"Untung aku lebih pintar dari Mas Rangga juga mertua kalau ngak bisa habis uangku." Desisku.
Seandainya aku diam saja didalam kamar mungkin tidak akan mendengar semua yang keduanya ucapkan.
Sang Pemilik Kehidupan begitu menyayangi aku, dan memperlihatkan kejahatan keduanya. Memang aku sudah menyembunyikan uang dari gajiku tak apalah uang tujuh ratus ribu untuk mereka anggap saja bakti seorang istri dan mertua yang jompo pantas di kasihani.
Akan tetapi siapa wanita yang bernama gendis? Dan ada hubungan apa antara mereka? Aku harus cari tau tentang wanita bernama gendis itu.
Sore ini cuacanya mendung, ku langkahkan kaki menuju warung Ce Kesih dia orang Sunda yang tinggal di sini ikut suaminya kang Darto.
"Ce, minta baksonya satu," ucapku dengan senyum yang di anggukan olehnya.
"Dibungkus?" Tanyanya.
"Di makan disini aja. Kayaknya enak kalau makan masih panas, kalau dibawa pulang ntar dingin dan kurang enak." Aku berjalan menuju lemari pendingin untuk mengambil sebotol minuman perasa.
Ce Kesih tersenyum mengangguk.
Tak selang berapa lama semangkuk bakso berada di hadapan ku, harum baksonya menyeruak masuk kedalam hidungku serta cacing dalam perutku ikut berontak minta di isi.
"Aw." Seruku sambil mengipasi mulutku yang kepanasan oleh kuah bakso.
"Hati-hati kalau makannya atuh neng geulis," Ce Kesih menginginkan aku agar pelan-pelan makan baksonya.
Warung bakso ce Kesih begitu rame sore ini biasanya sepi. Mungkin karena ini malam Minggu sehingga banyak muda-mudi berpasangan makan bakso.
"Wah, kasian banget sama gendis, masa Rangga mau nikahin gendis secara siri? Padahal gendis cinta pertamanya?" Salah satu pengunjung berceloteh yang mengkhawatirkan nasib wanita yang bernama gendis itu.
"Aku malah kasian sama istrinya itu lho, dia kok, mau ya," timpal seorang wanita yang perawakan pendek dan gembul.
"Iya, ya. Sudah orang ndeso di apusi kok gelem ( dibohongi kok mau) kalau jadi aku udah aku buang ke tong sampah punya laki kayak gitu, untung Mas Parmin setia orangnya, hehehe."
"Jum, Jum, gak bakalan Mas Parmin kawin lagi wong wajahnya penuh batu pasir," kelakar temanya dengan menyenggol lengan wanita yang bernama Jum. Yang di ejek malah mengerucutkan bibirnya.
Apa yang mereka bicarakan adalah orang yang sama dengan pembicaraan Mas Rangga dengan mamanya? Hatiku terasa mendidih mendengar ucapan mereka tentang gendis. Aku gak boleh emosi harus aku dengar semua percakapan tiga insan yang sedang bergosip.
"Si Rangga itu gak berterimakasih atas apa yang ia punya, ngapain di nikahin ujung-ujungnya harus dijadikan ATM berjalan."
"Emang gendis mau dijadikan yang ke-dua oleh Rangga apa kata dunia? So, bapaknya gendis dari dulu gak setuju dengan Rangga apalagi sekarang ini gendis akan ia nikahi secara siri bakalan di sunat tujuh kali sama bapaknya gendis." Sahut wanita satunya lagi.
"Habis atuh, kalau di sunat sebanyak tujuh kali," ce Kesih menimpalinya dengan gelak tawa membuat suasana menjadi riuh.
Begitu dalamnya cinta Mas Rangga untuk gendis, terus ia menikahi aku demi apa? Sungguh aku tak mengerti.
"Boleh saya duduk bersama kalian," ucapku dengan senyum.
Ketiganya mengangguk.
"Boleh," jawabnya dengan mempersilahkan aku duduk.
"Maaf ya, tadi aku gak sengaja mendengar pembicaraan kalian tentang Mas Rangga, dan siapa gendis." Aku bertanya padanya membuat dirinya menatapku heran.
"Maksud aku Rangga Saputra em, dia itu sepupu aku," kataku lagi untuk menyakinkan bahwa aku benar-benar sepupu Mas Rangga.
"Yang mana ya? Soalnya saya paham semua sepupu Mas Rangga."
Hati ini gelisah apa benar dia paham dengan wajah sepupu Mas Rangga, mustahil, mungkin dia mengada ada.
"Jum, Jum, emang kamu tau sampai sedetail-detailnya tau wajah sepupu Rangga?" Timpal temannya.
"Ah, kamu." Yang bernama Jum tersipu malu.
"Sepupu darimana?"
"Ya dari Bu Darmi atau bapaknya Rangga, kamu mah aneh." Kesalnya lagi.
"Maksud aku itu darimana asalnya?" Protes Jum dengan nada kesal.
"Kok, jadi gini? Saya dari kampung sebelah," jawabku menengahinya kan, jadi gak enak malah mereka adu mulut.
Setelah itu Mbak Jum menceritakan semuanya membuat hati ini semakin benci pada anak dan ibu tersebut. Bisa-bisanya Mas Rangga berkoar-koar ia menikahi ku karena kasian aku dikatain perawan tua yang tak laku-laku.
Tring.
