Kebohongan

"Selamat ya Mas, ini kado buat kalian, semoga pernikahan kalian langgeng hingga perceraian yang memisahkan antara kalian," bisikku membuat dirinya tegang setengangnya.

Gendis menatapku tak suka, masa bodo kan mereka gak tau kalau aku ini istrinya eh, maksudku suami kita.

" Mas, Mas, fotoin kita dong," pintaku pada seorang fotografer, ia pun mengangguk dan mendekati kami.

"Boleh saya foto?" Tanyaku dengan suara memelas.

Mas Rangga hanya tersenyum dan mengangguk sedangkan si kuntilanak hanya mencebikan bibirnya yang sedikit menengadah ke langit.

Bodo amatlah, suka suka aku.

"Mas, aku di tengah ya, si embaknya nyingkir dulu deh, atau gelantungan di pohon nangka," cetusku tanpa dosa.

"Emang saya kuntilanak," sewotnya.

'Ih, ngaku juga kalau dirinya kuntilanak.' batinku.

Gendis sudah aku usir secara halus masih saja nempel sama mas Rangga kayak tokek aja.

Acara sesi foto berjalan dengan lancar.

Krek

Krek.

Beberapa cepretan foto di berikan padaku. Aku hanya senyum senyum sendiri menyaksikan madu beracunku misuh misuh tak jelas.

"Wah, ini mah cantik banget. Udah kayak pengantin perempuannya aja," celetuk Bu Wiwik dari arah belakang.

"Masak sih Bu? Saya kan, hanya tamu undangan saja, yang pengantinnya dia." Tunjukku pada gendis.

"Dia mah cocoknya jadi pagar ayu Neng, cantikan juga Neng?" Ceplos Bu Wiwik.

Bu Wiwik kalau ngomong suka bikin nabok saja, untungnya yang ia bully bukan aku jadi, aku nikmati saja walau kesannya aku jahat. Jahat! Justru yang jahat mereka dan juga gendis sudah tau mas Rangga sudah menikah dan dia mau mau aja jadi istri siri tapi meriah pestanya gak seperti aku istri pertama yang sah diakui secara agama dan negara tapi miris pernikahan kami hanya sederhana saja nasib memang tidak memihak pada Arsila Darwanti.

Mujur sekali nasib kuntilanak tersebut, di desa dengan mengadakan acara pernikahan dengan dangdutan termasuk yang wah. Padahal statusnya sebagai istri kedua, namun ia yang di cintai suamiku gendis wanita satu satunya yang bertahta paling tinggi di hati Mas Rangga, aku baginya hanyalah apalah apalah.

Gendis yang menang dalam hati Mas Rangga sedangkan aku hanya figuran yang tak pantas di sentuh, berbeda dengan gendis, Dewi Fortuna memihaknya.

"Makan yuk, Mas lapar liat masakannya mengiurkan," mas Arifin menarik lenganku dan menuju meja yang penuh oleh berbagai macam menu makanan.

Aku hanya mengangguk dan berjalan menuju meja yang sudah di penuhi bermacam-macam makanan, toh mas Rangga mengadakan pesta pake uangku juga, enak saja aku yang capek banting tulang sedangkan dia berdua yang menikmatinya gak rela, sumpah demi Alek gue gak rela!

Bermacam macam makanan sudah aku pindahkan ke meja tamu undangan, jangan tanya lagi, para tamu undangan pada heran melihat aksi ku, ada yang senyum-senyum meledek ada yang geleng-geleng kepala yang cuek juga ada.

Bu Wiwik mengangkat kedua jempolnya dengan senyum barbar.

"Nduk, kesambet setan mana?" Ucapnya dengan gelak tawa.

"Itu ratu setannya, jadi anak buahnya pada nempel sama aku Bu, ibu Wiwik mau?" Tanyaku.

"Ambil yang banyak, mumpung masih gratisan lagian saya yang banyak menanam saham di pesta ini."

"Benar juga ya Nduk, kebetulan saya bawa tas ransel yang cukup untuk menampung beberapa makanan lezat, yang belum pernah ibu makan," kekehnya.

Benar saja Bu Wiwik memasukan beberapa makanan kedalam tasnya. Sekilas aku mendengar seseibu berbisik-bisik menggosipkan aku dan Bu Wiwik yang makan banyak plus nyolong di masukan ke dalam tas.

