NovelToon NovelToon

Tawanan Vampir

Menolong Iblis Tampan

"Din, belum mau pulang?" tanya Justin, manajer restoran.

"Belum, Pak. Tugas saya belum selesai," jawab Vladine.

"Kalau begitu saya taruh kunci di atas meja kasir, saya harus pulang sekarang, karena ada urusan mendadak," jelas Justin.

"Baik, Pak," jawab Vladine.

Sesaat setelah manajer Justin pulang, tiba-tiba ia merasakan hawa dingin yang menyerbak, lalu ia melihat udara di luar tertutup dengan kabut.

"Mungkin sedikit lagi akan turun hujan, aku harus segera pulang," gumam Vladine.

Saat ia akan menutup Restoran, tiba-tiba ada seorang pelanggan yang masuk.

Auranya sangat kuat, wajahnya tampan dengan ekspresi yang sangat dingin.

"Selamat malam, Tuan. Mau pesan apa?" sapa Vladine memberikan daftar menu.

"Aku ingin stick daging mentah," jawab Lelaki misterius.

"Daging mentah?" tanya Vladine heran.

"Ya," jawab singkat pria misterius itu.

"Kalau minumannya, Tuan?" tanya Vladine.

"Red wine 1990," jawab pria itu singkat.

"Baik, Tuan. Mohon tunggu sebentar," ucap Vladine.

Vladine bergegas turun ke ruang bawah tanah. Ia menyusuri koleksi wine dan mencari red wine tahun 1990.

"Ahirnya ketemu!" gumam vladine.

Dia segera naik dan menuju dapur untuk menyiapkan daging.

"Selera pria ini aneh sekali," gerutu Vladine.

Setelah selesai menyiapkan pesanan ia langsung mengantarkannya ke meja pembeli.

"Permisi, ini pesanan anda, Tuan," ucap Vladine.

"Terima kasih," jawab singkat pria itu.

Setelah memberikan pesanan ia tak sengaja menatap wajah pria itu. Ia tertegun sejenak melihat warna bola mata pria itu merah bersinar. Menambah kesan karismatik pria itu.

"Kenapa matanya merah sekali," batin Vladine.

"Apa kau akan terus menatapku?" ucap Pria itu membubarkan lamunan Vladine.

"Ah, maaf, Tuan. Saya permisi," ucap Vladine gugup.

Setelah selesai menyantap hidangan, pria itu maju ke depan kasir dan mengeluarkan black cardnya.

Vladine yang gugup melihat lelaki misterius itu membuatnya salah tingkah hingga membuat black card itu terjatuh saat akan di scan.

"Ah, maaf," ucap Vladine.

Saat tangan Vladine akan mengambil kartu itu di lantai, bersamaan pria itu juga ingin mengambilnya, sehingga membuat tangan mereka bersentuhan.

Seketika Vladine kaget dan langsung menarik tangannya.

"Dingin sekali seperti es," batin Vladine.

"Kerja yang fokus," ucap lelaki itu dengan judas.

"Iya, Tuan,"

Setelah menscan black card itu, Vladine segera mengembalikannya.

"Terima kasih sudah berkunjung," ucap Vladine.

Tanpa membalas perkataan Vladine, pria itu hanya menatap dingin dan langsung melangkah keluar restoran.

Setelah beberapa saat pria itu pergi, tiba-tiba kabut di sekitar restoran mulai menghilang.

"Syukurlah, tidak jadi hujan," batin Vladine.

Setelah membersihkan bekas makan pria tadi, Vladine mengambil tas ranselnya yang berisi baju seragam sekolah lalu bergegas mengunci restoran dan pulang.

Ia berjalan kaki sambil menunggu ojek lewat, ia menoleh ke kanan kiri, namun tak melihat seorang pun di jalan.

"Kenapa sudah sepi sekali," gumam Vladine.

Ia merogoh tas untuk mengambil ponselnya. Saat mengusap layar ia kaget ternyata sudah jam 11 malam.

"Astaga sudah larut malam!" gumam Vladine.

Ia mempercepat langkahnya, karena ia tau tidak akan ada ojek ataupun taksi tengah malam.

Saat ia melintas di depan taman langkah kakinya terhenti.

"Kresek… kresek…" suara misterius.

