Tawanan Vampir
"Din, belum mau pulang?" tanya Justin, manajer restoran.
"Belum, Pak. Tugas saya belum selesai," jawab Vladine.
"Kalau begitu saya taruh kunci di atas meja kasir, saya harus pulang sekarang, karena ada urusan mendadak," jelas Justin.
"Baik, Pak," jawab Vladine.
Sesaat setelah manajer Justin pulang, tiba-tiba ia merasakan hawa dingin yang menyerbak, lalu ia melihat udara di luar tertutup dengan kabut.
"Mungkin sedikit lagi akan turun hujan, aku harus segera pulang," gumam Vladine.
Saat ia akan menutup Restoran, tiba-tiba ada seorang pelanggan yang masuk.
Auranya sangat kuat, wajahnya tampan dengan ekspresi yang sangat dingin.
"Selamat malam, Tuan. Mau pesan apa?" sapa Vladine memberikan daftar menu.
"Aku ingin stick daging mentah," jawab Lelaki misterius.
"Daging mentah?" tanya Vladine heran.
"Ya," jawab singkat pria misterius itu.
"Kalau minumannya, Tuan?" tanya Vladine.
"Red wine 1990," jawab pria itu singkat.
"Baik, Tuan. Mohon tunggu sebentar," ucap Vladine.
Vladine bergegas turun ke ruang bawah tanah. Ia menyusuri koleksi wine dan mencari red wine tahun 1990.
"Ahirnya ketemu!" gumam vladine.
Dia segera naik dan menuju dapur untuk menyiapkan daging.
"Selera pria ini aneh sekali," gerutu Vladine.
Setelah selesai menyiapkan pesanan ia langsung mengantarkannya ke meja pembeli.
"Permisi, ini pesanan anda, Tuan," ucap Vladine.
"Terima kasih," jawab singkat pria itu.
Setelah memberikan pesanan ia tak sengaja menatap wajah pria itu. Ia tertegun sejenak melihat warna bola mata pria itu merah bersinar. Menambah kesan karismatik pria itu.
"Kenapa matanya merah sekali," batin Vladine.
"Apa kau akan terus menatapku?" ucap Pria itu membubarkan lamunan Vladine.
"Ah, maaf, Tuan. Saya permisi," ucap Vladine gugup.
Setelah selesai menyantap hidangan, pria itu maju ke depan kasir dan mengeluarkan black cardnya.
Vladine yang gugup melihat lelaki misterius itu membuatnya salah tingkah hingga membuat black card itu terjatuh saat akan di scan.
"Ah, maaf," ucap Vladine.
Saat tangan Vladine akan mengambil kartu itu di lantai, bersamaan pria itu juga ingin mengambilnya, sehingga membuat tangan mereka bersentuhan.
Seketika Vladine kaget dan langsung menarik tangannya.
"Dingin sekali seperti es," batin Vladine.
"Kerja yang fokus," ucap lelaki itu dengan judas.
"Iya, Tuan,"
Setelah menscan black card itu, Vladine segera mengembalikannya.
"Terima kasih sudah berkunjung," ucap Vladine.
Tanpa membalas perkataan Vladine, pria itu hanya menatap dingin dan langsung melangkah keluar restoran.
Setelah beberapa saat pria itu pergi, tiba-tiba kabut di sekitar restoran mulai menghilang.
"Syukurlah, tidak jadi hujan," batin Vladine.
Setelah membersihkan bekas makan pria tadi, Vladine mengambil tas ranselnya yang berisi baju seragam sekolah lalu bergegas mengunci restoran dan pulang.
Ia berjalan kaki sambil menunggu ojek lewat, ia menoleh ke kanan kiri, namun tak melihat seorang pun di jalan.
"Kenapa sudah sepi sekali," gumam Vladine.
Ia merogoh tas untuk mengambil ponselnya. Saat mengusap layar ia kaget ternyata sudah jam 11 malam.
"Astaga sudah larut malam!" gumam Vladine.
Ia mempercepat langkahnya, karena ia tau tidak akan ada ojek ataupun taksi tengah malam.
Saat ia melintas di depan taman langkah kakinya terhenti.
"Kresek… kresek…" suara misterius.
Saat ia menoleh ia melihat rumput taman bergoyang-goyang.
Ia merasa sangat takut, jantungnya berdegup kencang, ia berniat segera pergi dari sana.
"Tolong…" suara seorang Pria.
Vladine menghentikan langkahnya.
"Siapa pun yang ada di sana, tolong aku," rintihan pria itu.
Vladine pun menuju ke sumber suara itu. Sumber suara itu semakin dekat.
Ternyata ada seorang pria yang terluka parah di balik semak-semak. Badan dan kepalanya bersimbah darah.
"Tolong aku…" ucap pria itu.
Melihat pria itu terkapar tak berdaya, Vladine langsung meraih lengan Pria itu dan membantunya duduk.
"Tangannya dingin sekali, mungkinkah karena dia kehilangan banyak darah," gumam Vladine.
Dia berfikir sejenak, ia bingung rumah sakit jauh dari sana, dan tidak ada lagi kendaraan umum yang lewat.
"Ikut aku, aku akan mengobatimu di rumah," ucap Vladine.
Ia membopong pria itu, membantunya berjalan.
"Maaf, aku telah merepotkanmu," ucap Pria itu.
"Tidak apa, senang bisa membantumu," jawab Vladine.
Sekilas pria itu menyeringai, tersenyum tipis. Namun tidak di lihat oleh Vladine.
