Bab 18 - Titik terang

Di tengah malam Morgan terbangun dengan rasa gelisah karena mendapat firasat yang buruk.

" Diriku harus segera menemukan kalung itu, atau ayahanda akan mengutus seseorang belum lagi kematian amardo pasti membuat petinggi kerajaan mulai curiga " batin Morgan.

Perlahan di letakkan nya kepala sang permaisuri di atas bantal, setelah memastikan posisinya bagus barulah ia menghilang ketempat yang ia inginkan.

Batu safir miliknya mengarahkannya ke sebuah tempat tinggal sederhana milik keluarga Albert.

" Tok.. tok.. tok.. " Terdengar sahutan dari dalam rumah.

" Cari siapa tuan ??" tanya seorang kakek tua sang pemilik rumah setelah tak lama Morgan menunggu.

" Tuan Alberto " kata morgan.

" Saya sendiri. Mari silahkan masuk " kata pria paruh baya yang masih tampak gagah di usia senjanya.

Morgan masuk dan kini berada di ruang tamu mini dengan secangkir teh hangat di depannya.

" Katakan lah apa ada keperluan mendesak" kata Alberto pelan sembari melirik jam di pergelangan tangannya.

" hm, siapa pemilik kalung arsery " tanya Morgan to the poin.

" Kalung arsery ? aku seperti pernah mendengarnya " lirihnya namun masih terdengar oleh Morgan.

" Sebentar " katanya seperti teringat sesuatu.

" Ayo ikut aku !! " serunya pada Morgan dan beranjak dengan cepat memasuki rumahnya lebih dalam lagi sampai ia berhenti di depan sebuah pintu tua yang nampak tak pernah tersentuh.

" Kreeeet " didorongnya pintu itu dengan sekali hentakan.

" Maaf. ruangan ini sudah sangat lama tak pernah ku bersihkan " katanya terkekeh kecil.

" Tak mengapa " singkat Morgan menghalau debu yang berterbangan.

" Di mana aku meletakkan benda itu, kenapa semakin tua aku semakin pelupa " gerutu kakek tua sibuk membuka beberapa kardus besar.

" Ah, disini rupanya. Nak, kemarilah. Apa ini yang kau maksud ??" tanya Alberto mengangkat sebelah alisnya.

" Benar, ini ciri - cirinya " jawab Morgan menatap kotak kayu berwarna merah dengan ukiran emas yang unik.

Sekilas mata Morgan berubah ungu dalam beberapa detik menandakan keterikatannya akan benda yang di pegang kakek Alberto.

" Kita bicarakan di luar " ucap Alberto menuntun Morgan ke tempat semula.

" Jadi, apa buktinya kalau kamu adalah pemilik dari kalung itu ??" pancing Alberto, ia menjaga amanah sahabatnya untuk memberi petunjuk pada si pemilik kalung tersebut.

" Kenalkan namaku adalah Morgan dan ini adalah tanda bahwa saya pemilik kalung tersebut " ujar Morgan menunjukkan sebuah pecahan kecil batu berwarna merah.

" Boleh kah aku melihatnya ??" kata Alberto pelan.

Setelah beberapa detik Alberto terdiam dan kemudian mengangguk - angguk sembari tersenyum tulus kearah Morgan.

" Sekarang aku percaya. Benda itu sekarang milik mu " kata Alberto halus.

" Terimakasih " ujarnya lalu membuka kotak di hadapannya. Dan matanya membulat kesal merasa telah di permainkan oleh kakek tua di hadapannya.

" Kamu mempermainkan ku, kenapa kotaknya kosong dan kemana kalung itu berada ??" ujar Morgan geram. Namun Alberto malah terkekeh santai dan menjawab.

" Maafkan aku anak muda sepertinya kamu harus menemukan seseorang bernama Maria, karena sekarang kalung itu bersamanya. Dia adalah istri dari Marcus pemilik kalung itu dan ia hanya menitipkan kotak itu pada ku " kata Alberto menjelaskan.

" Di mana dia tinggal ??" desis Morgan setelah beberapa detik mengatur nafasnya agar tidak meledak.

" Di rumah jompo Anna Fansisco " singkat Alberto.