Saat ia menoleh ia melihat rumput taman bergoyang-goyang.

Ia merasa sangat takut, jantungnya berdegup kencang, ia berniat segera pergi dari sana.

"Tolong…" suara seorang Pria.

Vladine menghentikan langkahnya.

"Siapa pun yang ada di sana, tolong aku," rintihan pria itu.

Vladine pun menuju ke sumber suara itu. Sumber suara itu semakin dekat.

Ternyata ada seorang pria yang terluka parah di balik semak-semak. Badan dan kepalanya bersimbah darah.

"Tolong aku…" ucap pria itu.

Melihat pria itu terkapar tak berdaya, Vladine langsung meraih lengan Pria itu dan membantunya duduk.

"Tangannya dingin sekali, mungkinkah karena dia kehilangan banyak darah," gumam Vladine.

Dia berfikir sejenak, ia bingung rumah sakit jauh dari sana, dan tidak ada lagi kendaraan umum yang lewat.

"Ikut aku, aku akan mengobatimu di rumah," ucap Vladine.

Ia membopong pria itu, membantunya berjalan.

"Maaf, aku telah merepotkanmu," ucap Pria itu.

"Tidak apa, senang bisa membantumu," jawab Vladine.

Sekilas pria itu menyeringai, tersenyum tipis. Namun tidak di lihat oleh Vladine.

"Dasar manusia bodoh," batin Lelaki itu.

Setelah cukup jauh berjalan akhirnya mereka sampai di suatu rumah. Rumah kecil minimalis.

Vladine mengambil kunci yang ia taruh di bawah pot bunga. Lalu membuka pintu. Dan membantu pria itu masuk rumah.

"Tunggu di sini, akan ku bersihkan lukamu," ucap Vladine.

Vladine meninggalkan pria itu di ruang tamu, sementara itu dia mengambil sebaskom air bersih, lap, kapas dan obat merah.

Pria itu melihat ke sekeliling. Rumah kecil sederhana, dengan beberapa perabotan tua.

"Mengenaskan sekali kehidupanmu, Belliana," gumamnya.

Vladine datang dengan membawa peralatan. Ia mencelupkan sepotong kain ke dalam baskom dan memerasnya. Lalu membersihkan darah yang megucur dari pelipis dahinya.

"Aw, pelan-pelan," pinta pria itu.

"Ah, maafkan aku," ucap Vladine.

Setelah darah di bersihkan, wajah pria itupun terlihat jelas.

"Di lihat dari dekat ternyata tampan," batin Vladine.

Vladine tidak tau bahwa pria yang ada di depannya itu dapat membaca fikiran manusia. Saat pria itu mendengar suara batin Vladine, dia hanya tersenyum tipis.

"Akan ku olesi obat merah, agar lukanya cepat mengering," ucap Vladine.

"Lakukanlah," ucap pria itu.

Vladine menuang obat merah ke kapas, lalu ia mengusap pelan pada luka pria itu. Sesekali pria itu meringis kesakitan.

"Bisa kah aku menginap di sini malam ini?" tanya pria itu.

Pertanyaan pria itu membuat Vladine berfikir sejenak. Untuk pertama kalinya ia membiarkan seorang pria memasuki rumahnya. Apa lagi ia sama sekali tidak mengenalnya.

"Mmm… melihat keadaanmu yang seperti ini, baiklah, tapi hanya untuk malam ini," jawab Vladine.

"Terima kasih," ucap Pria itu.

Vladine memberikan pria itu bantal dan selimut.

"Siapa namamu?" tanya Vladine penasaran.

"Aiden," jawab Aiden singkat.

"Baiklah Aiden, tidak apakah jika malam ini kau tidur di sofa?" tanya Vladine.

"Tidak masalah," jawab Aiden.

"Hoam… kalau begitu aku tidur duluan, aku sangat lelah sekali hari ini," ucap Vladine menguap.

"Iya, istirahatlah," jawab Aiden.

Jam dinding sudah menunjukan jam 1 dini hari. Vladine telah tertidur pulas. Sementara Aiden tidak bisa tidur.

"Sialan, lampunya sangat silau sekali, dan ini lebih seperti batu, bukan sofa," gerutu Aiden.

Aiden berjalan menuju kamar Vladine. Pintu kamarnya terkunci dari dalam. Namun aiden tidak butuh kunci. Dia bisa menghilang dan muncul kapanpun ia mau.

