Bab 20

POV (Fatahillah)

hanya kami berempat kini yang tersisa di dalam kamar. Hanum menatap kami dengan beringasnya. dia berlari menyerangku menggunakan kukunya yang tajam namun Hasan menyerangnya dari bawah. Hasan mengait kaki Hanum sehingga membuat wanita itu jatuh tersungkur mengenai cermin yang ada di dalam kamar hingga benda yang tadinya berdiri kokoh langsung jatuh dan pecah..

"kita harus mengikatnya" ucap Fauzan

"Yus, cari apa saja yang bisa kita gunakan untuk mengikatnya" ujarku kepada Yusuf

Yusuf mendekati lemari. satu persatu isi lemari itu ia keluarkan. sementara aku bersama Fauzan dan Hasan tengah bersiap menerima serangan selanjutnya dari Hanum.

aku melihat kuku Hanum begitu panjang dan tajam, entah sejak kapan perubahan itu karena seingatku Hanum tidak memelihara kuku. jelas sudah ini adalah kuku makhluk yang merasuki Hanum.

"aku dapat" Yusuf datang dengan kain panjang yang ia pegang

"buat lingkaran" ucap ku kepada mereka

kami berempat membuat lingkaran agar saat Hanum menyerang, yang lain bisa menangkapnya dan benar saja Hanum kembali menyerang kami. kali ini dia menyerang Fauzan yang berada di dekatnya.

Fauzan menunduk dan menggeser posisinya ke arah belakang Hanum. ia memegang tangan kanan Hanum sementara Hasan langsung dengan cepat memegang tangan kirinya.

Hanum memberontak, kekuatannya bahkan berlipat-lipat ganda dari kekuatan yang seharusnya ia miliki. Fauzan dan Hasan terpental karena Hanum menghempaskan mereka berdua.

saat itu juga aku langsung mengambil kain yang ada di tangan Yusuf dan mengikat tangan kanan Hanum. aku berputar beberapa kali agar kain itu dapat melilit tubuh Hanum.

"LEPASKAN" Hanum menggertak diriku

ia bahkan masih sempat untuk menyerangku menggunakan kakinya namun Yusuf yang masih memegang kain yang lain langsung melempar kain itu ke arah kaki Hanum. kini tubuh Hanum telah terikat. kami memindahkan dirinya ke kasur.

"harusnya di rantai, kalau kain seperti ini dia bisa membukanya" ucap Yusuf

"aku akan membuat dia tidak bisa membuka ikatannya" ucapku

kami mengikat kaki dan tangan Hanum di masing-masing sisi ranjang agar dirinya tidak bisa kabur dan melepaskan diri.

"apa dia akan baik-baik saja kita melakukan dia seperti ini...?" ucap Hasan

aku melihat ada rasa kasihan dan iba di mata Hasan. dia menatap teduh ke arah Hanum yang terus memberontak untuk melepaskan ikatannya.

"San, kamu harus ingat kalau sekarang dia bukan Hanum yang kita kenal. tubuhnya dirasuki setan, hanya ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan sebelum membawanya ke gunung Sangiran" ucap Fauzan

kami berempat keluar dari kamar, rupanya pak Umar, pak Odir dan ibu Rosida tidak meninggalkan kamar ini melainkan mereka berdiri menunggu kami di depan kamar Hanum.

"apa Hanum baik-baik saja...?" tanya pak Umar kepada kami

"kami mengikatnya pak agar ia tidak menyakiti orang lain dan dirinya sendiri" jawabku

"sepertinya kita harus segera membawa Hanum ke kiayi Zulkarnain" ucap pak Odir

"semuanya tergantung nak Yusuf dan nak Fatah" ucap pak Umar, dia mengalihkan pandangan ke arahku dan juga Yusuf

"kami akan memberi kabar sebentar sore pak, kalau begitu aku harus pergi karena harus ke rumah sakit" ucap Yusuf

"aku juga harus pamit, kalau kami sudah memutuskan, kami akan mengabari bapak" ucap ku

pak Umar mengangguk paham, aku dan Yusuf segera meninggalkan rumah pak Umar. sebelum ke rumah sakit, Yusuf mengantar aku pulang terlebih dahulu. namun aku memintanya untuk ke perusahaan milik pak Agung karena saat ini aku menerima pesan dari beliau untuk menemuinya di kantor. tentu saja aku akan pergi, apalagi urusanku sudah selesai meskipun sebenarnya belum benar-benar selesai.

