6. Penghianatan

Oktober (2001)

Selang 2 tahun sejak kepindahan Kami kekampung halaman Ibu, akhirnya terjadi hal yang benar-bernar Aku takutkan.

Kehilangan.

...****************...

Dihari yang sama saat kepergian Ayah, sore harinya Ibu mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan hati dari Sepupunya.

Sepupu Ibu mempunyai usaha sembako kecil-kecilan.

Jadi selang beberapa waktu, Dia akan pergi berbelanja kekota terdekat untuk membeli barang dagangannya.

Lalu Dia menghampiri dan bicara pada Ibu :

“Aku melihat Kak Heri tadi sedang berboncengan dengan Eva Adikmu."

"Aku melihat mereka pada saat Aku berbelanja tadi siang,” ucapnya pada Ibu.

"Ah yang benar saja."

“Mungkin kamu salah liat aja, baru tadi pagi Heri pamit kepada Kami baik-baik untuk pergi mencari pekerjaan,” jawab Ibu berusaha tenang.

“Enggak Kak. Aku gak salah liat. Benar-benar Kak Heri dan Eva yang Aku temui tadi,” ucapnya mencoba meyakinkan Ibu.

Mendengar hal itu Ibu mulai panik dan menangis.

Aku pun yang tidak sengaja mendengarnya, akhirnya berucap pada Ibu:

“Ayah kan tadi perginya sendiri aja Bu. Kalau Tante, Aku tau Dia bersembunyi dimana,” ucapKu pada Ibu yakin.

Akhirnya Aku mengungkapkannya pada Ibu.

“Dimana Dia bersembunyi Nak?” tanya Ibu terkejut mendengar perkataanku.

“Ada kok. Dia sembunyi dibawah rumah,” jawabku.

Tidak menunggu lama, Aku membawa Ibu ke tempat persembunyian Eva.

Dan benar saja, Dia sudah tidak ada lagi disana.

Hanya tertinggal tikar alas yang Dia pakai kemarin.

“Loh kok gak ada,” ucapku.

Ibu pun terkejut melihat Dia tidak ada lagi disana, dan akhirnya mempercayai ucapan Sepupunya.

"Berarti benar ucapannya tadi," tutur Ibu membenarkan perkataan Sepupunya.

Lalu Ibu bergegas berusaha meminta pertolongan kepada tetangga sekitar, untuk mengantarkan Ibu kekota yang dimaksud.

Menjelang hari yang sudah mulai gelap, dengan begitu nekadnya Ibu tetap pergi mencari Ayah.

Hanya karena, Ibu ingin Ayah kembali pada Kami.

Namun setelah berapa lama mencari, Ibu tidak menemukan Ayah maupun Eva.

Entah bagaimana cara Eva dan Ayah pergi dari kampung halaman kami.

Yang terlintas dipikiranku :

Untuk keluar dari kampung ini, seharusnya pasti ada orang yang bertemu mereka saat menyusuri jalan arah keluar kampung.

Karena Kampung ini terlalu kecil untuk kabur.

Namun mereka tetap berhasil melakukannya untuk kabur bersama-sama.

Bahkan tidak ada satupun orang dikampung ini, yang melihat mereka pergi keluar dari sini bersamaan.

Mereka berusaha pergi jauh dari kampung halaman, dan berniat untuk tinggal bersama.

Benar-benar nekad dan hilang akal sehat.

Ayah adalah suami Kakak Kandungnya.

Kakak tertuanya.

Dia lupa kalau dulu dibantu Ibu. Ibu yang menyelamatkan Dia dan menjemputnya untuk tinggal bersama agar Dia tidak terlantar dikota orang.

Namun apa balasannya pada Ibu.

Sungguh-sungguh wanita tidak tau diri sekali.

Hati Ibu benar-benar hancur dibuatnya.

Penghianatan yang nyata telah Ibu rasakan.

Sekian lama Ibu berjuang untuk mempertahankan Rumah Tangganya, akhirnya kini benar-benar hancur berantakan.

Kini Ibu benar-benar harus berjuang, untuk menghidupi Kami bertiga yang masih terlalu kecil dan belum mandiri.

Malangnya nasib Ibuku.

Bahkan Ayah pergi membawa semua uang yang tersimpan dirumah hingga tak bersisa, beserta Atm dan Buku Tabungan yang Ibu simpan.

Tanpa Ibu ketahui, kalau itu semua sudah hilang diambil Ayah.

Setega itu Ayah pada Kami.

Entah Iblis seperti apa jenisnya yang kini merasuki Ayah.

Karena yang ada dalam pikiran Ayah, hanya wanita itu.

Tanpa perduli bahwa apa yang Dia perbuat tidak hanya menyakiti Ibu, tapi juga Kami Anak-anaknya.

Kini Kami benar-benar kehilangan Ayah.

Pergi selamanya bukan karena meninggal, tapi kabur bersama wanita lain yaitu Adik Kandung Ibuku sendiri.

