POV (Fatahillah)
hanya kami berempat kini yang tersisa di dalam kamar. Hanum menatap kami dengan beringasnya. dia berlari menyerangku menggunakan kukunya yang tajam namun Hasan menyerangnya dari bawah. Hasan mengait kaki Hanum sehingga membuat wanita itu jatuh tersungkur mengenai cermin yang ada di dalam kamar hingga benda yang tadinya berdiri kokoh langsung jatuh dan pecah..
"kita harus mengikatnya" ucap Fauzan
"Yus, cari apa saja yang bisa kita gunakan untuk mengikatnya" ujarku kepada Yusuf
Yusuf mendekati lemari. satu persatu isi lemari itu ia keluarkan. sementara aku bersama Fauzan dan Hasan tengah bersiap menerima serangan selanjutnya dari Hanum.
aku melihat kuku Hanum begitu panjang dan tajam, entah sejak kapan perubahan itu karena seingatku Hanum tidak memelihara kuku. jelas sudah ini adalah kuku makhluk yang merasuki Hanum.
"aku dapat" Yusuf datang dengan kain panjang yang ia pegang
"buat lingkaran" ucap ku kepada mereka
kami berempat membuat lingkaran agar saat Hanum menyerang, yang lain bisa menangkapnya dan benar saja Hanum kembali menyerang kami. kali ini dia menyerang Fauzan yang berada di dekatnya.
Fauzan menunduk dan menggeser posisinya ke arah belakang Hanum. ia memegang tangan kanan Hanum sementara Hasan langsung dengan cepat memegang tangan kirinya.
Hanum memberontak, kekuatannya bahkan berlipat-lipat ganda dari kekuatan yang seharusnya ia miliki. Fauzan dan Hasan terpental karena Hanum menghempaskan mereka berdua.
saat itu juga aku langsung mengambil kain yang ada di tangan Yusuf dan mengikat tangan kanan Hanum. aku berputar beberapa kali agar kain itu dapat melilit tubuh Hanum.
"LEPASKAN" Hanum menggertak diriku
ia bahkan masih sempat untuk menyerangku menggunakan kakinya namun Yusuf yang masih memegang kain yang lain langsung melempar kain itu ke arah kaki Hanum. kini tubuh Hanum telah terikat. kami memindahkan dirinya ke kasur.
"harusnya di rantai, kalau kain seperti ini dia bisa membukanya" ucap Yusuf
"aku akan membuat dia tidak bisa membuka ikatannya" ucapku
kami mengikat kaki dan tangan Hanum di masing-masing sisi ranjang agar dirinya tidak bisa kabur dan melepaskan diri.
"apa dia akan baik-baik saja kita melakukan dia seperti ini...?" ucap Hasan
aku melihat ada rasa kasihan dan iba di mata Hasan. dia menatap teduh ke arah Hanum yang terus memberontak untuk melepaskan ikatannya.
"San, kamu harus ingat kalau sekarang dia bukan Hanum yang kita kenal. tubuhnya dirasuki setan, hanya ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan sebelum membawanya ke gunung Sangiran" ucap Fauzan
kami berempat keluar dari kamar, rupanya pak Umar, pak Odir dan ibu Rosida tidak meninggalkan kamar ini melainkan mereka berdiri menunggu kami di depan kamar Hanum.
"apa Hanum baik-baik saja...?" tanya pak Umar kepada kami
"kami mengikatnya pak agar ia tidak menyakiti orang lain dan dirinya sendiri" jawabku
"sepertinya kita harus segera membawa Hanum ke kiayi Zulkarnain" ucap pak Odir
"semuanya tergantung nak Yusuf dan nak Fatah" ucap pak Umar, dia mengalihkan pandangan ke arahku dan juga Yusuf
"kami akan memberi kabar sebentar sore pak, kalau begitu aku harus pergi karena harus ke rumah sakit" ucap Yusuf
"aku juga harus pamit, kalau kami sudah memutuskan, kami akan mengabari bapak" ucap ku
pak Umar mengangguk paham, aku dan Yusuf segera meninggalkan rumah pak Umar. sebelum ke rumah sakit, Yusuf mengantar aku pulang terlebih dahulu. namun aku memintanya untuk ke perusahaan milik pak Agung karena saat ini aku menerima pesan dari beliau untuk menemuinya di kantor. tentu saja aku akan pergi, apalagi urusanku sudah selesai meskipun sebenarnya belum benar-benar selesai.
"kenapa harus ke sana...?" tanya Yusuf
"kamu kan tau aku karyawan di sana Yus" jawabku
"aku ini heran loh sama kamu Fatah. kamu kan sudah menjadi dosen, gaji dosen itu pasti tidak sedikit....ngapain kamu masih bertahan bekerja di perusahaan itu. memangnya kamu tidak capek gitu...?"
"aku sebenarnya ingin mengundurkan diri Yus, tapi pak Agung tidak menerima dan tetap menginginkan aku bekerja di perusahaannya. kamu kan tau sebelum aku jadi dosen aku terlebih dahulu bekerja di tempat itu. lagipula kalau bukan karena pak Agung, mungkin hidup aku dan ibu dulu akan terlunta-lunta"
memang sebelum aku menyandang status menjadi dosen, aku tidak punya pekerjaan. baru saja lulus kuliah, mau kerja apa. apalagi mencari pekerjaan sangatlah susah. untungnya Anisa merekomendasikan aku ke ayahnya untuk bekerja di perusahaan ayahnya dan Alhamdulillah pak Agung menerima aku.
setelah aku menjadi dosen, aku berniat untuk keluar dari perusahaan pak Agung namun beliau tidak mengizinkan karena aku adalah salah satu karyawan yang banyak membantunya selama pekerjaan yang ia kerjakan begitu banyak. terlebih lagi aku berteman dengan Anisa, kami berdua sering keluar bersama meskipun tidak ada status diantara kami.
cara kerjaku yang dilihatnya baik dan memuaskan membuat beliau ingin menaikkan jabatan ku namun aku menolak. jika sudah sibuk di perusahaan ini lalu bagaimana dengan tanggung jawabku sebagai dosen.
dan hari ini mungkin waktu yang tepat untuk mengajukan pengunduran diri kembali. benar kata Yusuf, aku tidak bisa membagi waktu untuk mengajar dan juga bekerja di perusahaan. bahkan sekarang saja aku sudah beberapa hari tidak masuk mengajar, untungnya ada Kaisar, asistenku yang menggantikan aku mengajar.
"berikan alasan yang membuat pak Agung tidak bisa memaksamu lagi. kamu sudah menjadi bos dengan dua usaha yang kamu punya, ngapain ingin diperintah orang lagi. ya meskipun aku tau pak Agung berjasa dalam hidupmu tapi tetap saja memaksakan kehendak itu tidak baik" Yusuf masih memperingatkan ku
"iya iya, rencananya juga hari ini aku akan mencoba untuk mengundurkan diri kembali" ucapku
"lalu bagaimana dengan istrimu...?"
"kenapa kamu malah menanyakan istriku, mencurigakan sekali kamu ini" aku memicingkan mata ke arahnya
"sialan kau, kamu pikir aku sejahat itu apa mau nikung sahabat sendiri" Yusuf mencebik
"bercanda kali Yus. Alhamdulillah dia wanita yang baik, tadi dia ke pasar mengantar ibu. aku datang ke rumah pak Umar tidak sempat memberitahunya karena dia lebih dulu keluar rumah dan nomornya belum ada sama aku"
"Fatah, kamu ini baru bangun dari mimpi ya...?"
"hah...?" aku terbengong dengan ucapan Yusuf
"kamu bilang nomornya belum ada sama kamu, terus yang hubungin kamu semalam siapa saat dirinya meminta tolong" ucap Yusuf melirik ku sekilas kemudian dirinya fokus mengemudi
"astaghfirullah" aku mengusap wajah dengan kasar
"kenapa aku bisa lupa ya" aku menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal
bagaimana bisa aku lupa kalau memang ada nomor Zelina di ponselku. waktu itu aku sempat bertukar nomor dengannya saat di rumah sakit.
"itu pertanda kamu sudah tua, untung saja kamu sudah menikah" Yusuf mengejekku
"cih, mending aku yang sudah menikah daripada kamu yang kini masih jadi perjaka tua" aku membalas ejekan Yusuf
"sialan kau" Yusuf memukul lengangku karena kesal
aku merogoh ponsel untuk mencari nomor Zelina dan menghubunginya. panggilanku masuk namun tidak diangkat. beberapa kali aku memanggil tapi tetap saja Zelina tidak mengangkatnya.
(kemana perginya, apa dia belum pulang dari pasar bersama ibu)
namun kemudian aku menyadari satu hal, nomor yang aku hubungi sekarang bukanlah nomor yang ia gunakan untuk menghubungi aku semalam. atau apakah dia mempunyai dua nomor telepon yang tidak aku tau. karena pesan yang ia kirimkan untukku semalam adalah nomor 08xxx yang tidak aku kenal.
"kenapa...?" Yusuf bertanya
"tidak kenapa-kenapa" jawabku.
nanti saja di rumah akan aku tanyakan kepada Zelina.
"oh iya Yus, bagaimana dengan permintaan bantuan yang diutarakan oleh pak Umar tadi. apakah kamu mau pergi ke gunung Sangiran" tanyaku kepada Yusuf
"kalau aku pergi bagaimana dengan pekerjaanku, aku tidak mungkin bisa meninggalkan pekerjaan ku begitu saja Fatah"
"tapi kan kamu bisa ambil cuti, siapa tau di sana kamu bisa bertemu jodohmu"
"hais... jodoh lagi yang kamu bahas. sekarang turun, kita sudah sampai"
mobil Yusuf berhenti di gedung yang menjulang tinggi dan mewah. gedung itu adalah Clarion grup, perusahaan yang didirikan oleh pak Agung sendiri.
"kabari aku kalau kamu sudah membuat keputusan" ucapku sebelum turun dari mobil
"akan aku usahakan" jawab Yusuf sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan aku
aku melangkahkan kaki masuk ke dalam, beberapa karyawan yang sudah saling kenal denganku akan menyapa dan tersenyum.
aku tidak langsung ke tempat duduk dimana aku bekerja karena memang kedatanganku bukan untuk itu. aku datang memenuhi keinginan pak Agung untuk bertemu denganku dan juga sekaligus memberitahu tentang pengunduran dirku.
menuju ke lantai 13, aku sampai di depan ruangan pak Agung. sebelum itu, aku menanyakan kepada sekretarisnya mengenai keberadaan beliau dan dia memberitahu bahwa pak Agung berada di ruangannya.
tok tok tok
ku ketuk pintu tiga kali dan terdengar suara dari dalam yang mempersilahkan aku masuk. aku mendorong pintu dan masuk ke dalam.
"assalamualaikum pak" ucap ku dengan sopan
"wa alaikumsalam, duduk Fatah" ucap pak Agung
aku beralih ke sofa yang ada di ruangan itu. bukan hanya kali ini saja aku masuk di ruangan bos Clarion grup, sudah beberapa kali aku menginjakkan kaki di ruangan ini namun tetap saja ada perasaan sungkan karena yang aku datangi adalah ruangan bos besar.
"akhirnya kamu datang juga" pak Agung menutup map yang ia periksa tadi dan berjalan ke arahku
"bagaimana kabar bapak...?" tanyaku berbasa-basi
"seperti yang kamu lihat, aku sehat. kenapa sudah jarang sekali kamu datang ke kantor akhir-akhir ini, apa kamu begitu sibuk menjadi dosen...?"
"ibuku baru saja keluar dari rumah sakit pak, jadi aku sibuk menjaga ibu" ucapku, meskipun alasan yang aku berikan ada benarnya dan ada juga dustanya
ibu memang sakit dan masuk rumah sakit, itu salah satu alasan yang benar namun aku bukan sibuk menjaga ibu melainkan melakukan hal lain dan itulah dusta yang aku katakan hari ini.
aku tau itu dosa, tapi aku tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya kepada pak Agung, mana percaya dia tentang petualang yang aku alami.
"jadi bagaimana sekarang keadaan ibumu, apakah dia sudah sehat...?"
"sudah pak, Alhamdulillah ibu sudah sehat seperti sedia kala" jawabku
"memangnya kalau boleh aku tau, ada apa ya sampai bapak memanggil aku datang kemari" tanyaku setelah beberapa detik aku terdiam
pak Agung menatap ku lekat dan itu membuat aku tidak nyaman namun tidak mungkin aku utarakan sebab itu sama sekali tidak sopan.
"apa kamu tidak bisa berhenti menjadi dosen dan menggantikan aku di sini Fatah...?" ucap pak Agung
pertanyaan pak Agung tentu membuat aku bertanya-tanya, apa maksudnya dengan perkataan itu. aku sampai dibuat bingung.
"maksudnya bagaimana ya pak, menggantikan bapak menjadi pimpinan begitu...?" aku langsung ke intinya, karena diriku tidak suka hal yang bertele-tele. tapi kalau memang benar seperti itu, ini sungguh di luar dugaan
"iya. aku hanya mempunyai satu orang anak dan itu adalah Anisa. dia sangat mencintai pekerjaannya sebagai dokter dan aku tidak bisa merenggut kebahagiaan itu. Anisa tidak berminat untuk menjadi pimpinan Clarion grup. maka dari itu aku memilih kamu untuk menggantikan ku di sini. aku tidak punya pewaris lagi selain Anisa namun dia sudah menolak"
"aku meminta kamu untuk menggantikan aku Fatah"
tentu saja aku kaget, bukan....bukan kaget lagi tapi lebih tepatnya mungkin aku begitu shock. ada apa dengan pak Agung, kenapa bisa dirinya memilihku menjadi CEO baru sementara aku bukan siapa-siapa dirinya bahkan tidak memiliki hubungan darah sekalipun.
"maaf pak, tapi aku menolak" aku langsung menjawab tidak
tentu saja aku menolak, untuk dinaikkan jabatan saja aku menolak apalagi langsung menjadi CEO perusahaan ini, aku sama sekali tidak ingin.
"kenapa Fatah...?" pak Agung sepertinya tidak senang dengan jawabanku, buktinya aku melihat sorot mata tidak ingin menerima penolakan
"maaf sekali pak, tapi aku tidak bisa. aku bukan anak bapak dan juga tidak memiliki hubungan darah sama sekali, bagaimana bisa aku menggantikan bapak"
"tidak masalah sekalipun kamu orang luar, aku yang memilihmu... orang lain tidak berhak ikut campur"
"maaf pak sekali lagi aku menolak"
"apa kamu menolak karena kamu bukan anakku begitu...? baiklah kalau seperti itu kamu menikahlah dengan Anisa maka dengan begitu status mu akan berubah. kita akan menjadi anak menantu dan ayah mertua"
apa lagi ini. aku begitu tidak habis pikir dengan pemikiran pak Agung.
belum sempat ku jawab pernyataan itu, ponselku berdering. rupanya Zelina yang menghubungiku.
syukur Alhamdulillah, terimakasih Zelina...kamu menyelamatkan ku dari pak Agung.
"maaf pak, aku harus mengangkat telepon dulu" ucapku
"ya silahkan" jawab pak Agung
namun aku kembali berpikir kalau sepertinya tidak sopan aku mengangkat telepon saat aku sedang berbincang dengan pak Agung. karena itu aku mematikan panggilan Zelina dan biarlah nanti aku menghubunginya.