"Dasar manusia bodoh," batin Lelaki itu.
Setelah cukup jauh berjalan akhirnya mereka sampai di suatu rumah. Rumah kecil minimalis.
Vladine mengambil kunci yang ia taruh di bawah pot bunga. Lalu membuka pintu. Dan membantu pria itu masuk rumah.
"Tunggu di sini, akan ku bersihkan lukamu," ucap Vladine.
Vladine meninggalkan pria itu di ruang tamu, sementara itu dia mengambil sebaskom air bersih, lap, kapas dan obat merah.
Pria itu melihat ke sekeliling. Rumah kecil sederhana, dengan beberapa perabotan tua.
"Mengenaskan sekali kehidupanmu, Belliana," gumamnya.
Vladine datang dengan membawa peralatan. Ia mencelupkan sepotong kain ke dalam baskom dan memerasnya. Lalu membersihkan darah yang megucur dari pelipis dahinya.
"Aw, pelan-pelan," pinta pria itu.
"Ah, maafkan aku," ucap Vladine.
Setelah darah di bersihkan, wajah pria itupun terlihat jelas.
"Di lihat dari dekat ternyata tampan," batin Vladine.
Vladine tidak tau bahwa pria yang ada di depannya itu dapat membaca fikiran manusia. Saat pria itu mendengar suara batin Vladine, dia hanya tersenyum tipis.
"Akan ku olesi obat merah, agar lukanya cepat mengering," ucap Vladine.
"Lakukanlah," ucap pria itu.
Vladine menuang obat merah ke kapas, lalu ia mengusap pelan pada luka pria itu. Sesekali pria itu meringis kesakitan.
"Bisa kah aku menginap di sini malam ini?" tanya pria itu.
Pertanyaan pria itu membuat Vladine berfikir sejenak. Untuk pertama kalinya ia membiarkan seorang pria memasuki rumahnya. Apa lagi ia sama sekali tidak mengenalnya.
"Mmm… melihat keadaanmu yang seperti ini, baiklah, tapi hanya untuk malam ini," jawab Vladine.
"Terima kasih," ucap Pria itu.
Vladine memberikan pria itu bantal dan selimut.
"Siapa namamu?" tanya Vladine penasaran.
"Aiden," jawab Aiden singkat.
"Baiklah Aiden, tidak apakah jika malam ini kau tidur di sofa?" tanya Vladine.
"Tidak masalah," jawab Aiden.
"Hoam… kalau begitu aku tidur duluan, aku sangat lelah sekali hari ini," ucap Vladine menguap.
"Iya, istirahatlah," jawab Aiden.
Jam dinding sudah menunjukan jam 1 dini hari. Vladine telah tertidur pulas. Sementara Aiden tidak bisa tidur.
"Sialan, lampunya sangat silau sekali, dan ini lebih seperti batu, bukan sofa," gerutu Aiden.
Aiden berjalan menuju kamar Vladine. Pintu kamarnya terkunci dari dalam. Namun aiden tidak butuh kunci. Dia bisa menghilang dan muncul kapanpun ia mau.
Ia langsung muncul di dalam kamar Vladine. Mendekatkan wajahnya ke depan wajah Vladine.
"Gadis polos dengan tubuh yang molek, reinkarnasi yang sangat sempurna," ucap Aiden menjilat telinga Vladine.
Aiden merebahkan tubuhnya di samping Vladine. Ia tak henti menatap wajah cantik Vladine sambil mengusap pipinya.
"Kenapa kau disini, dan bagaimana kau bisa masuk dalam kamarku!" bentak Vladine.
Vladine kaget dan tersentak melihat Aiden berada tepat di depan wajahnya.
"Kau tidak mengunci pintu kamarmu," jawab Aiden santai.
"Apa yang kau lakukan dalam kamarku!" bentak Vladine.
"Tubuhku sedang sakit penuh dengan luka lebam, aku tidak bisa tidur di atas sofa keras milikmu itu!" jelas Aiden.
Perkataan Aiden membuat mulut Vladine menganga. Untuk pertama kalinya dia melihat orang jujur dan bermulut tajam seperti Aiden.
"Baiklah, kau tidur disini, biar aku saja yang tidur di sofa," ucap Vladine.
Saat Vladine akan turun dari ranjang, Aiden menahan tangannya.
"Tidurlah disini, aku berjanji tidak akan melakukan apa-apa terhadapmu," ucap Aiden meyakinkan.
Melihat tatapan Aiden yang serius, entah mengapa rasa aman muncul di hati Vladine.
Tanpa membalas perkataan Aiden, Vladine kembali merebahkan tubuhnya, dengan posisi membelakangi Aiden.
Jantung Vladine berdegup sangat kencang, ia panik. Untuk pertama kalinya dia tidur seranjang dengan lelaki, apa lagi lelaki yang baru ia kenal.
Tanpa sepengetahuannya, Aiden sedang menyeringai dari belakang.
Vladine sangat kelelahan dan mengantuk, akhirnya ia terlelap kembali. Melihat Vladine tertidur pulas hati Aiden merasakan kedamaian.
"Jika kau bukan dalam wujud manusia, aku tak yakin kau akan selembut ini," ucap Aiden.
Aiden memeluk dan mendekap tubuh Vladine, sumerbak aroma vanila pada tubuh gadis itu, hingga membuat Aiden nyaman dan tertidur lelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
will
x
2023-11-21
1
will
mntp
2023-11-21
1
Ratna kartika
siapp kaka tunggu ya lgi ngeditt 😁🥰
2022-10-23
3