"Jangan suka gosipin kita Bu ibu kalau mau ambil saja, jangan pusing toh ini makanan gratis siapa saja boleh kan." Tutur Bu Wiwik.

"Benar juga sih, tapi malu dong masa harus nambah, apa kata yang lain." Timpal seorang ibu bertubuh gemuk.

"Bu, ini bukan kota. Ini desa, ada benarnya juga apa kata ibu ini." Timpal yang kurus.

"Kasian loh, sama Bu Lina kalau makanannya habis, kan, para tamunya belum datang semua," terang ibu ibu berkerudung gejreng, gak cocok dengan baju ia pakai.

"Kalau Bu Lina takut makanannya habis jangan hajatan."

"Hajar Bu ibu mumpung Saiful hajatnya lagi di ruang ganti." Sahut ibu gemuk tersebut dengan lincahnya ia sudah memasukan beberapa makanan berupa kue basah dan daging.

Wow. Amazing.

Sedetik kemudian makanan yang tersaji di meja ludes di kantongin para emak emak memang ya mereka the fower emak emak tak tertandingi dan tidak terkalahkan.

Eehhh. Lagi asyik-asyiknya menikmati makanan mempelai pria nya datang menghampiri aku, ada angin apa, pemirsa.

"Bagaimana hidangannya enak nggak?" Ucapnya pertinyiin apa, garing banget woy.

"Enak, kalau gak enak pasti para tamu undangan kabur semua?" Ledekku dengan wajah menunduk untuk membersihkan bibir yang belepotan makanan.

Mas Rangga hanya terkekeh mendengar jawaban ku.

"Boleh saya duduk?"

'Hah, dia yang punya acara ngapain juga minta izin untuk duduk dasar modus bilang saja elo mau mepet gue,' batinku.

"Boleh dong, silahkan kalau istri anda tidak marah?" Asalku.

"Istri saya orangnya pengertian kok, lagian ini kan hari paling terbahagia dan bersejarah bagi saya," tuturnya dengan senyum.

Huwek, pemirsa mendadak aku mual. Lebay banget.

"Namanya siapa, boleh kenalan," tanyanya dengan mengulurkan tangannya.

"Narsih!" Ceplosku membuat dirinya melonggo mirip sapi ompong.

"K-kamu?" Jawabnya gugup.

"Iya, ini aku Narsila Agatha," bohongku membuat Mas Rangga menarik nafas lega.

"Mas nya kok, panik, emang nama aku pasaran ya? Atau jangan-jangan nama Narsih itu mantan Mas." Sengaja aku katakan seperti itu aku ingin tau reaksinya.

"B-bukan. Lupakan, oh iya saya hampir lupa menyebutkan nama saya, Rangga," ujarnya.

Emang gue pikirin, mau nama Lo Rangga, Kevin dan siapapun gak tertarik tuh, ejekku dalam hati.

"Rangga yang tukang selingkuh ya, yang ninggalin bininya kawin lagi," cetusku tanpa dosa.

Wajahnya pucat pasi suer, kasian takut pingsan, senyuman manis nya hilang seketika saat aku ucapkan kata-kata sakmat padanya. Mati Lo sekalian.

Aku Arsila Darwanti anak wong ndeso itu dulu dan sekarang aku anak kotaan sudah pintar cari duit sendiri sudah pandai merawat diri, sampai suami sendiri tidak mengenaliku lagi sangking apa coba, sangking cantiknya.

"Kenapa mas, sakit?" Tanyaku pura pura sedih.

"Nggak. Mungkin yang kamu maksud Rangga aku mungkin Rangga lain kali, saya orangnya tipe setia," ucapnya dengan bangga.

Aku hanya mengangguk pelan, "mungkin, soalnya nama Rangga banyak. Saya doakan semoga Allah memberikan keturunan yang bermutu dan berkualitas baik, dan satu lagi doaku semoga till Jannah, tapi kalau mas gak setia saya doakan semoga cepat mati," kekehku membuat dirinya senyum sepet.

Enek enek tuh kupingnya Mas Rangga dengar celotehan ku yang pedas sepedas mulut nitizen, biar nyaho.

Terpopuler

Comments

Hana Safira

Hana Safira

wah, benar juga si kuntilanak suruh gelantungan aja,😆😆

2022-10-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!