Semenjak bertemu dengan mas Rangga membuat hatiku gelisah, bukan masih ada cinta untuknya melainkan rasa kasihan, hidup rumah tangga nya tak sejalan lagi dengan wanita yang ia cintai, huff, ngapain sih aku yang pusing? Seharusnya aku memikirkan hal yang harus dilakukan, besok akan kedatangan Tamu bapak yang anaknya akan di jodohkan dengan aku, siapa lagi kalau bukan si Arfa si melehoy tangannya melambai-lambai capek deh.
Aku mau dijodohkan dengan lelaki setengah jejadian bisa bisa alat kosmetik ku habis dipakainya dan satu lagi si Arfa akan tukar pake baju dasterku lengkap sudah penderitaan Arsila, sebelum pertemuan itu terjadi maka aku harus banyak stok yang namanya sabar atau banyak berteman dengan pak sabar.
"Nduk, kamu sudah siapkan, ketemu sama nak Arfa?" Tanya bapak.
"Entahlah Pak, dibilang gak siap, ujung-ujungnya ketemu juga, toh, si Arfania nya juga mau kesini?" Jawabku lesu.
"Pasti kalian cocok, dia duda juga tapi--"
Bapak menjeda ucapannya ada keraguan di dalam hati bapak, terlihat dari s sorot matanya.
"Tapi apa pak, ketahuan sama istrinya kalau dia setengah wanita,"
"Bukan Nduk."
"Lalu?"
"Dia duda anak tiga," timpal ibu dari belakang.
Eatdah. Ternyata dia punya anak juga, burung kenari nya oke juga.
"Cius Bu? Si Arfa yang semampai punya anak," tanyaku setengah kepo apa benar dia punya anak atau anak orang lagi, dapat nyolong kale.
Plakk.
Ibu mengeplak lenganku dengan mata melotot ah, kalau ibu sudah begitu itu tandanya benar kalau si Arfa punya anak.
"Kalau ngomong mbok di saring toh. Nak Arfa berubah jadi lelaki yang macho dan tampan, nanti malam dia mau kesini sama anak-anak nya, jadi, ibu minta kamu jangan ketus sama calon buah hati kamu?" Jelas ibu.
Daripada ribut sama orang tua malah nambah dosa aku iyakan saja. "Enggeh Bu?" Soal si Arfa sama pasukannya ntar aja di pikirkannya. Yang penting ibu bapak diam ngak ceramahin aku terus, lama lama kupingku aku gatel juga.
"Benar kata ibumu Nduk, kalau kamu liat nak Arfa yang sekarang pasti kamu gelempar gelempar seperti ikan kekurangan air dan maksa bapak untuk nikahin kalian saat itu juga." Penuh keyakinan sekale bapak ngomong seperti itu belum tentu aku mau, ah bapak sama ibu kayak udah di guna guna sama mbak dukunnya si Arfa.
"Hehehe," aku hanya menunjukkan cengiran mengejek.
"Sekarang udah jam empat sore cepetan sana mandi dandan yang cantik," ucap ibu.
"Hemm." Aku hanya pasrah mau di apain sama mereka.
Pukul setengah delapan tamu spesial bapak sudah datang dan? Disambut baik oleh mereka, samar samar terdengar suara berisik dari ruang tamu.
"Itu beneran pasukannya si Arfa? Hadeehh, capek deh. Masa nikah sama duda plus paketanne." Aku hanya geleng-geleng kepala membayangkan semuanya bisa bisa seisi rumah ku hancur kayak kapal pecah.
Tok, tok suara pintu kamar diketuk oleh ibu.
"Nduk, tamunya sudah datang, cepetan keluar, kamu harus liat calon anak anak kamu lucu dan gemesin, apalagi yang bontot, ih, ibu kepengen nyubit deh." Hebohnya aku hanya gelengkan kepala seraya menepuk jidat nonongku.
Krek, pintu kamar aku buka lebar, terlihat jelas bahwa ibu malam ini sangat-sangat bahagia tak seperti dulu saat keluarga Mas Rangga datang tuk melamar, kedua orang tua ku hanya menunjukkan wajah datar dan acuh, tapi saat ini wajahnya begitu bahagia.
Haruskah aku menolak lamaran dari Arfa, itu artinya aku sudah merusak kebahagiaan ibu dan bapak.
'Yaelah, gitu aja kok, ribet Arsila? Liat dulu siapa tau si Arfa genteng, tak seperti yang kamu pikirkan,' aku bermonolog sendiri.
"Masyaalloh, anak ibu cantik sekompleks, ntar nak Arfa pasti klepek-klepek dengan pesona mu Nduk." Puji ibu.
"Tentu Bu, si Arfa akan terpesona dengan kecantikan janda kembang." Ketusku.
Ibu mengandeng lenganku saat ini aku hanya mengenakan dress selutut berwarna nut dengan sendal jepit yang senada. Jangan berprasangka buruk padaku, karena sendal jepit yang aku pakai bukan sembarang. Kalau kalian lihat pasti akan ngakak.
"Bu, ibu duluan aku kebelet, mau ke kamar mandi dulu," sengaja aku mau ulur waktu.
Ibu mengangguk dan meninggalkan aku beliau berjalan menuju ruang tamu.
Setelah ibu pergi aku hanya berdiri meratapi nasibku entah sampaikan akan mendapatkan kebahagiaan.
"Mama!" Teriak tiga bocah dengan memeluk kaki ku.
Hah. Beneran ini anaknya si Arfa? Kok, bisa sebule itu. Arfa waktu di kampung dulu diakan item tukang ngarit rumput buat sapi, apa istrinya bule? Ah, gatal kepalaku mikirin si Arfa.
' Ini bocah gemesen banget, benar kata ibu.' batinku rasanya ingin aku usel usel pipinya yang gembul.
"Mama, kok, diem aja." Kata si sulung soalnya di antara mereka dia yang paling gede.
Jelas aku diam, ibunya juga bukan.
"Ini anak ganteng banget masa iya anaknya si Arfa?" Ucapku menyakinkan.
Susah untuk percaya pada semua orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments