Ibu dan Om Candra pun mulai sibuk menyiapkan segala keperluan untuk pernikahan mereka.
Aku dan Adik serta Kakakku pun juga begitu antusiasnya menantikan Hari itu.
Ibu dan Om Candra setiap hari bolak balik untuk mengurus semuanya. Karena mereka ingin segera selesai dan menikah.
Namun mereka terkendala satu hal.
Ya, Ibu dan Ayah belum resmi bercerai secara hukum. Hingga akhirnya Ibu harus berurusan lagi dengan Ayah.
Seandainya bisa, sebenarnya Ibu tidak ingin berhubungan lagi dengan Ayah. Namun apa daya, Ibu harus menyelesaikannya.
Ayah yang sudah tau kabarnya, bahwa Ibu akan segera menikah dengan seorang lelaki yang lebih dari Ayah, membuatnya sedikit kesal.
Ayah seperti tidak iklas. Mungkin sebutannya bukan cemburu, lebih merasa tersaingi saja.
Hingga Ayah mempersulit urusan Ibu.
Ayah begitu susah dihubungi untuk mengurus perceraian mereka.
Seperti menghindar, agar semuanya tidak berjalan dengan lancar.
Entah kotoran sebesar apa yang ada dikepala Ayah, hingga membuatnya hanya ingin melakukan perbuatan jahat saja pada Ibu.
"Kamu dimana?" tanya Ibu melalui sambungan telpon.
"Aku ingin meminta tanda tanganmu untuk mengurus perceraian kita."
"Aku lagi tidak ada ditempat, sedang ada urusan," terdengar suara Ayah menjawab telpon dari Ibu.
"Kira-kira kapan kita bisa bertemu?" tanya Ibu lagi.
"Aku kurang tau, karena sekarang lagi sibuk sekali," jawab Ayah yang langsung memutus sambungan telpon mereka.
"Astaga Heri, kamu mematikan telpon saat pembicaraan belum selesai."
"Seperti hendak mempersulit urusan ku."
"Kamu yang sabar ya Maya. Semua pasti ada jalan keluarnya," ucap Om Candra menyemangati Ibu.
"Bagaimana kalau besok kita saja yang datang kerumahnya."
"Kamu tau kan mereka tinggal dimana?" tanya Om Candra pada Ibu.
Mendengar pembicaraan Ibu dan Om Candra, membuat kakak juga ingin menimpali.
"Bagaimana kalau aku saja yang pergi kesana Bu?" tiba-tiba kakak memberi pendapat.
Membuat Ibu dan Om Candra seketika berpaling kearah sumber suara yang mereka dengar.
"Oh kamu Nak, kapan datangnya? Ibu kok tidak melihat kamu masuk lewat pintu depan?" tanya Ibu heran.
"Iya Bu, aku sudah datang dari tadi sebelum Ibu ada dirumah."
"Aku berada dikamar Yuna, sedang menidurkan anakku," ucap kakak menjelaskan kedatangannya.
"Oh pantas saja Ibu tidak liat. Terus anakmu sudah tidur?" tanya Ibu.
"Sudah Bu. Tadi Dia sedikit cerewet karena habis di imunisasi. Tapi sekarang sudah tenang," jawab kakak.
"Oh syukurlah Nak," ucap Ibu lega.
Kakakku sudah melahirkan dengan selamat dan anaknya berjenis kelamin laki-laki. Dan sekarang Arka sudah berumur 10 bulan.
"Bagaimana menurut Ibu? Kalau aku saja yang pergi dengan Yuna kesana?" Ucap kakak melanjutnya pertanyaannya tadi.
"Nanti Arka aku titip sama Ibu saat aku pergi kesana."
"Kasian anakmu masih terlalu kecil sudah kamu tinggal Nak?" Ibu khawatir akan cucunya yang masih kecil.
"Ga apa-apa kok Bu. Dari pada Ibu yang pergi, sepertinya Ayah ingin mempersulit Ibu."
"Jadi biar saja aku sama Yuna yang kesana."
"Kalau Ayah mempersulit, biar aku marahin Ayah," ucap kakak yang kesal dengan perlakuan Ayah.
"Tidak ada habisnya membuat orang susah," timpalnya lagi.
"Baiklah Nak, jika kamu tidak keberatan untuk pergi."
"Ibu kalau begitu minta tolong sama kalian saja," ucap Ibu yang kini mulai merasa lega.
Lega karena kakak ingin membantu Ibu, juga lega karena akhirnya tidak perlu bertemu Ayah.
"Oke nanti aku kasih tau Yuna kalau besok kami akan berangkat," ucap kakak bersemangat.
