"M-mas Arfa?" serunya membuat Arfa menolehkan kepalanya ke belakang seraya tersenyum sinis.
"Kamu kenal dengan wanita naeh itu," tanya Arsila.
"Gak penting!" jawabnya dingin.
"Jadi lelaki dingin banget, kayak kulkas pintu sepuluh," gerutuknya namun masih terdengar oleh Arfa.
"Kalau dingin, angetin dong." Godanya dengan senyum manis semanis jambu Jamaika.
"Gak lucu."
"Mas. Tunggu!" Teriaknya dengan berlari mengejar Arfa.
"Apa? Bukankah kita tak ada urusan lagi, ingat disini ada Suami kamu! Suami." Tegas Arfa yang merasa aneh bisa bisanya gendis peduli dengan nya sedangkan suaminya sendiri ia acuhkan.
"Sebentar lagi aku akan cere dari nya, Mas. Dan. Kenapa kamu bisa kenal dengan wanita pelakor itu," ucapnya dengan nada alay sok manja, membuat Arsila mual mendengar nya.
"Fa, Aku mendadak mau muntah." Bisik nya.
"Kenapa?" balas Arfa.
"Kata katanya itu."
"Mas." Renggeknya manja membuat Rangga tersulut emosi bukannya tadi dia mau baikan dengan Rangga, ini malah manja dengan lelaki lain. Tetapi beda ceritanya setelah melihat Arfa, sebenarnya apa yang terjadi antara mereka? Cemburu jelas cemburu lelaki mana yang tak cemburu melihat istrinya berbicara manis dengan nya sedangkan sama Rangga selalu membentaknya.
"Gendis. Kamu gak ngaca apa hah! Tolong hargai aku sebagai suami. Didepan aku kamu begini yang pantas disebut pelakor itu kami bukan Arsila." Tatapannya tajam kearah gendis namun ia tidak memperdulikan Rangga yang marah padanya.
"Diam kamu Mas, dasar benalu! Lelaki yang tak bertanggung jawab terhadap istri. Bisanya minta uang dan uang! Aku gak butuh lelaki kayak kamu!" Pekiknya.
Semua orang menatap kearah mereka membuat Arsila malu, sungguh malu sekali, niat untuk fitting baju pengantin malah menjadi pusat perhatian banyak orang, dan di permalukan dengan sebutan cap pelakor yang melekat di dirinya.
"Keluarga toxic. Kita pulang aja Fa, aku malu!" Arsila menarik lengan Arfa dengan kasar membuat kaki Arfa hampir tersandung saking kuatnya Arsila menariknya.
Arsila masuk ke dalam mobil dan diikuti oleh Arfa, saat Arfa masuk tiba tiba seseorang memeluknya dari belakang.
"Mas," ucapnya dengan suara yang mendayu-dayu semakin Arfa ingin melepas tangannya justru gendis lebih agresif tak mau melepaskannya.
"Fa. Urus dulu aku pulang duluan." Kesalnya menurut Arsila Arfa gak bisa tegas sehingga gendis semakin berani, dan tak mengindahkan peringatan dari suaminya.
Arfa semakin bingung ingin mengejar calon istri yang terlanjur marah namun tubuhnya di peluk begitu eratnya. Jalan satu-satunya untuk lepas dari pelukan ulat bulu ya harus minta tolong pada Rangga.
"Mas, tolong saya, singkirkan tangan istri anda dari tubuh saya," kesal Arfa yang melihat Rangga hanya membisu.
Rangga akhirnya menarik paksa gendis.
"Jangan bikin malu aku gendis!" Pekiknya Rangga menarik paksa tubuh gendis yang masih neplok di tubuh Arfa kayak cicak di dinding.
*
*
"Widih. Calon manten udah pulang aja, kok, wajahnya kusut banget."Sari meledek kakak sepupunya yang sedang misuh misuh gak jelas.
"Bisa diem gak!" judesnya.
"Sory gak bisa diem, soalnya kamu gemesin banget deh,"Sari bukannya takut dengan tatapan matanya yang hampir keluar justru Sari semakin senang meledeknya.
"Mas Arfa mana?" tanya Sari setelah Arsila selesai mandi, sedangkan ketiga anak anak Arfa bermain bersama ibu dan ayahnya Arsila.
"Baru nyadar, kalau dia gak ada." Ketusku dengan duduk di sofa.
"Kalian berdua marahan?"
"Iya. Puas LO Markonah, gue capek malah di ledekin."
"Si Arfa di gondol wewek gombel. Mau pulang silahkan gak juga gak pa pa, yang rugi dia bukan gue," ucapnya semakin sewot.
Sari hanya cekikikan nahan ketawa mendengar ocehan gak jelas dari Arsila, apa susahnya bilang cemburu? dasar bucin tingkat menara Eiffel.
"Udah pulang Nduk, nak Arfa nya mana?" tanya ibunya Arsila.