" Baiklah " kata Morgan bangkit dari duduknya tak lupa membawa kotak unik itu di tangannya, melangkah keluar dan beberapa detik menghilang dari sana.

" Apa aku berhalusinasi " batin Alberto.

Sedangkan Morgan tak membutuhkan waktu lama berada di depan panti jompo yang di katakan Alberto.

" Maaf tuan masa berkunjung telah habis, ini bahkan sudah dini hari anda bisa datang keesokan hari lagi " kata penjaga disana.

" Tapi ini sangat penting. Saya harus bertemu dengan nyonya Maria " kata Morgan tegas sedikit menguarkan aura kebangsawanannya membuat penjaga itu akhirnya mengizinkannya.

Kini Morgan berada di hadapan seorang wanita tua dengan rambut pirang yang tak lain adalah Maria.

" Di mana kalung itu " kata Morgan tak sabar.

" Kalung apa??" jawab Maria.

" Kalung Arsery, itu milik ku " jelas Morgan.

" hm kalung itu, tapi maaf itu kalung turun temurun jadi aku telah memberikan kepada anak ku dan kini ia telah meninggal dunia " jelasnya.

" Trus dimana kalung itu " tekan Morgan dengan dingin.

" Em, kemungkinan besar di turun kan kepada putrinya " kata Maria dengan raut sedih.

Ia teringat tak merestui pernikahan Putrinya bersama seorang pria biasa hingga putrinya itu nekat kawin lari dan selama itu ia tak mempedulikan kehidupan sang putri hingga di dengarnya putrinya telah tiada karena sebuah kecelakaan.

Dan ia kini menyesal karena tak pernah tau keberadaan cucunya hingga saat ini.

Morgan harus rela karena pencariannya yang mulanya ia rasa menemukan titik terang ternyata sia sia karena kalung itu berada di tangan cucunya Maria yang tak ia tau rimbanya.

Setelah berpamitan Morgan berjalan gontai dengan rasa putus asa dan dengan menahan amarah tiba - tiba ia teringat wajah sang permaisurinya.

" hm, saya ingin sekali memeluknya " batinnya dan kembali semangat.

Lalu dengan cepat Morgan melintasi waktu menuju apartemen miliknya.

Berbeda dengan Stevani yang menyadari kebiasaan Morgan yang pergi di tengah malam membuatnya nekat bertemu dengan temannya.

" Sebaiknya aku segera kembali " kata Stevani perasaan was - was di hatinya.

" Iya, kamu berhati - hatilah. Besok aku akan menunggumu di tempat itu " bisik temannya memeluk singkat Stevani berharap bisa mengalirkan energi semangat pada temannya itu.

Setelah berpamitan Stevani setengah berlari menuju unitnya, untungnya tempat pertemuan mereka tidak terlalu jauh dari apartemen milik Morgan jadi dia bisa kembali dengan waktu singkat.

Lima menit Stevani tiba, tak lama terdengar suara pintu yang di buka membuatnya panik bukan main padahal ia masih berusaha mengatur nafasnya.

" Dari mana ??" tegurnya membuat Morgan menoleh kearahnya.

" Hm, kau kenapa terbangun " bisik Morgan memeluknya namun alisnya terangkat.

" Kenapa kau seperti habis berlari ??" tanya Morgan penuh selidik.

Mendengar pertanyaan Morgan Stevani panik " Ayo berfikir Stevani.. berfikir !! " seru batinnya.

" Hm, Aku olah raga. Iya olah raga.. " jawab Stevani dengan cengiran khasnya.

Meski ragu namun Morgan tak peduli, yang ia inginkan sekarang hanya memeluk sang istri demi menghilangkan rasa putus asa juga marah di dadanya.

Stevani merutuki otaknya yang tak bisa di ajak kompromi di saat - saat genting seperti sekarang.

" Untung saja Morgan tak menghiraukan " batinnya.

" Mengapa tubuhnya bau keringat " bisik Morgan masih pada posisi yang sama sambil mengendus endus leher wanita itu rakus.

" Tapi saya suka, wanginya sangat enak. " bisik Morgan sensual, ia tak berbohong bagi iblis sepertinya wangi tubuh Stevani sangat enak dan jarang di temukannya.

Episodes
Episodes

Updated 43 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!