18. Apakah Boleh?

Kami pun menikmati sarapan pagi itu.

Namun ketika tengah asik berbincang di meja makan, terdengarlah suara ketukan pintu dari arah depan.

"Siapa ya pagi-pagi sudah bertamu?" ucapku heran.

"Tolong bukain pintunya, Nak?" Ibu memintaku untuk pergi membuka pintu.

Aku pun berjalan kearah depan, dan ternyata yang datang adalah Roni Adikku.

"Dek, udah selesai acaranya?" ujarku padanya.

"Iya, Kak. Capek sekali seluruh badanku," ucapnya sembari berjalan masuk kerumah.

"Roni, kamu sudah pulang. Bagaimana acaranya? Apa sudah selesai?" tanya Ibu setelah melihat kedatangan Adikku.

"Iya, Bu. Sudah penutupan hari ini."

"Roni kekamar dulu ya, Bu. Mau cepat mandi dan tidur," ucapnya seraya menuju kamarnya.

"Gak sarapan dulu, Nak? Pinta Ibu padanya.

"Sudah sarapan tadi dikemah, Bu" jelas Adikku pada Ibu. Kemudian dia meninggalkan kami dan berjalan masuk kekamar.

Roni adikku sekarang sudah duduk dibangku kelas 5 SD. Sedangkan Aku, sudah duduk dibangku kelas 3 SMA dan sebentar lagi akan lulus sekolah.

"Oiya Bu. Hari ini Ibu mau kemana?" tanyaku pada Ibu.

"Mau ada urusan sedikit. Rencananya Ibu mau bertemu WO yang akan mengurus acara nanti," jawab Ibu menjelaskan padaku.

"Aku ikut ya Bu?" tanyaku pada Ibu sambil memohon.

"Loh, kamu bukannya sekolah?" tanya Ibu heran.

"Kan hari ini libur Bu. Ini hari sabtu" jelasku pada Ibu.

"Oiya Ibu lupa kalau kalian sudah full day," ucap Ibu sambil menepuk jidatnya.

"Terus gimana? Aku boleh ikutkan?" kembali aku memohon pada Ibu.

"Iya, boleh."

"Kamu ini dasar gak pernah mau ketinggalan," ucap kakak meledek aku.

"Biarin.. Aku juga mau tau urusan orang dewasa," ucapku sembari menyengir ke arah kakak.

Aku langsung bergegas kekamar untuk mandi dan bersiap.

"Oke deh. Aku mandi dulu ya, Bu" ucapku senang.

Kebetulan WO yang Ibu maksud, sedang berkunjung kekampung kami demi menemui Ibu.

Karena WO tersebut berasal dari kota terdekat, tetapi Ibu memintanya bertemu dikampung kami.

*

*

*

Aku dan Ibu pun telah siap untuk berangkat bertemu WO tersebut, di penginapan tempat mereka menginap sekarang.

Aku yang sedang berusaha mengeluarkan sepeda motor, seketika terhenti karena kedatangan Om Candra.

Dan benar saja, Om Candra menepati janjinya untuk menemani Ibu.

"May, sudah mau berangkat?" tanyanya pada Ibu.

"Iya baru saja. Aku sengaja tidak bilang sama kamu, takut kamu sedang sibuk," jelas Ibu padanya.

"Aku sudah meninggalkan pekerjaanku pada Asistenku, dia paham aja karena aku sedang ada yang diurus," ucapnya pada Ibu.

Aku pun terdiam melihat mereka berbincang, karena dalam pikiranku masih terbayang ucapan Om Candra untuk mengajak Ibu tinggal dikota kelahirannya.

"Yuna.. Kamu mau ikut?" tanya Om Candra padaku, seketika memecah lamunan ku.

"Oh.. I.. Iya Om," jawabku terbata-bata karena terkejut mendengarnya memanggilku.

"Kok bengong sih? Lagi mikirin pacarnya ya?" canda Om Candra karena melihat aku sedang melamun.

"Ya enggak lah Om. Kan jomblo," ucapku padanya sambil menyengir karena mengakui jika sedang tidak punya gebetan.

"Waduh, cantik-cantik kok jomblo?" tawa Om Candra seketika menggema didalam mobil.

Karena kami bertiga sudah berada didalam mobil Om Candra, untuk segera berangkat ke pertemuan itu.

"Mulai lagi deh Om ledekin aku?" ucapku dengan sedikit ekspresi meraju.

Niat hati agar Om Candra merasa bersalah sudah meledekku, tapi ternyata malah ledekannya semakin menjadi.

Dan sepanjang perjalanan menuju kesana, kami hanya disibukkan dengan tawa dan cerita lucu, hingga tidak terasa kami pun sudah sampai ditujuan.

*

*

*

"Yuk, sudah sampai," ucap Om Candra mengajak kami turun dari mobil.

"Iya," jawab Aku dan Ibu bersamaan.

Baru saja keluar dari mobil, kami langsung disambut hangat oleh Kru WO yang sedari tadi tengah menunggu kedatangan kami.

"Hallo mba Maya, hallo mas Candra.." sapa kru wanita paruh baya itu.

"Maaf ya kami agak terlambat datangnya," ucap Ibu sambil menunduk dan bersalaman dengan kru tersebut.

"Oiya gak apa-apa mba, mas. Silakan kita langsung masuk saja ya."

"Kita ngobrol di lobby depan saja," ucapnya mempersilakan kami masuk dan sambil mengarahkan kami ke ruang pertemuan yang dimaksud.