"kenapa dimatikan...?"
"bukan apa-apa pak. tapi aku harus pulang, ibuku sendirian di rumah. aku sengaja memberikan alasan itu agar pak Agung dapat membiarkanku pergi
"kamu belum menjawab pertanyaan ku Fatah"
"maaf pak untuk permintaan bapak tadi, aku tidak bisa memenuhi. dan lagi kedatangan ku ke mari untuk memberitahu bapak kalau aku akan mengundurkan diri dari perusahaan ini"
aku akui pak Agung orang baik namun jika dirinya terus memaksa seperti ini aku sama sekali tidak merasa nyaman.
"kamu mau pergi begitu saja setelah apa yang aku lakukan padamu dulu...?" pak Agung mulai mengungkit kebaikan yang ia lakukan dulu kepadaku dan juga ibu
Allah
kenapa semakin rumit seperti ini. aku benar-benar bingung sekarang.
"bukan seperti itu pak, jelas kebaikan bapak tidak akan pernah aku lupakan tapi waktuku tidak bisa ku bagi untuk urusan mengajar dan juga urusan kantor. maka dari itu aku memutuskan mengundurkan diri. namun jika bapak meminta bantuan padaku, maka jelas aku akan sebisa mungkin untuk membantu asal bukan hal yang bapak katakan tadi" ucapku
aku memberikan pengecualian agar pak Agung tidak memaksaku untuk menggantikan dirinya apalagi mau menikahi Anisa, bagaimana dengan Zelina jika itu aku lakukan. meskipun saat ini aku belum memiliki perasaan apapun padanya tapi kami sudah membuat komitmen bahwa akan menjalani rumah tangga kami dan saling menerima satu sama lain.
ponselku kembali berdering, dan itu dari Yusuf. dengan meminta maaf aku berpamitan kepada pak Agung. mungkin harusnya aku tidak melakukan hal ini namun aku juga tidak bisa menerima keinginannya.
tentu saja aku bukan orang yang melupakan begitu saja kebaikan orang lain. aku akan membalas kebaikan pak Agung, namun bukan seperti yang dia katakan tadi.
setelah keluar dari ruangan pak Agung, aku mengangkat telepon dari Yusuf.
"ya Yus, assalamualaikum" ucapku setelah menggeser tombol hijau
"wa alaikumsalam, Fatah apakah kamu masih di kantor pak Agung...?"
"aku baru saja keluar dan akan pulang, ada apa...?"
"setelah ini, kita bertemu lagi di rumah pak Umar malam hari ya untuk memberitahu keputusan yang kita ambil, kita baik juga memberitahu lewat telepon"
"baiklah, kalau begitu jam 8 selesai isya, kita ke sana"
"oke, ya sudah sampai bertemu nanti. assalamualaikum"
"wa alaikumsalam"
aku memasukkan ponselku ke dalam kantung celana dan menahan taksi untuk membawaku pulang ke rumah.
aku butuh ibu saat ini, wanita yang begitu aku sayangi dan aku cintai. nasihatnya selalu membuat aku tenang dan memberikan aku kekuatan.
beberapa menit berada di dalam taksi, aku sampai juga di rumah. setelah membayar ongkos, aku turun dan menuju ke teras rumah.
"mas" Zelina memanggilku saat aku mendekati dirinya yang sedang duduk di teras
"kenapa berada di luar...?" aku duduk di kursi yang ada di sampingnya
"aku menunggu mas pulang. tadi aku telepon tapi mas tidak angkat"
hais, manis sekali sikap wanita ini. aku jadi merasa diperhatiin.