"Kamu bawa saja mobil Om, Tik. Kamu kan bisa juga bawa mobil, dari pada naik travel."
"Lebih mudah kalau berurusan bawa mobil sendiri," ucap Om Candra pada kakak.
"Ah gak usah Om. Rencananya aku mau naik motor saja besok sama Yuna," jawab kakak sungkan.
"Janganlah Nak, pakai saja mobil Om. Tidak apa-apa."
"Kalian juga kan perginya untuk membantu Om dan Ibumu," Om Candra berusaha meyakinkan kakak.
"Ini mobilnya langsung Om tinggal disini saja?" lanjut Om Candra.
"Terus Om pulangnya gimana?" tanya kakak bingung.
Karena kalau harus mengantarkan Om balik keperusahaan tempat Dia bekerja, akan sangat memakan waktu.
Jarak tempuh menuju kesana dari rumah lumayan jauh.
"Tenang aja, nanti Asisten Om yang jemput," jawab Om Candra membuat kakak lega.
"Oke Om kalau gitu. Terimakasih pinjaman mobilnya," ucap kakak sambil tertawa kecil.
"Kamu bisa aja Nak," balas Om Candra pada kakak.
...****************...
Besok harinya, pagi-pagi sekali Aku dan Kakak bersiap untuk berangkat kekota tempat Ayah tinggal.
Setelah sarapan, kami bergegas untuk pergi.
Pergi tanpa memberitahu pada Ayah kalau kami akan kesana.
Karena takutnya Ayah malah menghindari kami juga. Dan urusan jadinya tidak akan pernah beres.
"Awas aja kalau Ayah ribet."
"Aku akan mengeluarkan seluruh perkataan yang sudah kupendam selama ini didepannya," ucap kakak mencoba membayangkan apa yang terjadi nanti.
"Selama ini aku sudah cukup menahan. Kalau ini memang sudah waktunya, maka akan kulakukan yang aku bisa."
"Sudahlah kak, jangan berpikiran macam-macam."
"Kamu fokus nyetir aja," ucapku mengalihkan pikiran kakak yang mulai memanas.
"Iya iya." jawab kakak singkat.
"Kalian hati-hati ya dijalan."
"Pelan-pelan saja bawa mobilnya," ucap Ibu khawatir pada kami.
"Oke siap Bu," kakak langsung menjawab Ibu dan kami pun berpamitan lalu berangkat.
...****************...
Diperjalanan menuju rumah Ayah, kami banyak bercerita tentang Ibu dan Om Candra calon Ayah baru kami.
"Kak, menurut kakak Om Candra orang yang baik untuk Ibu?" tanyaku seketika membuat kakak melihat kearahku.
"Kenapa kamu tiba-tiba saja menanyakan itu sama aku? Tanya kakak heran.
"Gak kok. Cuma mau tau pendapat kamu aja," ucapku santai.
"Menurutku Om Candra orang yang baik dan sangat begitu perhatian sama Ibu."
"Perhatian pada Ibu juga pada kita semua."
"Aku bahkan seperti merasa, kita mendapatkan sosok Ayah lagi darinya."
"Beliau begitu sangat ingin mencukupi kebutuhan kita."
"Beliau juga sangat berusaha keras membahagiakan Ibu juga kita."
"Beliau juga begitu berwibawa, hingga membuat aku seperti sangat ingin menghormatinya," ujar kakak menjelaskan panjang lebar.
"Oh begitu," jawabku.
"Kenapa? Apa ada masalah? Tanya kakak kaget mendengar jawaban singkatku.
"Gak kok kak. Benar aja yang kamu bilang tentang Om Candra."
"Cuma kadang aku kepikiran aja. Apakah sudah benar pilihan Ibu sekarang? Apa Ibu akan bahagia? Pertanyaan seperti itu kadang terlintas dibenakku," ucapku pada kakak.
"Kita berdoa aja Dek. Semoga Om Candra adalah yang terbaik untuk Ibu dan kita."
"Kita serahkan semuanya pada Tuhan aja ya Dek."
"Aku berharap, semoga ini menjadi rejeki yang baik untuk kita semua," ucap kakak dengan penuh harap.
"Iya kak. Aku agak trauma aja dengan kehadiran Ayah lagi dikeluarga kita sekarang."
"Tapi Aku liat Om Candra sangat tulus sama Ibu."
"Dan juga sangat mencintai Ibu sekali."
"Terlihat aja dari caranya memperlakukan Ibu dengan baik," ucapku memberi penilaian terhadap calon suami dan juga Ayah sambung kami Om Candra.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments