9. Ada Kabarnya

Setelah hampir satu tahun lamanya Ibu pergi untuk bekerja, akhirnya Ibu memutuskan untuk berhenti.

Karena Ibu tidak tega meninggalkam kami sendirian tanpa orang tua.

Dan kami sangat senang Ibu telah kembali pulang kerumah.

...****************...

(2007)

Suatu hari, tiba-tiba saja kakak ku berbicara kepada Ibu :

"Ibu, Pacarku ingin mengajakku menikah," ucapnya pada Ibu.

Saat itu kakak ku sudah berumur 23 tahun. Dia berencana ingin menikah dan itu setelah 6 tahun kepergian Ayah.

"Wito ingin menemui Ibu besok," lanjut kakakku.

"Kamu memang sudah benar-benar yakin ingin menikah?" tanya Ibu.

"Menikah itu tidak mudah Nak."

"Aku sudah siap dan yakin Bu, kalau Wito bisa menjadi pendamping hidup yang baik untukku," jawab kakakku.

Ibu yang sudah mengenal calon suami kakakku, memang sudah mengetahui jika Wito adalah laki-laki yang baik.

Hingga akhirnya, Ibu memberikan restu untuk kakak.

"Baiklah, bawa saja Wito untuk menemui Ibu," ucap Ibu tanda setuju.

"Makasih Ibu," ucap kakakku senang sambil memeluk Ibu karena telah menyetujui permintaannya.

Dan akhirnya kakakku menikah dengan lelaki pilihannya.

Kini tinggal Aku, Adik, dan Ibuku yang tinggal dirumah.

Karena kakak kini sudah tinggal bersama suaminya.

Selang beberapa bulan, akhirnya kakak mengandung buah dari pernikahannya.

Kami sangat bahagia ingin menyambut cucu dan keponakan kami.

Dan hidup seperti ini membuat kami lupa telah kehilangan Ayah.

Ya. Sepertinya kami sudah menjalani hidup normal seperti biasa.

Kesulitan yang dihadapipun seakan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terlalu jadi beban pikiran.

Tapi itu menurut pandanganku.

Ternyata tidak buat Ibu.

Ibu tetap memikirkan Ayah.

Tidak mudah bagi Ibu, menyembuhkan luka yang Dia terima.

Luka itu menghancurkan hati dan jiwa Ibu, hingga Ibu jatuh terlalu dalam.

Dulu aku berpikir semuanya sudah baik-baik saja.

Tapi ternyata Ibu memendam semuanya hingga jadi akar kepahitan dalam hidup Ibu.

Ibuku yang malang.

...****************...

Tidak terasa, kehamilan kakak kini memasuki usia 7 bulan.

Dan mulai mempersiapkan segala keperluan untuk kelahiran sang calon bayi nanti.

Lalu pergilah kakak kekota terdekat untuk berbelanja dan ditemani Ibu.

Pada waktu mereka memilih berbagai macam keperluan, tidak sengaja Ibu dan kakak bertemu Ayah.

Kota tempat Ibu dan kakak berbelanja memang tepat dikota itu. Kota yang orang-orang sering berjumpa dengan Ayah.

Lalu mereka pun berbincang.

"Ayah kemana saja? Kenapa tidak ada kabarnya?" tanya kakak kesal.

Ibu hanya terdiam.

Rasa ingin marah pun Ibu tahan.

Karena Ibu sudah mengiklaskan, tapi tidak memaafkan.

Hingga untuk bicarapun rasanya terlalu berat karena menahan sakit hati.

"Iya nak, maafkan Ayah yang sudah pergi meninggalkan kalian."

"Semuanya sudah terjadi."

"Ayah tidak mungkin kembali lagi pada kalian."

"Semua sudah terlanjur," ucap Ayah yang meminta maaf pada kakak. Tapi tidak kepada Ibu.

Mungkin Ayah terlalu malu untuk mengatakannya pada Ibu.

Kakak pun menangis mendengar perkataan Ayah.

Rasa ingin marah pun hilang. Yang muncul hanya rasa kasian karena melihat Ayah yang semakin kurus dan menua.

Benar. Enam tahun sudah sejak kepergian Ayah. Pastilah wajah Ayah semakin menua juga.

"Kamu sudah menikah? Sama siapa?" tanya Ayah karena melihat perut kakak yang membesar.

"Iya Ayah. Aku sudah menikah. Dan ini calon cucu mu," ucap kakak.

"Kenapa Ayah tidak diberitahu?" ucap Ayah.

Ayah seakan tidak merasa bersalah. Ayah yang memutuskan pergi menghilang dan tidak tau dimana Dia tinggal.

Kini membahas kabar pernikahan.

"Ayah yang pergi. Kami aja gak tau Ayah tinggal dimana."

"Sekarang nanya kenapa tidak dikabari."

"Ayah aja sudah tidak peduli pada kami, masih pantaskah Ayah berucap seperti itu?" jawab kakak ku kesal.

"Iya nak, maafkan Ayah. Tapi Ayah sebenarnya sangat ingin menikahkan anak pertama Ayah," ucap Ayah.

"Sudahlah. Semuanya sudah berlalu," ucap kakak pada Ayah.

"Ya sudah. Sekarang kamu mau belanja keperluan anak mu?" tanya Ayah.

"Iya Ayah. Sebentar lagi anak ku akan lahir," jawab kakak.

"Kalau gitu biar Ayah yang belikan semuanya," ucap Ayah yang mencoba menebus rasa bersalahnya.

"Terserah Ayah aja," ucap kakakku.

Dan akhirnya semua keperluan untuk si calon bayi, dibelikan semua oleh Ayah.

Dan sejak saat itu, mulai ada komunikasi antara kami dan Ayah.

Kami saja, Ibu tidak.

Tentunya Ibu tidak mau berhubungan lagi dengan Ayah.

Ibu menutup diri dari Ayah. Bahkan berbicarapun tidak.

Ibu hanya tidak ingin menambah luka.

Luka yang ingin sekali Ibu sembuhkan selama ini.

...****************...

Dan mulailah hampir setiap bulan, Ayah memberi kami uang ataupun bahan pokok untuk mencukupi kebutuhan kami.

Ya. Setelah enam tahun berlalu.

Baru ada kabar dari Ayah.

Mungkin sudah jalannya.

Walaupun tidak bersama lagi, paling tidak kami tau keberadaan Ayah sekarang dan ternyata masih hidup.

Kini hari-hari kami terisi kabar Ayah lagi.

Padahal kami sudah mencoba melupakan.

Entah bagaimana perasaan Ibu saat itu.

Tanpa kami tau, pasti hal ini sangat menyakiti Ibu.

Mendengar kabar mereka saja pasti sudah membuat hati Ibu teriris.

Apalagi bertemu.

Semua seperti serba salah.

Senang dengan kehadiran Ayah lagi, tapi menyakiti perasaan Ibu.

Kasian Ibu.

Baru saja tenang, kini terusik lagi.

Seperti menggores luka lama yang masih berdarah.

...****************...

Aku dan Adik ku yang belum pernah bertemu Ayah sebelumnya selama 6 tahun, akhirnya bertemu.

Ayah dan Eva memberanikan diri untuk datang kekampung kami.

Melihat kehadiran mereka, membuat para tetangga bertanya-tanya.

Eva yang dari dulu memang tidak tau malu, merasa semuanya biasa saja.

Dia bahkan berani menampakkan muka ke para tetangga.

Benar-benar sudah putus urat malunya.

Sedangkan Ayah, setelah sampai hanya berdiam diri dirumah, tidak berani keluar karena malu.

Ayah datang kekampung tepatnya kerumah tante ku yang lain.

Gak mungkin kerumah Ibu.

Dengan bangganya, Eva memamerkan uang hasil kerja Ayah pada mereka dan membagikannya.

Ya begitulah caranya mendekati keluarga dan mengambil kepercayaan mereka.

Awalnya setelah kedatangan mereka, tante dan juga om ku sangat marah padanya.

Bahkan tidak disambut dengan baik.

Tapi itu cuma sebentar.

Ternyata luluh juga dengan uang.

Semua bisa dibeli dengan uang, kecuali malu.

"Nak, Ayahmu datang ya?" tanya Ibu padaku.

"Iya Bu, dengar kabar dari tetangga tadi. Tapi katanya ditempat tante disebelah," jawabku pada Ibu.

"Ibu baik-baik aja kan?" tanyaku lagi pada Ibu.

"Iya gak apa-apa nak," jawab Ibu berbohong padaku.

Ayah datang siang hari dan pulang juga sore harinya.

Dan selama Ayah berada ditempat tante ku, Ibu tidak berada dirumah.

Ibu pergi entah kemana.

Ibu hanya tidak ingin bertemu Ayah.

Apalagi melihat wajah Eva.

Rasa hati ingin mencabik-cabik mukanya.

Tapi Ibu tidak berdaya, karena keluarganya lebih suka melihat Ibu menderita dari pada menyakiti Eva.

Begitulah keluarga Ibu.

Walaupun mereka mengelak dianggap seperti itu, tapi kenyataannya begitu.

Mereka sama saja.

Sama seperti Eva.

Sama-sama menyakiti Ibuku.

semoga Ibuku selalu kuat menghadapi semuanya.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Sri Wahyuni

Sri Wahyuni

terlalu mudah anak2 nya maafin bpk nya ga ksian apa sm ibu y dri ank y msih kcil brjuang dah pda gede bpk y muncul lgian ank2 y oda goblog

2022-10-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!