Ia langsung muncul di dalam kamar Vladine. Mendekatkan wajahnya ke depan wajah Vladine.

"Gadis polos dengan tubuh yang molek, reinkarnasi yang sangat sempurna," ucap Aiden menjilat telinga Vladine.

Aiden merebahkan tubuhnya di samping Vladine. Ia tak henti menatap wajah cantik Vladine sambil mengusap pipinya.

"Kenapa kau disini, dan bagaimana kau bisa masuk dalam kamarku!" bentak Vladine.

Vladine kaget dan tersentak melihat Aiden berada tepat di depan wajahnya.

"Kau tidak mengunci pintu kamarmu," jawab Aiden santai.

"Apa yang kau lakukan dalam kamarku!" bentak Vladine.

"Tubuhku sedang sakit penuh dengan luka lebam, aku tidak bisa tidur di atas sofa keras milikmu itu!" jelas Aiden.

Perkataan Aiden membuat mulut Vladine menganga. Untuk pertama kalinya dia melihat orang jujur dan bermulut tajam seperti Aiden.

"Baiklah, kau tidur disini, biar aku saja yang tidur di sofa," ucap Vladine.

Saat Vladine akan turun dari ranjang, Aiden menahan tangannya.

"Tidurlah disini, aku berjanji tidak akan melakukan apa-apa terhadapmu," ucap Aiden meyakinkan.

Melihat tatapan Aiden yang serius, entah mengapa rasa aman muncul di hati Vladine.

Tanpa membalas perkataan Aiden, Vladine kembali merebahkan tubuhnya, dengan posisi membelakangi Aiden.

Jantung Vladine berdegup sangat kencang, ia panik. Untuk pertama kalinya dia tidur seranjang dengan lelaki, apa lagi lelaki yang baru ia kenal.

Tanpa sepengetahuannya, Aiden sedang menyeringai dari belakang.

Vladine sangat kelelahan dan mengantuk, akhirnya ia terlelap kembali. Melihat Vladine tertidur pulas hati Aiden merasakan kedamaian. 

"Jika kau bukan dalam wujud manusia, aku tak yakin kau akan selembut ini," ucap Aiden.

Aiden memeluk dan mendekap tubuh Vladine, sumerbak aroma vanila pada tubuh gadis itu, hingga membuat Aiden nyaman dan tertidur lelap.

Terjebak Bersama

"Hoam.." suara Vladine menguap.

Gadis itu duduk lalu mengumpulkan sebagian kesadarannya.

"Astaga, pria sialan itu tadi malam tidur di sampingku," ucap Vladine.

Dia langsung meraba bagian tubuhnya, dan mengecek pakaian yang ia pakai semalam.

"Syukurlah, ternyata masih lengkap!" gumam Vladine.

"Tenang saja, aku tidak selera dengan tubuhmu itu," ucap Aiden.

Kemunculan Aiden yang secara tiba-tiba di depan pintu kamar, membuat Vladine terkejut.

"Katakan saja, kau apakan aku tadi malam!" desak Vladine.

"Jadi, kau berharap aku melakukan sesuatu terhadapmu? Baiklah,"

"Lelaki sialan ini!" umpat Vladine dalam hati.

"Berani-beraninya gadis ini mengutukku, hmm.. menarik," batin Aiden menyeringai.

"Kenapa kau senyum, dasar cabul!" bentak Vladine.

"Pergilah ke meja makan, atau mau ku gendong?"

Dengan nafas menggebu Vladine yang emosi langsung berdiri lalu pergi ke ruang makan. Sedangkan Aiden semakin gemas melihat ekspresi Vladine.

"Wah.. kau yang memasak semua ini?" tanya Vladine.

Ia terpukau melihat berbagai macam makanan lezat telah siap di atas meja.

"Tentu saja, makanlah," ucap Aiden.

Vladine yang kalap melihat banyak makanan lezat langsung menyantapnya secara brutal.

"Selain tampan, ternyata dia juga pandai memasak," batin Vladine.

Mendengar Vladine sedang memujinya, membuat Aiden menyunggingkan senyum di bibirnya.

Melihat Vladine yang makan dengan rakus membuat Aiden heran.

"Makan pelan-pelan, kau seperti orang yang tidak pernah makan enak saja," ucap Aiden.

"Ya, kau benar, selama ini aku hanya menyantap makanan kaleng, bahkan aku tidak ingat kapan terakhir aku makan makanan mahal seperti ini," jawab Vladine.

Mendengar jawaban Vladine, membuat hati Aiden sedikit teriris, di balik sifat Aiden yang dingin ternyata masih ada rasa kepeduliannya.

"Apa hidupmu menyedihkan sekali, Belliana?" batin Aiden.

"Uhuk.. uhuk.." suara Vladine tersedak.

"Minumlah, kan sudah kubilang, makan pelan-pelan," ucap Aiden memberikan segelas air.

"Aku rasa ada yang membicarakanku," jawab Vladine.

"Itu hanya perasaanmu saja," jelas Aiden.

"Lalu, kau tinggal di sini dengan siapa?" tanya Aiden penasaran.

"Aku sendirian, pulang sekolah aku pergi bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupku," jawab Vladine santai.

"Kalau begitu mandilah, jika kau tidak ingin terlambat ke sekolah," titah Aiden.

"Terima kasih sarapannya, Aiden," ucap Vladine tersenyum tulus.

Mendengar Vladine memanggil namanya, membuat hati Aiden berdesir.

Setelah selesai bersiap-siap untuk berangkat sekolah, Vladine menghampiri Aiden di ruang tamu.

"Ada apa kucing kecil?" tanya Aiden.

"Aku pamit berangkat sekolah dulu ya," ucap Vladine.

"Ya, hati-hati di jalan," jawab Aiden.

Dalam perjalanan Vladine merasa ada yang mengikutinya. Tapi setelah beberapa kali ia menengok kebelakang tidak ada siapa-siapa.

Ternyata di belakangnya ada Aiden yang sedang bersembunyi. Ia sengaja mengikuti Vladine. Karena ia ingin memastikan bahwa Vladine sampai di sekolah dengan selamat.

Setelah melihat Vladine memasuki gerbang sekolah, Aiden menghilang, lalu muncul di istana Demon Empire.

Kedatangan Aiden di sambut oleh 2 saudaranya, Celio, dan Edwin.

"Dari mana saja kau semalaman tidak pulang?" tanya Celio.

"Tadi malam aku mengikuti Pangeran Vallen di dunia manusia," jawab Aiden.

"Apa yang dia lakukan disana?" tanya Edwin.

"Ternyata kecurigaanku selama ini benar, Belliana hidup kembali," jelas Aiden.

Edwin terkejut hingga membulatkan matanya.

"Bagaimana bisa?" tanya Edwin.

"Entahlah, yang pasti saat ini dia telah bereinkarnasi menjadi gadis SMA," jawab Aiden.

"Apa yang kalian takutkan, lagi pula apa yang bisa dia lakukan dengan wujud manusianya," ucap Celio menyepelekan.

"Asal kau tahu, jika Pangeran Vallen berhasil menikahi Belliana, dan mereka memiliki anak, maka anak itu akan menjadi vampir terkuat di seluruh jagad raya," jelas Aiden.

"Belliana akan menghancurkan Imperial Stone, untuk membalas dendam atas kematiannya, bukan hanya Imperial Stone, tetapi kita semua juga akan lenyap, karena kita bukanlah ras murni vampir," imbuh Edwin.

"Dan Pangeran Vallen akan membangkitkan seluruh kekuatan Belliana dengan segel miliknya," terang Aiden.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Celio.

"Kita harus menculik Belliana, dan memastikan bahwa pernikahan mereka tidak akan pernah terjadi," jawab Aiden.

"Kenapa tidak kita bunuh saja?" saran Celio.

"Dasar bodoh! bila kita menyekap Belliana, itu berarti dunia ada dalam genggaman kita," jawab Aiden.

"Dan kita bisa menikmati darahnya, kapan lagi kita bisa menikmati darah asli dari Ratu Vampir," imbuh Edwin.

"Ya, kau benar sekali," ucap Aiden.

Sementara itu di sekolah…

Vladine sedang menonton pertandingan basket di lapangan bersama sahabatnya bernama Meisya.

"Ketua osis kita keren banget," ucap Meisya.

"Biasa saja," jawab Vladine jengah.

"Semangat, Kak Eros!" teriak Meisya menyemangati.

Vladine memutar kedua bola matanya, sahabatnya ini tidak ada bedanya dengan wanita-wanita lain, yang sangat tergila-gila dengan ketampanan ketua osis, Eros.

Riuh suara para penonton menggema di lapangan. Lalu pertandingan di menangkan oleh tim osis yang di ketuai oleh Eros.

"Itu kan aku bilang apa, Kak Eros memang hebat," ucap Meisya bersemangat.

Melihat tim Eros bubar, Meisya terburu-buru turun ke lapangan. Ia berlari menuju Eros, dan memberikannya sebotol Air minum serta handuk kecil untuk Eros.

"Ini kak, air sama handuk," ucap Meiysa.

"Untuk apa ini, Mey?" tanya Eros.

Vladine tiba-tiba muncul di samping Meisya dengan ekspresi dongkol.

"Sudah tau air sama handuk, untuk minum sama lap keringat, tinggal bilang makasih saja susah banget," terang Vladine.

"Terima kasih ya, Mey" ucap Eros kepada Meisya.

"Iya, sama-sama kak," jawab Meisya.

Lalu Eros melirik Vladine dan menatapnya lembut. Mata Eros berbinar.

"Kau kini telah tumbuh menjadi gadis yang pemberani," gumam Eros.

"Aku duluan ya, Mey. Soalnya kebelet dari tadi," ucap Vladine.

"Aku ikut, Din," pinta Meisya.

"Yaudah, Ayo," jawab Vladine.

Vladine dan Meisya meninggalkan Eros. Saat menuju kamar mandi, Meisya melihat ruang kelasnya yang akan memulai mata pelajaran.

"Yah, kelas udah mau masuk," keluh Meisya.

"Yaudah, kamu masuk aja duluan, aku masih mau ke kamar mandi," ucap Vladine.

"Benar kah ? Tidak apa ?," tanya Meisya.

"Iya, tidak apa-apa, cepatlah nanti kau di marahi," jawab Vladine.

"Yaudah aku pergi duluan ya," pamit Meisya.

Setelah Meisya pergi, pikiran Vladine tertuju pada iuran SPP sekolahnya yang belum ia lunasi.

"Aku harus bekerja lebih giat lagi," gumam Vladine.

Saat ia membuka salah satu bilik pintu WC. Tiba-tiba tangannya ditarik dan mulutnya dibungkam dari belakang.

"Mmm.. mm.." suara Vladine berusaha memberontak.

Namun tenaganya tak cukup untuk melawan orang yang mendekapnya. Jantung Vladine berdegup kencang, nafas orang itu terasa hingga di lehernya.

"Diam, jangan bergerak," ucap Pria itu.

Tak terasa buliran air mata Vladine terjatuh. Kali ini ia sangat ketakutan.

Ketua Osis Menyebalkan

"Siapapun tolong aku, aku masih ingin perawan" batin Vladine.

Tak terasa baju seragamnya kini telah basah oleh keringat dan air matanya. Ia ketakutan, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan.

Jantungnya berdegup kian kencang.

"Tap.. tap.. tap.." suara tapak kaki.

Hingga ia mendengar suara ada orang yang masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan wastafel. Membuat Vladine memiliki secercah harapan untuk kabur.

"Mmm.. mmm.." berontak Vladine.

Vladine berusaha berteriak di balik bungkaman itu dan berusaha menghentakan kakinya. Namun pria itu malah mengangkat tubuhnya, agar kakinya tidak bersuara.

Dan usahanya sia-sia. Orang itu tidak mendengar dan langsung keluar dari kamar mandi.

Tiba-tiba pria itu melepaskan cengkraman dan dekapannya. Saat Vladine berbalik ternyata pria itu adalah Eros.

"Dasar brengsek! Apa kau sembunyi di sini untuk menculik para gadis?" teriak Vladine.

"Aku tak tau jika ada gadis sebodoh ini," ucap Eros.

"Tutup mulutmu, dasar mesum!" jawab Vladine.

"Aku yang harusnya bertanya padamu, apa yang ingin kau lakukan di kamar mandi pria?" tanya Eros.

Vladine tercengang beberapa saat. Lalu ia menatap sekeliling.