"kenapa harus ke sana...?" tanya Yusuf

"kamu kan tau aku karyawan di sana Yus" jawabku

"aku ini heran loh sama kamu Fatah. kamu kan sudah menjadi dosen, gaji dosen itu pasti tidak sedikit....ngapain kamu masih bertahan bekerja di perusahaan itu. memangnya kamu tidak capek gitu...?"

"aku sebenarnya ingin mengundurkan diri Yus, tapi pak Agung tidak menerima dan tetap menginginkan aku bekerja di perusahaannya. kamu kan tau sebelum aku jadi dosen aku terlebih dahulu bekerja di tempat itu. lagipula kalau bukan karena pak Agung, mungkin hidup aku dan ibu dulu akan terlunta-lunta"

memang sebelum aku menyandang status menjadi dosen, aku tidak punya pekerjaan. baru saja lulus kuliah, mau kerja apa. apalagi mencari pekerjaan sangatlah susah. untungnya Anisa merekomendasikan aku ke ayahnya untuk bekerja di perusahaan ayahnya dan Alhamdulillah pak Agung menerima aku.

setelah aku menjadi dosen, aku berniat untuk keluar dari perusahaan pak Agung namun beliau tidak mengizinkan karena aku adalah salah satu karyawan yang banyak membantunya selama pekerjaan yang ia kerjakan begitu banyak. terlebih lagi aku berteman dengan Anisa, kami berdua sering keluar bersama meskipun tidak ada status diantara kami.

cara kerjaku yang dilihatnya baik dan memuaskan membuat beliau ingin menaikkan jabatan ku namun aku menolak. jika sudah sibuk di perusahaan ini lalu bagaimana dengan tanggung jawabku sebagai dosen.

dan hari ini mungkin waktu yang tepat untuk mengajukan pengunduran diri kembali. benar kata Yusuf, aku tidak bisa membagi waktu untuk mengajar dan juga bekerja di perusahaan. bahkan sekarang saja aku sudah beberapa hari tidak masuk mengajar, untungnya ada Kaisar, asistenku yang menggantikan aku mengajar.

"berikan alasan yang membuat pak Agung tidak bisa memaksamu lagi. kamu sudah menjadi bos dengan dua usaha yang kamu punya, ngapain ingin diperintah orang lagi. ya meskipun aku tau pak Agung berjasa dalam hidupmu tapi tetap saja memaksakan kehendak itu tidak baik" Yusuf masih memperingatkan ku

"iya iya, rencananya juga hari ini aku akan mencoba untuk mengundurkan diri kembali" ucapku

"lalu bagaimana dengan istrimu...?"

"kenapa kamu malah menanyakan istriku, mencurigakan sekali kamu ini" aku memicingkan mata ke arahnya

"sialan kau, kamu pikir aku sejahat itu apa mau nikung sahabat sendiri" Yusuf mencebik

"bercanda kali Yus. Alhamdulillah dia wanita yang baik, tadi dia ke pasar mengantar ibu. aku datang ke rumah pak Umar tidak sempat memberitahunya karena dia lebih dulu keluar rumah dan nomornya belum ada sama aku"

"Fatah, kamu ini baru bangun dari mimpi ya...?"

"hah...?" aku terbengong dengan ucapan Yusuf

"kamu bilang nomornya belum ada sama kamu, terus yang hubungin kamu semalam siapa saat dirinya meminta tolong" ucap Yusuf melirik ku sekilas kemudian dirinya fokus mengemudi

"astaghfirullah" aku mengusap wajah dengan kasar

"kenapa aku bisa lupa ya" aku menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal

bagaimana bisa aku lupa kalau memang ada nomor Zelina di ponselku. waktu itu aku sempat bertukar nomor dengannya saat di rumah sakit.

"itu pertanda kamu sudah tua, untung saja kamu sudah menikah" Yusuf mengejekku

"cih, mending aku yang sudah menikah daripada kamu yang kini masih jadi perjaka tua" aku membalas ejekan Yusuf

"sialan kau" Yusuf memukul lengangku karena kesal

aku merogoh ponsel untuk mencari nomor Zelina dan menghubunginya. panggilanku masuk namun tidak diangkat. beberapa kali aku memanggil tapi tetap saja Zelina tidak mengangkatnya.

(kemana perginya, apa dia belum pulang dari pasar bersama ibu)

namun kemudian aku menyadari satu hal, nomor yang aku hubungi sekarang bukanlah nomor yang ia gunakan untuk menghubungi aku semalam. atau apakah dia mempunyai dua nomor telepon yang tidak aku tau. karena pesan yang ia kirimkan untukku semalam adalah nomor 08xxx yang tidak aku kenal.

"kenapa...?" Yusuf bertanya

"tidak kenapa-kenapa" jawabku.

nanti saja di rumah akan aku tanyakan kepada Zelina.

"oh iya Yus, bagaimana dengan permintaan bantuan yang diutarakan oleh pak Umar tadi. apakah kamu mau pergi ke gunung Sangiran" tanyaku kepada Yusuf

"kalau aku pergi bagaimana dengan pekerjaanku, aku tidak mungkin bisa meninggalkan pekerjaan ku begitu saja Fatah"

"tapi kan kamu bisa ambil cuti, siapa tau di sana kamu bisa bertemu jodohmu"

"hais... jodoh lagi yang kamu bahas. sekarang turun, kita sudah sampai"

mobil Yusuf berhenti di gedung yang menjulang tinggi dan mewah. gedung itu adalah Clarion grup, perusahaan yang didirikan oleh pak Agung sendiri.

"kabari aku kalau kamu sudah membuat keputusan" ucapku sebelum turun dari mobil

"akan aku usahakan" jawab Yusuf sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan aku

aku melangkahkan kaki masuk ke dalam, beberapa karyawan yang sudah saling kenal denganku akan menyapa dan tersenyum.

aku tidak langsung ke tempat duduk dimana aku bekerja karena memang kedatanganku bukan untuk itu. aku datang memenuhi keinginan pak Agung untuk bertemu denganku dan juga sekaligus memberitahu tentang pengunduran dirku.

menuju ke lantai 13, aku sampai di depan ruangan pak Agung. sebelum itu, aku menanyakan kepada sekretarisnya mengenai keberadaan beliau dan dia memberitahu bahwa pak Agung berada di ruangannya.

tok tok tok

ku ketuk pintu tiga kali dan terdengar suara dari dalam yang mempersilahkan aku masuk. aku mendorong pintu dan masuk ke dalam.

"assalamualaikum pak" ucap ku dengan sopan

"wa alaikumsalam, duduk Fatah" ucap pak Agung

aku beralih ke sofa yang ada di ruangan itu. bukan hanya kali ini saja aku masuk di ruangan bos Clarion grup, sudah beberapa kali aku menginjakkan kaki di ruangan ini namun tetap saja ada perasaan sungkan karena yang aku datangi adalah ruangan bos besar.

"akhirnya kamu datang juga" pak Agung menutup map yang ia periksa tadi dan berjalan ke arahku

"bagaimana kabar bapak...?" tanyaku berbasa-basi

"seperti yang kamu lihat, aku sehat. kenapa sudah jarang sekali kamu datang ke kantor akhir-akhir ini, apa kamu begitu sibuk menjadi dosen...?"

"ibuku baru saja keluar dari rumah sakit pak, jadi aku sibuk menjaga ibu" ucapku, meskipun alasan yang aku berikan ada benarnya dan ada juga dustanya

ibu memang sakit dan masuk rumah sakit, itu salah satu alasan yang benar namun aku bukan sibuk menjaga ibu melainkan melakukan hal lain dan itulah dusta yang aku katakan hari ini.

aku tau itu dosa, tapi aku tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya kepada pak Agung, mana percaya dia tentang petualang yang aku alami.

"jadi bagaimana sekarang keadaan ibumu, apakah dia sudah sehat...?"

"sudah pak, Alhamdulillah ibu sudah sehat seperti sedia kala" jawabku

"memangnya kalau boleh aku tau, ada apa ya sampai bapak memanggil aku datang kemari" tanyaku setelah beberapa detik aku terdiam

pak Agung menatap ku lekat dan itu membuat aku tidak nyaman namun tidak mungkin aku utarakan sebab itu sama sekali tidak sopan.

"apa kamu tidak bisa berhenti menjadi dosen dan menggantikan aku di sini Fatah...?" ucap pak Agung

pertanyaan pak Agung tentu membuat aku bertanya-tanya, apa maksudnya dengan perkataan itu. aku sampai dibuat bingung.

"maksudnya bagaimana ya pak, menggantikan bapak menjadi pimpinan begitu...?" aku langsung ke intinya, karena diriku tidak suka hal yang bertele-tele. tapi kalau memang benar seperti itu, ini sungguh di luar dugaan

"iya. aku hanya mempunyai satu orang anak dan itu adalah Anisa. dia sangat mencintai pekerjaannya sebagai dokter dan aku tidak bisa merenggut kebahagiaan itu. Anisa tidak berminat untuk menjadi pimpinan Clarion grup. maka dari itu aku memilih kamu untuk menggantikan ku di sini. aku tidak punya pewaris lagi selain Anisa namun dia sudah menolak"

"aku meminta kamu untuk menggantikan aku Fatah"

tentu saja aku kaget, bukan....bukan kaget lagi tapi lebih tepatnya mungkin aku begitu shock. ada apa dengan pak Agung, kenapa bisa dirinya memilihku menjadi CEO baru sementara aku bukan siapa-siapa dirinya bahkan tidak memiliki hubungan darah sekalipun.

"maaf pak, tapi aku menolak" aku langsung menjawab tidak

tentu saja aku menolak, untuk dinaikkan jabatan saja aku menolak apalagi langsung menjadi CEO perusahaan ini, aku sama sekali tidak ingin.

"kenapa Fatah...?" pak Agung sepertinya tidak senang dengan jawabanku, buktinya aku melihat sorot mata tidak ingin menerima penolakan

"maaf sekali pak, tapi aku tidak bisa. aku bukan anak bapak dan juga tidak memiliki hubungan darah sama sekali, bagaimana bisa aku menggantikan bapak"

"tidak masalah sekalipun kamu orang luar, aku yang memilihmu... orang lain tidak berhak ikut campur"

"maaf pak sekali lagi aku menolak"

"apa kamu menolak karena kamu bukan anakku begitu...? baiklah kalau seperti itu kamu menikahlah dengan Anisa maka dengan begitu status mu akan berubah. kita akan menjadi anak menantu dan ayah mertua"

apa lagi ini. aku begitu tidak habis pikir dengan pemikiran pak Agung.

belum sempat ku jawab pernyataan itu, ponselku berdering. rupanya Zelina yang menghubungiku.

syukur Alhamdulillah, terimakasih Zelina...kamu menyelamatkan ku dari pak Agung.

"maaf pak, aku harus mengangkat telepon dulu" ucapku

"ya silahkan" jawab pak Agung

namun aku kembali berpikir kalau sepertinya tidak sopan aku mengangkat telepon saat aku sedang berbincang dengan pak Agung. karena itu aku mematikan panggilan Zelina dan biarlah nanti aku menghubunginya.

"kenapa dimatikan...?"

"bukan apa-apa pak. tapi aku harus pulang, ibuku sendirian di rumah. aku sengaja memberikan alasan itu agar pak Agung dapat membiarkanku pergi

"kamu belum menjawab pertanyaan ku Fatah"

"maaf pak untuk permintaan bapak tadi, aku tidak bisa memenuhi. dan lagi kedatangan ku ke mari untuk memberitahu bapak kalau aku akan mengundurkan diri dari perusahaan ini"

aku akui pak Agung orang baik namun jika dirinya terus memaksa seperti ini aku sama sekali tidak merasa nyaman.

"kamu mau pergi begitu saja setelah apa yang aku lakukan padamu dulu...?" pak Agung mulai mengungkit kebaikan yang ia lakukan dulu kepadaku dan juga ibu

Allah

kenapa semakin rumit seperti ini. aku benar-benar bingung sekarang.

"bukan seperti itu pak, jelas kebaikan bapak tidak akan pernah aku lupakan tapi waktuku tidak bisa ku bagi untuk urusan mengajar dan juga urusan kantor. maka dari itu aku memutuskan mengundurkan diri. namun jika bapak meminta bantuan padaku, maka jelas aku akan sebisa mungkin untuk membantu asal bukan hal yang bapak katakan tadi" ucapku

aku memberikan pengecualian agar pak Agung tidak memaksaku untuk menggantikan dirinya apalagi mau menikahi Anisa, bagaimana dengan Zelina jika itu aku lakukan. meskipun saat ini aku belum memiliki perasaan apapun padanya tapi kami sudah membuat komitmen bahwa akan menjalani rumah tangga kami dan saling menerima satu sama lain.

ponselku kembali berdering, dan itu dari Yusuf. dengan meminta maaf aku berpamitan kepada pak Agung. mungkin harusnya aku tidak melakukan hal ini namun aku juga tidak bisa menerima keinginannya.

tentu saja aku bukan orang yang melupakan begitu saja kebaikan orang lain. aku akan membalas kebaikan pak Agung, namun bukan seperti yang dia katakan tadi.

setelah keluar dari ruangan pak Agung, aku mengangkat telepon dari Yusuf.

"ya Yus, assalamualaikum" ucapku setelah menggeser tombol hijau

"wa alaikumsalam, Fatah apakah kamu masih di kantor pak Agung...?"

"aku baru saja keluar dan akan pulang, ada apa...?"

"setelah ini, kita bertemu lagi di rumah pak Umar malam hari ya untuk memberitahu keputusan yang kita ambil, kita baik juga memberitahu lewat telepon"

"baiklah, kalau begitu jam 8 selesai isya, kita ke sana"

"oke, ya sudah sampai bertemu nanti. assalamualaikum"

"wa alaikumsalam"

aku memasukkan ponselku ke dalam kantung celana dan menahan taksi untuk membawaku pulang ke rumah.

aku butuh ibu saat ini, wanita yang begitu aku sayangi dan aku cintai. nasihatnya selalu membuat aku tenang dan memberikan aku kekuatan.

beberapa menit berada di dalam taksi, aku sampai juga di rumah. setelah membayar ongkos, aku turun dan menuju ke teras rumah.

"mas" Zelina memanggilku saat aku mendekati dirinya yang sedang duduk di teras

"kenapa berada di luar...?" aku duduk di kursi yang ada di sampingnya

"aku menunggu mas pulang. tadi aku telepon tapi mas tidak angkat"

hais, manis sekali sikap wanita ini. aku jadi merasa diperhatiin.

