Kapok

Disaat kami bincang-bincang dari arah samping terdengar suara ribut-ribut membuat kami berdua menolehkan kepala.

Seorang pria paruh baya sedang marah dan memaki dari suaranya aku kenal milik siapa, ya. Itu suara Bapak, tapi darimana beliau tau kalau disini ada pesta pernikahan menantunya?

"Mana Rangga! Mana!" Suaranya menggelegar hebat membuat para tamu undangan menatap ke arah Bapak.

Mas Rangga salah tingkah kutatap wajah nya yang penuh kebingungan, ada rasa puas di hati ini tak perlu aku yang membuat keributan dan membalas sakit hati sudah bapak yang rela melakukannya jauh jauh dari tempat kami beliau sampai di sini juga untuk melabrak menantunya.

Ada gelagat aneh rupanya dia mau kabur aku harus mencegahnya agar tidak lari dari kenyataan ini dia yang sudah menorehkan luka di hati orang tuaku.

"Mas Rangga mau kemana!" Aku sengaja memanggilnya agar bapak tau bahwa orang yang sedang beliau cari ada bersamaku.

"Sttt," Mas Rangga menempelkan jarinya agar aku diam.

"Kenapa Mas, itu ada tamu nyariin Mas," ucapku dengan menunjuk Bapak.

"Heh! Kamu beraninya menikah lagi dengan wanita lain, sekarang dimana anak saya Arsila, HAH!" Bentak Bapak dengan mengepalkan tangannya terlihat jelas uratnya yang menonjol.

'Pak, aku disini, sedang mendampingi menantu mu,' batinku.

Apakah benar aku cantik sehingga bapak ku sendiri tak mengenalinya?

"Mana anak SAYA!" Bentaknya lagi dengan menarik kerah baju kemejanya kasar.

Plakk

Plakk

Bapak menamparnya dua kali membuat mas Rangga oleng.

"Ini ada apa, siapa anda datang marah marah, tolong Pak jangan rusak pesta anak kami," ucap ibu yang bersanggul aku pastikan beliau adalah ibunya gendis.

Bapak melepaskan tangannya dan menatap wajah ibunya gendis.

"Tanya pada mantu Anda." Terang Bapak.

"Nak Rangga ada apa ini, dan siapa bapak ini?" Tanyanya heran.

Kulihat di pojokan Bu Darmi mertuanya aku sedang gemetaran melihat kelakuannya yang sudah terendus oleh Bapak.

Jangan tanya hatiku sedang mereog heboh, ada kepuasan tersendiri.

Mas Rangga hanya membisu bingung antara jujur atau berbohong. Bila ia jujur maka harus siap di amuk bapaknya gendis.

"Ayok jelaskan sama mertuamu. Apa harus saya yang menjelaskan?" Tanya bapak lagi dengan suara sedikit melunak.

Yang di tanya hanya garuk garuk kepala membuat jengkel bapak dan juga aku.

Saat bapak akan memukul mas Rangga tiba tiba ibu mertua datang dengan tergopoh-gopoh menghampiri bapak.

"Jangan pukul anak saya Pak, ini salah paham," ujarnya sambil menarik tangan mas Rangga.

Apa dia Kate salah paham? Oh, mama aku padamu sungguh benci atas kebohongan yang beliau ucapkan pada bapak.

Kini giliran Bu Darmi yang di tatap Bapak kulihat beberapa kali bapak menarik nafas.

"Bu, biar saya gak pernah makan bangku sekolah dan gak bisa baca, tapi saya tidak bodoh. Saya sebelum kesini memastikannya sendiri dan saya juga bertanya pada pak lurah bahwa benar disini ada yang menikah yaitu Rangga Putra bin Darsono bukankah Rangga Putra itu putranya ibu? Dan Darsono itu suami ibu?" Ucap bapak panjang kali lebar membuat mama mertua diam seribu bahasa.

"I-ini hanya salah paham, memang disini ada pesta tapi yang menikah bukan Rangga tapi sepupunya," jawabnya dengan senyum yang ia paksakan.

Anjirr, mertuaku pandai berdusta, cocoknya jadi sinetron ikan nyungsep. Bukannya merasa bersalah malah ngeles kaya bajaj.

"Sedari dulu saya sudah gak setuju kalau anak saya menikah dengan anak ibu, Rangga dimana Arsila."

Mas Rangga hanya gelengkan kepala.

Membuat bapak semakin marah padanya.

"Arsila. Arsila seandainya kami melihatnya kelakuan suamimu yang kamu cintai, sekarang dia bersandi dengan wanita lain," ucap bapak dengan berurai air mata.

Rasanya ingin aku peluk bapak sekarang juga, begitu sayangnya padaku anak yang tidak pernah mendengarkan nasehat beliau, 'maafkan Arsila pak,' tangisku pecah dalam hati.

"Saya mohon sangat sangat! Kembalikan anak saya bukankah kalian berdua yang memintanya dari saya? Bila sudah tak suka maka antarkan pulang karena Arsila masih punya orang tua." Ucap bapak lagi dengan raut wajah yang sedih.

"Permisi." Pamit bapak dan meninggalkan acara tersebut.

"Ar, kamu gak mau ngaku sama pak dek kalau kamu itu Arsila anaknya?" Mas Arifin mengingatkan aku.

Aku menggeleng cepat. "Tidak, jangan sekarang, tungggu waktunya," jawabku.

"Kasian loh Pak dek, sepertinya beliau sedih."

"Aku tau."

Kini pesta yang meriah mendadak jadi tegang.

"Nanti sampai rumah aku akan menelponnya, sekaligus memberi kabar bahwa anaknya baik baik saja."

Mas Arifin hanya tersenyum, aku tau arti dari senyumnya.

"Ar, kenapa kamu gak pisah saja?" Tanyanya membuat aku menyunggingkan senyum.

"Aku ingin bermain-main dulu."

Terdengar helaan nafasnya yang berat darinya.

"Kapan aku membahagiakan kamu Ar, andaikan dulu berterus terang padamu kalau aku cinta." Terangnya.

"Yang lalu biar berlalu Mas, mungkin kita tercipta bukan untuk saling memiliki?"

"Kalau kamu sudah bercerai apakah kamu mau menikah dengan ku? Aku akan selalu menunggumu." Mantapnya.

"Aku kapok nikah sama orang kayah. Apalagi Mas orangnya baik, tampan dan mapan," jawabku mantap seandainya jodoh kami hanya seumur jagung aku tak ingin terulang kembali menikah dengan orang kaya.

"Kenapa?"

"Kapok." Ceplosku.

"Jangan samakan aku dengan Rangga, jelas kami berbeda. Karena aku tulus mencintaimu Ar." Dari sorot matanya terlihat ketulusan cinta nya untuk ku.

"Liat ntar." Jawabku hanya untuk sekedar menghargainya.

Senyumannya yang semula redup kini menjadi terang setelah mendengar jawaban ku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!