ADEGAN HAIDAR,
“Bi, kamu jadi ikut ke Demak kan?” Tanya Haidar sekali lagi.
“Iya, iniloh lagi masukin kitab-kitab. Tahu sendirikan tugas dari pondok setoran.” Abi memasukkan dua kitab kedalam ranselnya.
“Gak usah bawa baju banyak, nanti kita bisa joinan.”
“Ah kamu, panu aja ikut di join kok. Sudah kebal lah aku sama ulahmu, oleh-oleh dari pondok kalau bukan kutuan kok panuan.”
“Ayolah kawan, sudah tradisi itu. Jangan di sesali jika kita emang panuan hahaha.” Haidar tertawakan hal konyol.
“Dahlah yok kita berangkat, keburu ditinggal bis.” Abi menggendong ranselnya.
“Yok ah, ibuku sudah masak banyak.” Naluri anak pondok yang kangen masakan rumah.
Perjalan untuk mencapai tujuan di Demak tidaklah lama. Karena Dua Kabupaten ini memang bertetangga dekat. Ayah Haidar sudah standby dengan Kijang kapsulnya.
“Assalamualaikum, pak?” mencium tangan ayahnya.
“Assalamualaikum, pak dhe.” Abi juga melakukan hal yang sama.
“Wa’alaikum sallam, ayo naik ke mobil. Kita mampir beli lontong.”
“Njeh pak,” jawab Haidar.
“Bapak dapat pesenan lontong dari ibumu, dia sedang sakit gigi. Makanya dia nyari makanan yang empuk-empuk.” Ucap ayah Haidar.
“Loh, ibu sakit ya pak? Sudah di periksakan ke Dokter belum?”
“Sudah, ke Puskesmas hari Rabu kemaren lusa.” Bercerita sambil menyetir mobilnya.
Tibalah di sebuah warung tenda di pinggir jalan. Abi yang tertidur di jog penumpang mengelap ilernya yang menetes.
“Yah, padahal baru sebentar tidur slreeeepppp.” Mengelap air ilernya.
“Kita mampir di warung lontong, ayo turun.” Mendengar ucapan Haidar barusan Abi semangat ’45.
“Yok ah, 2 porsi ya?” Canda Abi.
“Iya boleh, murah kok.” Jawab ayah Haidar yang mendengar perkataan Abi.
“Maaf ya Pak, temanku memang ada rakus-rakusnya. Soalnya kami di pondok hidup prihatin.” Haidar malu menyampaikannya.
“Gak masalah Le ( adalah panggilan daerah khusus anak lelaki) dulu Bapakmu juga begitu waktu mondok. Malah bawa panci, wajan dan piring seng dari rumah. Dulu kalau bapak mau masak ramban (memetik) sayuran di pekarangan pondok dan warga sekitar. Kalau sekarang mah sudah modern, selain tanah pertanian berkurang. Juga faktor efisiensi waktu mengaji yang sudah berbeda. Kalau dulu bapak mondok kan khusus mengkaji ilmu agama. Sekarang pondok harus sekolah sistem pendidikan dari Pemerintah.” Ayah Haidar bercerita perbandingan mondok dari waktu ke waktu.
Kondisi warung kaki lima ini memang ramai pembeli. Selain harganya yang murah dan ramah di kantong. Juga mengenyangkan penikmat masakan khas ini.
“Jadi Abi pesan 1 porsi lagi?”
“Sampun (sudah) pak dhe,” sambil cengengesan memegang mendoan tempe anget-anget.
“Tumben gak nambah Bi,” Haidar melihat Abi kekenyangan.
“Orang porsinya jumbo Dar, yah perutku otomatis muntel (penuh).” Menunjukkan buncitnya.
“Gak papa, buncit asal kerjanya yang rajin ya. Nanti bantu-bantu pak dhe di sawah sama Haidar.”
Setiap datang libur, Haidar pulang ke kampungnya di Demak. Dia membantu ayahnya di sawah. Karena sudah masuk musim panas. Sawah milih ayah Haidar ditanami aneka macam sayuran. Biasanya ibu Haidar menjualnya di pasar. Begitulah gambaran tentang pekerjaan orang tua angkat Haidar. Seorang anak angkat dari korban Tsunami dari Aceh. Pada saat terjadi Tsunami aceh pada tahun 2004 silam. Ayah Haidar ikut dalam relawan membantu korban bencana. Beliau tanpa sengaja menemukan Haidar kecil yang tertimbun di reruntuhan bangunan rumahnya. Dia ditemukan setelah tiga hari masa pencarian oleh tim SAR. Dan akhirnya dengan bantuan peralatan seadanya. Karena kerusakan parah akibat Tsunami tersebut. Maka nyawa Haidarlah yang bisa diselamatkan. Jasad ibunya sudah mulai membusuk dang mengeluarkan bau tak sedap. Sejak saat itulah, Haidar sebatang kara. Karena saat terjadi kejadian Tsunami. Ayahnya tengah merantau di kebun karet. Sebagai penyadap getah karet, lebih tepatnya di Propinsi Riau. Sampai saat ini baik kabar ayahnya Haidar belum tahu masih hidup atau sudah tiada juga. Karena ayah angkat Haidar menikah sudah lama. Dan umur sudah lanjut, sangat sulit untuk memiliki keturunan. Dengan pertimbangan kemanusiaan dan niat ibadah pula. Haidar di adopsi tidak sendirian, di penampungan para korban. Ternyata Haidar bertemu dengan kakaknya yang selamat. Mereka berdua akhirnya diboyong ke Jawa. Lalu memulai hidup baru, sebagai anak angkat.
Waktu terus berjalan seiring waktu, kakak Haidar yang memiliki paras Ayu rupawan itu. Akhirnya di pinang anak juragan beras dari Sragen. Awalnya kakak Haidar menolak dinikahkan dini. Waktu itu baru Tiga bulan lulus SMP, yang menurut orang jaman dulu. Usia yang pas untuk menikah. Padahal idealnnya gadis seusia itu lagi merasakan pubertas. Karena desakan orang tua lah, akhirnya kak Yasmin. Menerima pinangan itu dengan berat hati. Sekarang kak yasmin sudah hamil anak pertama. Tinggal menunggumu beberapa bulan lagi. Haidar akan memiliki ponakan.
“Nah, itu ibumu dan mbak Yasmin sudah menunggumu.” Mobil Kijang kapsul berhenti di halaman rumah.
“Weh kamu pulang ya Le,” sambut hangat ibu Haidar yang memaki koyo di pipinya.
“Assalamualaikum, bu.” Haidar mencium tangan ibunya. Lalu diikuti Abi melakukan hal yang serupa. Sopan santun guys, jangan asal srudak-sruduk!
“Wa’alaikum sallam, ayo masuk. Ini temennya Haidar ya, yang sering diceritakan itu. Abi ya kalau gak salah?”
“Iya bu, saya Abi.” Memasang senyum Pepsodent.
“Wah adek mbak udah perjaka juga ya ternyata, sebentar lagi punya pacar nich.” Kak Yasmin berjalan dengan perut besarnya.
“Pacar apa sih mbak, masih sekolah kok. Mikir ujian sudah berat hemmm.” Tolak Haidar.
“Anak pondok gak boleh pacaran mbak, bisa di keluarkan.” Saut Abi.
“Kalau di keluarkan enak dong, bisa langsung nikah kayak mbak.” Nah ini perkataan racun, ciri-ciri orang yang nikah muda (Author said).
“Haiiiiisssshh, sudah ayo masuk. Adekmu lagi datang dari pondok sudah bahas nikah-nikahan.” Ibu Haidar menyudahi percakapan kakak-adik.
“Ini bu, lontong pesananmu.” Hampir saja kelupaan menyerahkan oleh-oleh.
“Terimakasih ya pak, ibu memang belum minum obat. Kalau sudah makan kan enaknya minum obat, duh gigiku ini linu sekali.” Memegangi pipinya yang bengkak.
“Ibu sakit giginya apa ya?” Haidar melihat ngeri pipi bengkak ibunya.
“Itu loh gigi berlubang, sepertinya nanahan gusinya.”
“Sudah aku bilang untuk cabut saja, ngeyel sih.” Sahut kak Yasmin.
“Heh bocah, sakit ya cabut gigi.” Alasan klise seorang pasien.
“Kan pake biuslah bu, disuntik gusinya. Lalu dicabuy giginya.” Kak Yasmin menjelaskan menambah takut ibunya.
“Hiiiii kok ngeri ya, gak ah.”
“Bu, besok Haidar antar ya. Tak temenin ke mantri gigi untuk dicabut. Kasihan ibu kalau giginya kumat, gak enak makan dan gak ngapa-ngapain.” Haidar merayu.
Setelah dipikir-pikir, memang betul apa kata Haidar. Selama ini giginya yang berlubang memang bermasalah. Mantri pun menyarankan untuk di cabut saja. Kalau giginya yang jelek sudah dibuang kan enak mau ngapa-ngapain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Ihsan Zahra
smangat ya thor, ceritanya seru, mampir dinovelku jg dong *Sakitnya Ditinggal Nikah* tlong kritik n sarannya y
2023-02-23
0
LaetuLe
ngakak Thor😅😅😅seru lucu ceritanya seperti realita.
2021-01-27
1
Indri Hapsari
Rupanya Haidar anak angkat, makin seru nih
2020-10-31
1