15. Permohonan

Besok paginya, Ibu bergegas untuk pergi kekota untuk mengurus perceraian mereka.

Ibu yang berencana pergi menggunakan Bus, dikejutkan dengan kedatangan Om Candra.

"Untung aja aku tepat waktu," sapa Om Candra begitu keluar dari mobilnya.

"Loh mas, kok disini?" tanya Ibu seketika setelah Om Candra menghampiri Ibu.

"Iya. Aku mau mengantar kamu," ucapnya singkat, membuat Ibu kebingungan.

"Bukannya kamu bilang hari ini ada rapat yang tidak bisa kamu tinggalkan?" tanya Ibu mengingatkan.

"Iya. Tapi rapatnya dibatalkan. Pindah jadwal dihari lain, jadi aku bisa mengantar kamu pergi," ucap Om menjelaskan.

"Benar tidak apa-apa?" tanya Ibu kurang yakin. Karena semenjak sibuk mengurus pernikahan mereka, Om Candra selalu meminta asistennya untuk menggantikan pekerjaannya.

"Iya gak apa-apa, May. Ayok kita berangkat, takut kesiangan sampai disana," ajak Om untuk segera berangkat kekota.

"Ayok, Mas," jawab Ibu singkat.

"Yuna...! Ibu berangkat yaa," ucap Ibu sedikit keras memanggilku dari teras rumah.

Aku pun berlarian keluar setelah mendengar panggilan Ibu.

"Loh kok ada Om Candra?" tanya ku heran. Karena yang aku tau, Ibu rencananya akan pergi menggunakan Bus.

"Iya Nak. Om mau mengantarkan Ibumu," ucap Om Candra sambil tersenyum.

"Iya, Om. Hati-hati ya, Bu, Om" ucapku sambil melambaikan tangan pada iBu dan Om Candra yang sekarang sedang menuju mobil.

"Iya Nak," jawab mereka bersamaan.

Dan mobil Om Candra pun melaju dan menghilang dari hadapanku.

"Semoga urusan Ibu segera selesai," gumam ku mengingat kepergian Ibu dan Om akan urusan yang akan mereka selesaikan.

...****************...

Setelah menempuh 3 jam perjalanan, sampailah mereka ditempat tujuan.

"Apa semuanya bisa cepat selesai Mas?" ucap Ibu yang kini khawatir.

"Kita usahakan ya, May. Aku juga mau semuanya cepat selesai, agar kita segera menikah," jawab Om Candra meyakinkan Ibu.

Masuklah Ibu dan Om Candra ke sebuah kantor untuk mengajukan permohonan perceraian.

"Ibu yakin ingin bercerai," ucap petugas yang melayani disana.

"Iya, saya yakin Pak. Saya sudah berpisah sejak 7 tahun lalu. Hanya baru sekarang sempat mengurus secara hukum," Ibu berusaha menjelaskan kepada petugas tersebut.

"Baiklah, saya akan bantu untuk memasukkan permohonan perceraian Ibu, ya," jelasnya pada Ibu.

"Kira-kira prosesnya berapa lama ya, Pak? Tanya Ibu penasaran.

"Paling lama sekitar 6 bulan, Bu. Bisa juga lebih cepat dari itu," terangnya pada Ibu.

"Ada yang ingin ditanyakan lagi?" lanjut petugas itu pun bertanya.

"Saya rasa sudah cukup. Terima kasih banyak sudah membantu," ucap Ibu sambil berpamitan pada petugas tersebut.

Ibu pun beranjak dari kursinya, dan mengajak Om Candra yang sedari tadi menunggu dikursi belakang untuk pulang.

"Ayok, Mas" ajak Ibu sambil melangkah keluar.

"Udah selesai?"

"Iya, Mas" ucap Ibu. Om Candra pun mengikuti langkah Ibu untuk pergi dari kantor itu.

Sesampainya diparkiran, Ibu dan Om segera masuk kedalam mobil.

"Ada yang mau dicari lagi?" tanya Om pada Ibu.

"Gak ada sih, Mas. Apa kita langsung pulang saja?" Ibu balik bertanya pada Om Candra.

"Kita makan aja dulu ya, May. Aku mulai lapar nih," ucapnya pada Ibu.

"Iya Mas," jawab Ibu singkat.

"Kamu mau makan apa?" tanya Om sambil menyetir dan meninggalkan parkiran itu.

"Terserah kamu aja, Mas" ucap Ibu menawarkan pada Om Candra.

"Bagaimana kalau makan seafood ?" ucap Om Candra.

"Gak ah, Mas. Takut kolesterol."

"Kita makan ikan bakar lalapan aja ya," ucap Ibu kemudian diikuti gelak tawa Om Candra.

"Loh kenapa malah ketawa, Mas?" tanya Ibu heran.

"Dasar perempuan. Tadi katanya terserah aku, tapi malah ditolak. Sekarang malah kasih saran Menu yang mau dimakan," ucap Om Candra semakin keras tertawa.