"Tidak, ini tidak mungkin," batin Vladine.

Tiba-tiba ia menunduk, memejamkan matanya dan menarik nafas kasar.

"A.. aku.. maafkan aku, sepertinya aku salah masuk kamar mandi," ucap Vladine gugup.

"Gadis bodoh ini," batin Eros.

"Tadi.. tadi aku sedang malamun, hingga tidak sadar aku malah.." Vladine berusaha menjelaskan.

Perkataan Vladine terpotong saat Eros menempelkan jari telunjuknya ke bibir Vladine.

"Shutt.. sudah cukup," potong Eros.

Eros menatap Vladine, wajah polos gadis itu membuatnya tak tega.

"Ini memalukan sekali," batin Vladine memejamkan matanya.

"Ayo, aku bantu keluar dari sini," ucap Eros menggandeng tangannya.

Vladine melirik ke bawah, ia melihat tangannya yang di genggam oleh Eros. Tiba-tiba beberapa siswa pria masuk ke dalam kamar mandi.

Vladine takut, ia khawatir bila ada orang yang tahu bahwa ia dan Eros sedang berada di dalam 1 bilik kamar mandi.

"Kita harus merayakan kemenangan tim kita," ucap Albert.

"Ya, ide bagus, tapi kita harus berdiskusi dulu dengan Eros," jawab Mike.

Mendengar percakapan mereka, Eros pun menyadari bahwa yang ada di dalam kamar mandi saat ini adalah teman-temannya.

"Oh, ternyata mereka," gumam Eros.

Rian tidak sengaja menjatuhkan korek dari saku celananya, saat ia menunduk, ia tak sengaja melihat keanehan dalam bilik WC.

"Coba kalian lihat, di dalam bilik itu seperti ada 2 orang," ucap Rian.

"Kau salah lihat mungkin," jawab Albert.

"Serius, tadi aku melihat ada 4 kaki di sana!" ucap Rian meyakinkan.

Eros menyadari situasi mereka sedang darurat, ia langsung mengangkat tubuh Vladine dan menggendongnya.

2 gundukan gunung lembut terasa sekali menempel pada dada bidang eros.

Wajah mereka sama-sama memerah, dan tidak berani menatap satu sama lain.

"Iblis kecil ini menyiksa sekali," batin Eros.

Perasaan Eros yang sedang tidak karuan, membuatnya mengalihkan pandangan, dan membuang nafas kasar.

"Turunkan aku," pinta Vladine lirih.

"Diamlah, atau tidak kita akan ketahuan," bisik Eros.

"Ya Tuhan, jantungku," batin Vladine.

Mike ingin memastikan, perlahan-lahan suara langkah kaki semakin mendekat. Lalu Mike mengintip di bawah pintu.

"Sepatunya Eros," batin Mike.

"Bagaimana, ada berapa orang disana, Mike?" tanya Rian penasaran.

"Mungkin kau rabun, aku melihat hanya ada 2 kaki," jelas Mike.

"Tidak mungkin, aku yakin ada 4 kaki di sana," jawab Rian.

Mike mengedipkan mata kepada Albert.

"Ah perutku lapar sekali, ayo kita ke kantin," ucap Albert.

"Ya, aku juga lapar," jawab Mike.

Albert merangkul leher Rian, dan mereka bertigapun keluar dari kamar mandi.

"Huft…," Eros mengeluarkan nafas panjang.

"Tolong turunkan aku," pinta Vladine.

Eros dengan lembut menurunkan Vladine dari gendongannya. Vladine hanya mengalihkan pandangannya dan tidak berani menatap wajah Eros.

"Mm.. terima kasih," ucap Vladine. 

"Dasar gadis ceroboh," jawab Eros.

Eros meraih dagu Vladine, menariknya, dan menatapnya lekat-lekat. Jarak hidung mereka saat ini hanya 5 cm.

"Lain kali, jangan sembarangan masuk kamar mandi, paham!" tekan Eros.

"I.. iya kak," jawab Vladine.

Eros meraih tangan Vladine dan menuntunnya, Eros berhenti sejenak di depan pintu melihat situasi.

"Pergilah," ucap Eros.

Vladine hanya mengangguk, dan ia segera keluar berlari menuju kelasnya. Namun langkah kakinya terhenti saat mendekati kelas.