"Udah." jawab Arsila dengan wajah cemberut.
"Nak Arfa-"
"Di gondol wewek gombel. Udah ah, jangan bahas dia lagi Bu, kuping aku panas."
"Bukde, jangan tanya kak Arsila soalnya dia lagi cemburu melihat Mas Arfa sama cewek lain." jawab Sari mengompori Arsila.
"Papa!" Teriak ketiga anaknya Arfa dengan senyum imutnya khas anak-anak.
Seketika Arsila, Sari dan ibunya menatap ke arah luar kamar, nampak Arfa datang dengan berpenampilan awut awutan.
"Ar," ia memanggil Arsila namun tanggapannya cuek saja.
Arsila hanya cuek tak mengindahkan panggilan Arfa.
"Nduk, gak boleh gitu pamali," bisik Bu Nirmala mengingatkan putrinya.
Hanya suara helaan nafasnya. Dengan malas Arsila beranjak dari tempatnya dan berjalan menghampiri Arfa.
"Apa!" Sewotnya.
Arfa menatap Arsila penuh kebingungan posisinya serba salah. Dirinya ingin jujur siapa gendis dan ada hubungan apa antara mereka namun ia belum siap untuk menceritakan semuanya.
"Nduk. Bapak gak pernah ngajarin anak bapak untuk berbicara kasar terhadap orang lain apalagi sama nak Arfa calon suamimu," Bapak dan ibu selalu membela calon mantunya itu.
Ya. Harusnya aku gak egois, gimanapun itu masa lalunya yang penting aku jujur pada Arfa bahwa Mas Rangga mantanku.
"Iya, Pak, aku akan menurunkan nada bicaranya?" Lirih nya.
"Papa sama Mama lagi marahan?" Tanya Ray dengan tatapan penuh selidik.
"Enggak." Ucap kami serempak.
"Papa mau bicara sama Mama, kalian bertiga main dulu sama aunty Sari." Ketiganya mengangguk dan masuk kedalam kamar Arsila.
"Bicarakan baik-baik." Bapak menepuk pundak Arfa tuk memberi semangat.
"Kamu juga Nduk, jaga emosi." Ibu menimpali dengan senyum dan berlalu keluar.
Kini aku dan Arfa berada di teras dengan ditemani secangkir teh hangat dan sepiring goreng singkong yang di antar ibu.
"Enak juga singkong gorengnya, udah lama gak makan." Ujarnya sambil memasukan sepotong singkong gorengnya, ia makan begitu lahapnya menikmati makanan khas wong ndeso.
'Apaan sih, si Arfa malah bahas singkong goreng bukannya mau membicarakan tentang dia dan gendis?' sungutnya kesal.
"Fa. Kita disini mau bahas singkong goreng apa si ulet bulu?" Tanyanya membuat Arfa berhenti mengunyah.
"Saya makan singkong dulu, kamu gak mau ikutan makan." Arfa balik bertanya.
Arsila menatap piring yang sudah kosong.
"Fa. Kamu nyuruh aku makan piring nya?" Sindirnya dengan manyun.
"Hah!" Kagetnya ketika melihat piring yang berisi singkong sudah lenyap di santapnya
"Inget Ferguso, jangan suka marah marah ntar pipinya peot, ih Atut." Ceplos Sari yang membawa tiga R keluar untuk membeli bakso.
"Siap, komandan Markonah," sahutnya dengan hormat.
Arfa dan anaknya saling tatap melihat kekonyolan antara calon mamanya dan Sari Tante nya.
"Sayang kalian mau kemana?" Dengan lembut Arsila bertanya pada Rio.
"Mau beli bakso," polosnya.
"Ya, udah hati hati di jalan."
"Iya Mama." Serempaknya.
*
*
Kini keduanya saling diam sesaat, tak ada obrolan yang menemaninya hanya kebisuan tercipta.
Ehem.
Arsila berdehem dengan membenarkan tempat duduknya.
"Fa, aku mau tanya ada hubungan apa antara kalian?" Arsila berusaha tenang.
Arfa menatap sekilas dan menjawab pertanyaan Arsila.
"Gendis wanita yang pernah hadir di hatiku, tapi anak-anak tak menyukainya kata mereka gendis jahat suka membentak mereka, awalnya saya tidak percaya pada mereka, yang saya lihat gendis wanita yang baik dan sayang pada anak anakku." Terdengar helaan nafasnya yang berat.
"Kami cinta sama dia." Ada rasa cemburu di hati Arsila dirinya tak sanggup mendengar jawaban Arfa kalau Arfa mencintai gendis.
Arfa menggeleng cepat.
"Saya tak pernah punya rasa sedikitpun dengannya, setelah saya tau sifat aslinya. Benar kata Ray dia wanita bermuka dua bila ada saya maka dia akan menyayangi anak anak apa yang mereka mau selalu dituruti oleh nya. Saat aku pergi ke toilet mereka bertiga baik baik saja, tapi setelah saya balik lagi Ray, Riko dan Rio menangis karena gendis memarahi mereka, disitu saya percaya dengan kata kata anakku."