"maaf, tadi aku pergi buru-buru dan tidak sempat memberitahumu. oh ya, sebenarnya nomor yang kamu pakai ada berapa. nomor siapa semalam yang kamu pakai untuk mengubungiku" aku langsung mengajukan pertanyaan yang memang sudah aku simpan di dalam kepala
"itu nomor mas Panji mas" saat menyebut nama kakaknya, wajah Zelina berubah menjadi sedih
"jangan sedih seperti itu, mereka sudah tenang di sana. sekarang ada aku yang akan menjagamu" aku spontan memegang tangannya
Zelina tersenyum dibalik cadarnya, aku dapat melihat itu karena matanya yang berbinar. saat aku sadar sedang memegang tangannya, aku kembali melepaskannya.
"maaf" ucapku tidak enak hati
"tadi aku sudah menghubungi bibi Arum dan memberitahu kejadian yang menimpa paman Hutomo. tapi...."
"tapi kenapa...?" aku bertanya karena Zelina menggantung ucapannya
"aku tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, aku hanya mengatakan ayah, mas Panji dan paman Hutomo mengalami kecelakaan. kalau aku mengatakan yang sebenarnya, mereka tentu saja tidak akan percaya karena di mata bibi Arum dan Andini, paman Hutomo adalah sosok ayah dan suami yang begitu baik"
"tidak apa-apa, untuk menghindari pertikaian, seperti itu saja sudah cukup" aku menenangkannya
sesaat kemudian Zelina meraih tanganku dan menggenggamnya. tentu saja aku langsung kaget.
"aku sudah masak, ayo makan" ucapnya dan langsung menarik ku untuk masuk ke dalam rumah
kami makan bersama, bibi Fatimah sudah pulang ke rumahnya dan kini tinggal kami bertiga.
kini saatnya aku mengatakan apa yang ingin aku beritahu kepada ibu. aku memberitahu tentang penyakit Hanum dan juga siapa yang bisa menyembuhkannya. dan tentu saja aku memberitahu kalau pak Umar memintaku dan juga Yusuf untuk menemani mereka.
"lalu bagaimana dengan tugas mengajar mu...?" tanya ibu
"aku bisa menyerahkan itu kepada asisten ku bu. dia yang akan menggantikan aku" jawabku
"apa separah itu penyakitnya...?"
"santet bu, dia terkena santet" jawabku
"astagfirullahaladzim" Zelina spontan beristighfar
"gunung Sangiran itu sangat jauh nak. kalau kamu pergi, bagaimana dengan Zelina. kalian baru saja menikah, masa sudah mau berpisah" ucap ibu
"aku akan membawa Zelina juga bu, itupun kalau Zelina mau" ucapku yang langsung melihat ke arah Zelina
"tentu saja mau, kemanapun mas pergi aku akan ikut" Zelina menjawab cepat tanpa memikirkan dulu ucapan ku tadi
"tapi.... bagaimana dengan ibu mas, apa kita akan meninggalkan ibu sendirian" aku melihat raut kecemasan di mata istriku
"jangan cemaskan ibu, ibu bisa ke rumah Fatimah jika kalian pergi. satu pesan ibu, kalian harus berhati-hati. perjalanan ke sana itu sangat jauh, jangan sekali-kali meninggalkan istrimu Fatah"
"tenang saja bu, aku akan menjaga Zelina" jawabku dan meraih jemari ibu
"di sana tempatnya indah dan asri, sangat cocok jika kalian ingin berbulan madu di sana"
uhuk....uhuk
aku langsung tersedak saat ibu mengatakan bulan madu. ya ampun malu sekali rasanya. ah ibu ini ada-ada saja
"minum dulu mas" Zelina memberikan ku air di gelas dan aku langsung meneguknya sampai habis
ibu terkekeh melihatku yang sebenarnya sedang malu. sementara aku, tetap melanjutkan makan tanpa bersuara lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
warkop Teteh kuningan
hayooloooh yang kemaren blg othor gini gitu gini gitu,,,terjawab syudaaaah......
2023-11-08
1
Vee J. kiki
thor, kalo emang si fatah bos punya 2 usaha kenapa gk punya mobilll
2023-09-07
1
Kang Nawi
makin kesini makin menarik isi ceritanya......
2023-07-19
0