesarkanmu dan sekaligus menjamin hidupmu. Wajib kau taati perintahnya, jika kau melawan maka durhaka sebutanmu, mengerti!”
Hati Haidar remuk redam tersayat-sayat mendengar ucapan yang lebih tepat menjadi ancaman untuknya.
“Astagfirullah...Ya Alloh, apa pantas seorang ibu yang paham ilmu agama tapi menekan anaknya begini.” Haidar mengambil nafasnya dalam-dalam.
Sesekali Haidar merasakan kepalanya pusing migrain. Sejak ia kembali kerumah, dirinya sering berpikir keras tentang perjodohan paksa dengan Adiba, hilang kontak dengan Alisa dan kisruh Asmara dari Keyasa. Orang lain menilai Haidar adalah anak yang beruntung diangkat anak oleh keluarga pemuka agama, disisi lain ada beban moral dirinya harus tampak lebih menonjol.
*
*
*
KUDUS,
Lowongan kerja untuk lulusan menengah atas sangatlah sulit untuk mendapatkan pekerjaaan. Nur dan Keyasa pergi membuat dokumen persyaratan pelamar kerja. Mereka yang masih awam dalam dunia kerja berandai-andai.
“Rasanya ingin kawin saja biar ada yang nafkahi, dirumah tinggal ngurua anak. Duh senangnya hati adek,” celetuk Nur.
“Ya apa enaknya lah Nur, kita masih muda kok keburu nikah. Apa tidak sayang belum puas menikmati masa muda sudah menyandang status istri dan ibu. Nanti nyesel lo saat teman sebayamu bawa tas, eh kamu gending anak.”
“Ya bedalah Key, namanya perempuan itu jalur aman ya nikah dan beranak pinak yang banyak. Biar suami yang bertanggungjawab cari nafkah. Lah kita susah-susah cari kerja macam ini saingan banyak iya. Boro-boro keterima Key, masih seleksi lagi.”
“La niat cari kerja kalau tidak ada kenalan ya gini resikonya. Beda cerita kalau dari kasta orang kaya, tinggal minta kerjaan biar sibuk. Padahal uangnya sudah banyak.”
“Lah betul itu Key, uang banyak, suami kaya dan punya anak. Wah pas tepat itu sama cita-citaku heheheh.”
“Nglantur saja ngomongmu Nur, kalau mau berobat aku antar ke Apotek siapa tahu otakmu rada tidak beres mikirnya nikahhhh mululu.”
Walaupun sibuk, namun Keyasa tidak lagi berpikiran macam-macam lagi mengenai Haidar. Dia bercerita bila dia belum membalas pesannya bisa jadi sibuk atau sinyal buruk. Dari laman media sosial Facebook miliknya, Keyasa tak sengaja melihat akun milik Abi. Dan benar saja, bahwa Haidar juga berteman disana. Jadilan Keyasa mencari tahu aktifitas Haidar melalui kolom komentar dan siapa saja teman wanitanya.
“Key, matamu kalau melihat ponsel sampai merah bahaya lo!”
“Aku melihat komenan mesra Haidar dengan temannya, apa hubungan mereka. Kenada Haidar sering ditandai?”
“Owalah Key Key, Haidar itukan cowok kan. Suda pastilah para cewek-cewek yang berkomentar. Ya kalau Abi yang mengomentari sudah pasti para Guru. Orang dia ikut ujian susulan, sudahlah tanyakan saja pada temannya itu atau tanyakan saja langsung pada Haidar.”
“Sejak tadi pagi ponselnya tidak Aktif Nur, aku khawatir dia melakukan perseorangan.”
“Eleh, jangan mikir yang tidak-tidak lo Key. Takutnya kalau jadi beneran nanti kamu yang tangisan. Percayalah deh sama omonganku, ketika kekhawatiranmu menjadi sebuah kenyataan itulah gambaran buruk yang di aminkan oleh syeitan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Indri Hapsari
nolak perjodohan gpp kok dar,.. eh, itu key jadi stalker ya 😁
2020-12-18
0
Nur Afuah
emaknya jahat banget tu bang,,main maksa2 Mulu,,seruh aja emaknya yg nikah lagi
2020-12-09
0
fieThaa
Kalo nulis yg niat bang, kebiasaan nih salah masukin bab
2020-12-06
0