"Terus, disitu juga kamu putusin dia." Potong Arsila yang di anggukan oleh Arfa.
Arsila tersenyum simpul ada kebahagiaan di wajahnya.
"Makanya kalau cari istri dan ibu buat anak-anak harus tau bibit, bebet bobot nya biar gak kejadian kayak gini."
"Makanya dari itu pilihanku jatuh sama kamu Sayang?"
"Ih. Jadi malu kamu bilang sayang, jantungku serasa terguncang hebat gara gara kata sayang." Kekehnya.
"Jadi kamu gak ngambek sama saya?" Tanyanya dengan senyum.
Arsila menggelengkan kepalanya.
Arfa berjongkok di depannya dengan menggenggam kedua tangannya membuat jantungku dag dig dug tak karuan.
"Terimakasih Ar, kamu mau menikah dengan seorang pria yang sudah punya anak." Lirihnya dengan mengecup punggung tangannya berkali kali.
Hatiku auto salto diperlakukan seperti ini.
"Fa, biarpun kamu duda beranak kalau aku cinta pasti aku terima jadi suami. Seandainya kamu masih perjaka kalau aku gak cinta mau apa."
" Gimana kalau nikahnya di percepat saja."
"Kenapa sih harus buru buru?"
"Habisnya kamu gemesin banget tau? Kepengen makan kamu."
Arfa tersenyum dan tertawa lepas membuat Arsila mengerutkan keningnya.
"Au ah!" lagi lagi Arsila mengerucutkan bibirnya.
Kedua orang tuanya Arsila bahagia melihat anaknya tersenyum lagi dan mau menerima Arfa menjadi teman hidupnya.
"Pak, mereka memang berjodoh."
"Iya Bu. Dengan mereka menikah kita langsung mendapatkan jekpot," kekehnya.
"Kalau mereka menikah ibu akan menyuruh mereka punya anak lagi."
"Boleh juga tuh idenya." Pak Warno tergelak tawa yang keras sehingga mengundang perhatian Arfa dan Arsila keduanya menatap ke arah Pak Warno dan Bu Nirmala.
"Bapak dan ibu menertawakan apa?" tanya Arsila bingung, ia celingukan mencari tahu apa penyebab bapak ibunya tertawa lepas.
"Enggak!" jawab mereka serempak.
"Udah lanjutin ngobrol nya mumpung anak anak belum pulang," ibu berujar dengan senyum menggoda.
Bu Nirmala suka sekali menggoda anaknya, membuat Arsila mencebikan bibirnya.
*
*
Di tempat lain, seorang wanita uring uring-uringan gak jelas.
"Rese banget kamu Mas." ucap gendis dengan berkacak pinggang seakan-akan ia tak takut dosa pada suaminya.
Bu Darmi yang melihatnya membuat hatinya sakit harus menyaksikan anaknya dihina dan di caci, ia menyesal sudah menikahkan Rangga dengan gendis.
"Gendis, jaga bicara kamu, gak sopan. Saya ibunya tak pernah berkata kasar," entah keberanian darimana datangnya membuat Bu Darmi berkata seperti itu biasanya beliau akan diam saja bila anaknya di rendahkan oleh gendis.
"Halah. Sok. Bela anaknya, ingat Bu, para tetangga pada nanyain kabar ibu, kalau punya utang cepat bayar. Bisa ngutang tapi bayarnya ngaret." ucapnya tanpa memikirkan perasaan Bu Darmi.
Rangga tak terima bila ibunya ikutan di hina, rasa sabarnya kini sudah mulai hilang.
"Gendis. Kamu boleh hina saya maki saya tapi jangan bawa-bawa ibu, beliau tidak salah." Geramnya dengan mata melotot.
Gendis semakin berani tak ada rasa takutnya pada Rangga.
"Sudahlah Mas aku capek harus mempertahankan rumah tangga yang gak sehat."
"Jadi mau kamu apa." Tanya Rangga.
"Aku mau kita cerei."
"Baik. Jujur aku sudah muak dengan hubungan toxic ini GENDIS." Pekiknya membuat Bu Darmi terkejut.
"Rangga, jangan asal ngomong cerei Nak, ibu gak mau kamu bercerai yang kedua kalinya," mohon Bu Darmi.
"Gak Bu, aku gak mau wanita ini menghina ibu," Rangga menunjuk wajah gendis.
"Ibu takut kalau mas Rangga cerei dari aku terus ibu bingung ya mau tinggal di mana," sindirnya.
"GENDIS."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
murni l.toruan
Lucu dan ngaco di part ini, rasa baca skrip stand up comedi.
Lanjutkan thor
2022-10-25
1