Aku bahkan tidak bisa membayangkan, betapa hancurnya hati dan jiwa Ibu saat itu.

Kini Ibu pun mulai berubah.

Seseorang yang begitu baik dan ceria, kini berubah menjadi Ibu yang pemarah.

Ibu terlalu stres dengan apa yang dihadapi sekarang.

Hari-hari pun Ibu lewati seperti cuaca yang mendung dan suram.

...****************...

Sudah beberapa bulan berlalu semenjak kepergian Ayah, terdengar kabar lagi dari beberapa tetangga.

Kalau benar mereka juga melihat Ayah sedang bersama Tante ku Eva dikota yang sama saat sepupu Ibu juga bertemu waktu itu.

Memang sudah bisa dipastikan, Ayah benar-benar kabur dengan wanita itu.

Mungkin lapang dada adalah jalan terbaik untuk memulai hidup baru.

Namun ternyata tidak semudah berucap.

Kenyataannya, Kami harus menjalani hidup yang begitu menyakitkan.

Masa sulit benar-benar sudah didepan mata.

Karena Ibu hanya Ibu rumah tangga biasa tanpa penghasilan tetap, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pasti sangatlah sulit.

Akhirnya, Ibu mulai menjual kayu-kayu yang rencananya disiapkan untuk membangun rumah sebelumnya.

Dan pembangunan rumah itu batal karena bahan-bahan yang belum cukup dan lengkap.

Mungkin itu sudah jalannya. Karena kalau tidak ada kayu-kayu itu, entah bagaimana kami hidup.

Hingga jalan pintasnya cuma itu yang bisa menghasilkan uang dalam waktu cepat.

Sedikit demi sedikit dijual untuk makan sehari-hari, hingga akhirnya habis.

Lalu karena sangat perlu uang baik untuk makan maupun untuk biaya sekolah Kami, akhirnya Ibu mulai menjual barang-barang yang ada dirumah.

Kebetulan disana, hanya Ibu yang mempunyai barang-barang elektronik untuk memasak ataupun membuat kue yang cukup canggih pada zamannya.

Itulah yang Ibu jual untuk memenuhi kebutuhan Kami.

Dan Ibu sangat berpikir keras, bagaimana caranya agar kami tidak terlantar.

Kerjaan atau usaha apapun Ibu lakukan, agar Kami bisa makan dengan baik.

Namun salutnya, Ibu mampu melakukan semua itu.

Aku bangga pada Ibuku.

Ibu yang juga Ayah untuk Kami, sangat-sangat bertanggung jawab membesarkan Kami Anaknya.

Dengan kesederhanaan, sampai sekarang Kami masih hidup dari cara Ibu membesarkan Kami.

...****************...

Suatu ketika Ibu berniat untuk menjual rumah yang ada dikota tempat tinggal kami dahulu.

Kebetulan disana, ada teman Ibu yang membantu menawarkan rumah kami untuk dijual.

Bahkan surat rumah pun ada pada teman Ibu.

Lalu Ibu pergi kekota terdekat untuk menelpon temannya yang ada disana.

Karna pada zaman itu belum ada handphone, hanya ada telpon umum. Dan itupun harus pergi kekota.

"Hallo.." ucap Ibu pada temannya melalui saluran telpon umum.

"Iya hallo juga, dengan siapa?" jawabnya pada Ibu.

"Ini Aku Maya." jawab Ibu.

"Apa rumahnya sudah ada yang mau beli?" lanjut Ibu pun bertanya.

"Aduh.. Untung aja Kamu nelpon. Heri baru aja habis menelpon Aku juga."

"Dia ingin merubah nama pemilik rumah, karena Dia tau surat rumah ada padaku," ucap teman Ibu mengabari.

Ternyata Ayah berusaha mengambil kepemilikan rumah kami.

Benar-benar tidak habis pikir. Ayah memang sangat ingin membuat Kami terlantar.

Sungguh kejam.

Tidak menyangka orang yang begitu baik dan Aku kagumi, berubah menjadi orang yang sangat jahat.

Sangat tega sekali.

Lupa dengan kebahagiaan Anaknya.

Menyakiti Ibu juga menyakiti Kami.

Pergi tanpa kabar berita.

Sekali memberi kabar, yang didapat hanya kabar yang lagi-lagi membuat luka semakin dalam.

"Apa!!" ucap Ibu geram.

"Tega sekali Dia mau ambil semuanya dari Kami."

"Baiklah, kalau begitu sekarang juga Aku akan pergi menemui Kamu."

"Aku akan menawarkan rumah kepada tetangga sekitar aja."

"Aku akan jual rumah itu dengan banting harga."

"Tidak apa rugi, dari pada putih mata diambil Heri."

"Kasian Anak-anakku nanti," ucap Ibu yang sangat marah namun kecewa dengan perbuatan Ayah yang lagi-lagi melukai perasaan Ibu.

Hanya demi Wanita sialan itu !

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!