Sebuah pesan singkat masuk kedalam hp jadul ku dijaman sekarang aku tak punya hp android hanya hp butut yang aku punya biarlah yang penting bisa bertukar pesan.
"Narsih, Mama mau baksonya ce Kesih tolong beliin ya? Sekalian buat Mas."
Gak salah. Dia bilang apa Mas, dan satu lagi minta di belikan bakso, dasar gak tau malu sudah mengambil gajiku sekarang minta di belikan bakso enak saja.
Tak ku hiraukan pesan singkat itu. Hanya ada kebencian dan kebencian, aku tak mau minta cerai secepat ini aku ingin bermain-main sebentar dengan mereka, bibir ini terangkat senyum kecewa yang ku rasakan.
Dering hp butut begitu nyaring membuat para pengunjung warung menoleh kearah ku, entah sekarang wajahku dimana apa masih ada di tubuh ini atau pindah tempat.
"Mama, HP-nya kakak itu lucu ya, mirip HP mainan aku," ujar bocah kecil.
Ibu dari anak tersebut tersenyum kikuk atas apa yang dikatakan anaknya.
Segera ku angkat agar tidak jadi pusat perhatian mereka semua.
"Iya, ada apa? Aku gak punya duit buat beli bakso nya, kan gaji aku sudah kamu rampok Mas," seruku.
"Kamu bisa ngutang dulu sama ce Kesih." Enteng banget kalau ngomong kenal aja baru beberapa hari bikin malu aja.
"Enggak ah, aku malu dan satu lagi kalau aku ngutang emang siapa yang mau bayar?"
"Kamulah."
"Gak. Sekali enggak tetap enggak " aku masih gak mau mengalah enak aja dia uang makan kok, aku, yang bayar, aku bukan wanita bodoh yang bisa di bodohi.
"Awas aja kalau pulang gak bawa bakso aku gak segan-segan untuk berbuat kasar sama kamu! Dasar manusia udik." Sarkasnya membuat aku menarik nafas dalam-dalam.
"Assalamualaikum,"
*Waalaikumsalaaam." Sebuah jawaban yang keterpaksaan.
"Mana bakso buat Mama," mama mertuaku menyodorkan tangannya meminta kantong plastik yang aku bawa.
"Ini." Aku menyerahkannya membuat Mama tersenyum sinis.
Deg.
Saat melihat sosok wanita cantik berkulit putih hidung mancung dan senyuman yang merekah, siapapun yang melihatnya akan terpesona termasuk aku ku lirik tubuh ini dan aku raba wajah ini. "Gak beda jauh, aku juga cantik bila sedikit aku dempul dengan bedak mungkin lebih cantik aku? Tapi dia siapa?" Tanyaku dalam hati, ku perhatikan wanita tersebut yang begitu akrab dengan mas Rangga keduanya saling tersenyum duduk berdekatan keduanya tidak menyadari bahwa ada aku yang memperhatikan keduanya.
"Ma, siapa wanita itu?" Tanyaku.
"Gendis," jawabnya
"Gendis itu siapa, Mah."
"Sepupu jauh nya Rangga, mereka jarang ketemu, makanya kaku." Ujarnya sambil menyuapkan bakso yang aku beli tadi.
"Sepupu jauh jarang ketemu, tapi mereka akrab sekali? Kayak orang yang merajut cinta."
Seketika Mama yang sedang menikmati bakso menghentikannya terpancar dari raut wajahnya yang bingung.
"Masa sih. Tadi mama liat mereka duduknya juga jauhan, apa mungkin sekarang sudah akrab. Iya, akrab." Jawaban mama sungguh tak maksud akal.
"Ayok, Mama kenalkan sama dia," Mama menarik lenganku dan menggandengnya menuju manusia yang sedang bercanda mesra.
"Ga, kenalin dong gendis nya sama Narsih. Biar saling kenal gitu?" Ujar Mama.
Kulihat wajah Mas Rangga memerah ada rasa malu dan shok melihat ku yang menatapnya penuh selidik.
"Na-narsih? Kapan kamu pulang?"
Dasar suami edan, gendeng. Rasanya ingin aku Jambak rambut pirang milik gendis, mana ada sepupu semesra itu, aneh. Kulirik dengan ujung ekor mataku nampak gendis merasa canggung saat ku lirik sesekali kedua tangannya saling bertautan apakah takut ketahuan kalau ia selingkuhannya Mas Rangga?
Ku ulurkan tanganku untuk bersalaman.
"Hai, kenalkan aku Arsila Darwanti, istrinya Mas Rangga," ujarku dengan senyum manja. "Iyakan Mas."
"I-iya," jawabnya dengan menggaruk tengkuknya dengan pasrah.
"Mbak siapanya Mas Rangga?" Kutatap wajah ayu nya.
Gendis nampak bingung mau jawab apa. Membuat Mama mertua turun tangan langsung dan menjawab pertanyaan aku.
"Kan, Mama sudah bilang kalau gendis sepupunya Rangga, iyakan, gendis."
Hanya anggukkan kepala darinya. Kurasakan saat tangannya yang masih berjabat tangan dengan ku bergetar.
"Jangan panik gitu lho, kalau kamu benar-benar sepupu Mas Rangga kenapa tangan kamu bergetar? Dan berkeringat lagi. Udah kaya orang yang selingkuh ketahuan istrinya," sindirku dengan senyum sinis.
"Enggak lah." Ibu dan anak menjawab dengan kompak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Christy amora
Hadir lagi Thor🙏
2022-12-08
0