"Kalau aku masuk, pasti aku dimarahi," batin Vladine.

Vladine mengundurkan niatnya untuk masuk kelas, sudah lama ia terlambat masuk mengikuti pelajaran.

Lalu ia menuju kantin dan memesan makanan. Ia merogoh saku bajunya. Hanya ada selembar uang 10.000.

"Mbok, es teh 1 sama mie rebus 1 ya," pinta Vladine.

"Siap, Neng Din, mau di bawa ke meja sebelah mana?" tanya Mbok Sih.

"Yang di pojok aja, ini uangnya," jawab Vladine.

"Oke, ditunggu ya, Neng," ucap Mbok sih.

Vladine berjalan menuju meja paling pojok, di samping tembok. Ia masih belum menyadari bahwa Eros bersama teman-temannya juga ada di sana.

"Hm.. dia lagi," gumam Eros.

Eros memicingkan mata, dan terus melirik gerak-gerik Vladine dengan sudut matanya.

Vladine pun duduk, ia terus memikirkan kejadian di kamar mandi. Tiba-tiba ia menendang-nendang meja seperti orang gila.

"Astaga, itu sangat memalukan aaa!" gerutu Vladine.

Ia membenamkan kepalanya di antara tangan yang ia lekuk di atas meja. Eros langsung berdiri dan menghampirinya.

Saat Vladine mengangkat kembali kepalanya ia terkejut, Eros saat ini sudah ada di sampingnya.

"Ha.. kau lagi!" teriak Vladine kaget.

Vladine terkejut sekaligus malu, ia ingin kabur namun ia sudah terkepung, di sampingnya saat ini sudah ada Eros, dan disampingnya lagi adalah tembok.

Eros semakin mendekatkan wajahnya. Membuat Vladine takut dan memejamkan matanya.

"Bagus, habis dari kamar mandi pria, sekarang kau bolos," tekan Eros.

"Kruk.. kruk.." suara perut Vladine.

"Ah sial, kenapa kau bunyi di saat yang tidak tepat," batin Vladine menggerutu.

Vladine langsung memegang perutnya. Eros langsung mengerti.

"Neng Din, ini pesanannya," ucap Mbok Sih.

"Makasih ya, Mbok," jawab Vladine.

Mbok Sih menaruh es teh dan mie di atas meja Vladine.

Eros mengernyitkan alis, tiba-tiba ia berdiri kembali ke mejanya, dan mengambil jus buah naga serta sepiring ayam goreng. Lalu ia membawanya menuju meja Vladine.

"Makanlah yang banyak, karena aku tidak suka gadis kerempeng," bisik Eros.

Setelah berbicara, Eros mencubit hidung Vladine, lalu pergi bersama teman-temannya.

"Hey, terlalu percaya diri juga tidak bagus kawan, sejak kapan aku berharap kau menyukaiku!" teriak Vladine.

Mendengar itu Eros hanya tersenyum.

"Tanpa kau berharap, aku telah melakukannya selama ratusan tahun lamanya," batin Eros.

Setelah dari kantin, Vladine langsung menuju kelas, dan mengikuti pelajaran yang tersisa.

"Treng.. treng.. treng.." suara bel pulang sekolah berbunyi.

"Din, kamu kenapa diam dari tadi?" tanya Meisya.

"Aku tidak kenapa-kenapa, Mey," jawab Vladine.

"Ah syukurlah, aku kira kamu ada masalah," Meisya tersenyum.

"Aku yakin, kalau seandainya Meisya tau tentang apa yang aku alami hari ini dengan Eros, pasti dia marah padaku," batin Vladine.

"Din, bareng aku aja yuk," ajak Meisya.

"Gak usah, Mey, aku jalan kaki aja," jawab Vladine.

"Kalau gitu aku duluan ya," ucap Meisya.

"Ya, Mey. Hati-hati," jawab Vladine.

Saat ini Aiden sedang dalam perjalanan kembali ke rumah Vladine. Ia bisa saja menghilang dan muncul dalam sekejap mata, namun entah mengapa kali ini dia ingin berjalan-jalan sejenak.

Mata Aiden terpaku pada keramaian di tengah lapangan, perlahan-lahan Aiden mendekat.

"Oh, ternyata ada pasar malam di sini," gumam Aiden.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!