"Namanya juga perempuan, Mas" ucap Ibu membela diri. Ibu hanya terkekeh lucu, bahkan tidak sadar bahwa yang dibilang Om Candra itu benar. Bahkan ini sudah terjadi berkali-kali.

*

*

Karena perempuan tidak pernah salah. Hukumnya sudah begitu, ucap Ibu dalam hati sambil tertawa lucu melihat wajah Om Candra.

...****************...

Langitpun mulai memerah, menunjukkan matahari mulai terbenam.

Terdengar suara mobil didepan rumah.

"Itu pasti Ibu," ucap kakak yang sedari tadi menunggu kepulangan Ibu.

"Iya kak. Itu suara Ibu," ucapku sambil bergegas menuju arah ruang tamu untuk membukakan pintu.

"Ibu.." sapaku setelah melihat Ibu.

"Iya, Nak" balas Ibu sambil berjalan memasuki rumah.

"Aku langsung balik aja ya, May?" ucap Om pada Ibu, membuat langkah Ibu terhenti.

"Om masuk dulu. Kita makan malam sama-sama ya. Tadi kakak sudah memasak, untuk kita makan malam ini," ucapku mengajak Om Candra untuk mampir dulu.

"Iya, Mas. Kita makan dulu, jangan langsung pulang," ucap Ibu menimpali.

"Oke baiklah," jawab Om Candra seraya bergegas turun dari mobilnya.

Kami pun masuk kedalam rumah bersama-sama.

"Masak apa kamu Nak?" sapa Ibu pada kakak yang terlihat sedang menyusun makanan dimeja makan.

"Ibu.." Sapa kakak. Masak alakadarnya aja bu," ucap kakak yang sambil terkekeh melihat wajah Om Candra yang mencoba mendengus-dengus dengan hidungnya untuk mencium aroma masakan kakak.

"Wangi sekali masakan kamu, Tik?" ucap Om Candra mencoba memuji masakan kakak.

"Ah Om bisa saja. Aku jadi malu," ucap kakak tersipu. Bukan malu karena dipuji, tapi malu takut masakannya gak enak.

Aku pun yang tau maksud dari raut wajah kakak, hanya tertawa dalam hati.

Pasti jantungnya mau copot sekarang, takut

masakannya gagal saat dicicipi Om Candra, ucapku dalam hati sambil mengulum senyum.

"Ayok, Om. Silakan duduk, kita langsung aja" ucap kakak menawarkan pada Om Candra.

Kami pun dengan semangatnya menyantap masakan yang kakak buat.

"Wah enak sekali masakan kamu, Tik. Kemampuan masak Ibu mu, turun pada mu Nak," puji Om Candra.

"Makasih Om. Aku sangat senang kalau Om suka dengan masakan ku," jawab kakak penuh bahagia. Karena dia berhasil menjiplak masakan Ibu.

Maklum kakak sangat dimanja Ibu. Bahkan kakak baru bisa memasak, setelah dia menikah. Maka dari itu, dia begitu khawatir takut masakannya gagal.

"Benar kak, enak sekali masakan mu. Aku sampai berpikir, jika ini adalah masakan Ibu" puji ku juga pada kakak.

"Ah kamu dek, bisa aja bikin bajuku membesar," jawab kakak.

"Akhirnya kamu benar-benar seorang istri, kak" candaku pada kakak.

Kakak hanya tersenyum malu bercampur bahagia mendengar perkataanku.

"Oiya tik, suami kamu kapan datang?" tanya Om Candra.

Suami kakak sekarang tidak ada dikampung halaman. Dia bekerja diluar kota, jadi bisa 1 kali sebulan baru datang. Kecuali sedang mengambil cuti, baru bisa menetap beberapa lama. Atau kadang kakak yang menyusul ketempat kerja suaminya.

"Jadwalnya sih minggu depan, Om" ucap kakak sambil mengingat waktunya.

"Oh iya, tik. Nanti kalau Om sama Ibu sudah menentukan tanggal pernikahan, kamu jangan lupa kasih tau suamimu ya."

"Supaya kita bisa kumpul semua," ucap Om Candra mengingatkan kakak.

Om Candra memang mengakui, setelah bertemu Ibu dan kami, dia merasakan kehangatan keluarga yang selama ini dia rindukan.

Maklum, Om candra adalah anak tunggal dan seorang yatim piatu.

Jadi selama beberapa tahun terakhir setelah kepergian Ibunya, dia merasa sangat kesepian.

Hingga yang dia harapkan, hanya ingin dikelilingi orang-orang terdekatnya.

Dan dia mendapatkan itu dari keluarga kami. Dan kami juga mendapatkan kebahagiaan lagi, dan itu semua berasal dari Om Candra.

Jadi sepertinya, kami sama-sama saling membutuhkan.

*

*

Mendengar perkataan Om Candra, kakak pun segera merespon.

"Oke siap Om" ucap kakak semangat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!