Sesampainya di Lobby penginapan tersebut, kami sudah ditunggu beberapa kru lainnya.

Semuanya sibuk berbicara tentang konsep pernikahan Ibu dan Om Candra.

Tampak wajah Ibu terlihat begitu bahagia menantikan hari itu.

Hari pernikahannya bersama Om Candra, yang diyakini Ibu adalah pilihan yang tepat.

"Jadi konsep pernikahannya nanti, apakah ingin nuansa glamour atau soft saja?" tanya salah satu kru pada Ibu dan Om Candra.

"Aku ingin nuansanya soft saja. Karena ini pernikahan orang yang sudah berumur, jadi lebih baik yang sederhana saja," ucap Ibu merendah sambil tersenyum karena sedikit malu.

"Ah Ibu terlalu melebih-lebihkan. Kalian terlihat masih sangat awet muda, cantik dan ganteng," pujinya pada keduanya.

"Tapi pilihan konsep yang soft, juga sangat bagus," tambahnya.

"Oiya ini nanti acaranya, jadi diadakan digedungkan?" konfirmasinya pada Ibu dan Om Candra.

"Iya, nanti acaranya digedung saja. Kalian bisa cek gedungnya ya sekalian.

"Kemaren aku sudah temui pihak gedung, untuk meminta izin agar kalian bisa cek kesana," ucap Om Candra menjelaskan.

Meskipun kampung halaman Ibu tidak terlalu besar, tapi disana ada sebuah gedung yang dibuat khusus untuk pertemuan ataupun acara pernikahan.

Karena kebetulan kampung Ibu adalah sebuah kecamatan dengan fasilitas sekolah, kantor dinas, dan gedung lain yang masih bisa dibilang ramai dibanding desa disekitarnya

"Oke baiklah. Setelah ini sebelum kami kembali kekota, kami akan singgah untuk memeriksa gedung untuk pernikahan nanti," ucapnya tanda setuju dengan perkataan Om Candra.

Ibu dan Om Candra hanya mengangguk tanda setuju.

"Oiya ini ada contoh pelaminan dengan nuansa Soft," ucap salah satu kru sembari menunjukkan beberapa foto pelaminan yang dia rekomendasikan untuk acara nanti.

"Mba dan Mas bisa memilih warna yang disuka. Agar kami bisa mempersiapkan semua kelengkapannya," ucapnya sambil meminta pendapat Ibu dan Om Candra.

"Nak, menurut kamu yang bagus konsepnya seperti apa?" tiba-tiba Om Candra meminta pendapatku.

Aku yang sedari tadi diam membisu, tiba-tiba ikut bicara karena dimintai pendapat.

"Oiya Om. Menurutku konsep Soft Gold , sangat cocok untuk Ibu dan Om," ucapku memberikan saran setelah melihat beberapa pilihan konsep yang sudah disediakan.

"Tepat sekali seperti yang Om pikirkan," jawab Om Candra setuju dengan pendapatku.

"Bagaimana menurutmu, May? Apa kamu setuju?" balik Om Candra bertanya pada Ibu.

"Iya, Mas. Aku juga setuju."

"Aku juga suka konsepnya," Ibu juga setuju dengan pendapatku.

"Kami pilih konsep Soft Gold aja ya mba," ucap Ibu pada kru tersebut.

"Oke baiklah. Kami catat ya permintaannya, Mba. Ada lagi tambahan yang ingin diminta?" tanyanya lagi pada Ibu dan Om Candra.

"Saya rasa sudah cukup Mba," ucap Ibu sembari menutup obrolan mereka.

"Oke saya rasa semuanya sudah kita bahas. Nanti jika ada yang perlu saya konfirmasi, saya akan hubungi mas dan mba, ya?" tanya salah satu kru menjelaskan.

"Oke mba. Terimakasih ya atas waktunya, sudah jauh-jauh datang kesini untuk kami," jawab Ibu padanya.

"Dengan senang hati mba dan mas, kami sangat senang bisa membantu kalian," ucapnya sambil menorehkan senyum pada kami semua.

"Kalau begitu kami pamit pulang dulu ya," ucap Om Candra mengakhiri pembicaraan.

Mereka pun bersalaman tanda perpisahan.

Dan aku menyaksikan kebahagiaan mereka, yang sudah tidak sabar menyambut hari yang dinantikan itu.

Kami pun menuju ke mobil dan bersiap pulang.

Tiba-tiba Om Candra berkata pada Ibu setelah masuk kedalam mobil:

"Oiya, May. Aku hampir lupa mau bilang, kalau persidangan kalian dipercepat. Tadi pagi temanku memberi kabar," jelas Om Candra.

"Oh begitu ya, Mas."

"Mas..." ucapan Ibu tertahan. Seketika wajah Ibu yang tadinya penuh senyum, berubah jadi sendu.

"Kenapa May, Kok jadi berhenti ngomongnya?" tanya Om Candra heran dan menunggu kelanjutan dari pertanyaan Ibu.

"Apa boleh, aku tidak hadir dipersidangan? Aku seperti takut menghadapinya."

"Aku takut ingatanku dahulu terungkit kembali."

"Aku seperti tidak siap untuk mendengarkannya lagi," ucap Ibu pada Om Candra yang berusaha memohon agar Om mengurus semuanya tanpa kehadiran Ibu.

"Kamu tenang ya, May."

"Aku akan coba cari tau sama temanku bagaimana prosedurnya," jawab Om Candra berusaha menenangkan Ibu yang sebentar lagi akan meneteskan air mata karena terlalu cemas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!