"maaf, tadi aku pergi buru-buru dan tidak sempat memberitahumu. oh ya, sebenarnya nomor yang kamu pakai ada berapa. nomor siapa semalam yang kamu pakai untuk mengubungiku" aku langsung mengajukan pertanyaan yang memang sudah aku simpan di dalam kepala

"itu nomor mas Panji mas" saat menyebut nama kakaknya, wajah Zelina berubah menjadi sedih

"jangan sedih seperti itu, mereka sudah tenang di sana. sekarang ada aku yang akan menjagamu" aku spontan memegang tangannya

Zelina tersenyum dibalik cadarnya, aku dapat melihat itu karena matanya yang berbinar. saat aku sadar sedang memegang tangannya, aku kembali melepaskannya.

"maaf" ucapku tidak enak hati

"tadi aku sudah menghubungi bibi Arum dan memberitahu kejadian yang menimpa paman Hutomo. tapi...."

"tapi kenapa...?" aku bertanya karena Zelina menggantung ucapannya

"aku tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, aku hanya mengatakan ayah, mas Panji dan paman Hutomo mengalami kecelakaan. kalau aku mengatakan yang sebenarnya, mereka tentu saja tidak akan percaya karena di mata bibi Arum dan Andini, paman Hutomo adalah sosok ayah dan suami yang begitu baik"

"tidak apa-apa, untuk menghindari pertikaian, seperti itu saja sudah cukup" aku menenangkannya

sesaat kemudian Zelina meraih tanganku dan menggenggamnya. tentu saja aku langsung kaget.

"aku sudah masak, ayo makan" ucapnya dan langsung menarik ku untuk masuk ke dalam rumah

kami makan bersama, bibi Fatimah sudah pulang ke rumahnya dan kini tinggal kami bertiga.

kini saatnya aku mengatakan apa yang ingin aku beritahu kepada ibu. aku memberitahu tentang penyakit Hanum dan juga siapa yang bisa menyembuhkannya. dan tentu saja aku memberitahu kalau pak Umar memintaku dan juga Yusuf untuk menemani mereka.

"lalu bagaimana dengan tugas mengajar mu...?" tanya ibu

"aku bisa menyerahkan itu kepada asisten ku bu. dia yang akan menggantikan aku" jawabku

"apa separah itu penyakitnya...?"

"santet bu, dia terkena santet" jawabku

"astagfirullahaladzim" Zelina spontan beristighfar

"gunung Sangiran itu sangat jauh nak. kalau kamu pergi, bagaimana dengan Zelina. kalian baru saja menikah, masa sudah mau berpisah" ucap ibu

"aku akan membawa Zelina juga bu, itupun kalau Zelina mau" ucapku yang langsung melihat ke arah Zelina

"tentu saja mau, kemanapun mas pergi aku akan ikut" Zelina menjawab cepat tanpa memikirkan dulu ucapan ku tadi

"tapi.... bagaimana dengan ibu mas, apa kita akan meninggalkan ibu sendirian" aku melihat raut kecemasan di mata istriku

"jangan cemaskan ibu, ibu bisa ke rumah Fatimah jika kalian pergi. satu pesan ibu, kalian harus berhati-hati. perjalanan ke sana itu sangat jauh, jangan sekali-kali meninggalkan istrimu Fatah"

"tenang saja bu, aku akan menjaga Zelina" jawabku dan meraih jemari ibu

"di sana tempatnya indah dan asri, sangat cocok jika kalian ingin berbulan madu di sana"

uhuk....uhuk

aku langsung tersedak saat ibu mengatakan bulan madu. ya ampun malu sekali rasanya. ah ibu ini ada-ada saja

"minum dulu mas" Zelina memberikan ku air di gelas dan aku langsung meneguknya sampai habis

ibu terkekeh melihatku yang sebenarnya sedang malu. sementara aku, tetap melanjutkan makan tanpa bersuara lagi.

Terpopuler

Comments

warkop Teteh kuningan

warkop Teteh kuningan

hayooloooh yang kemaren blg othor gini gitu gini gitu,,,terjawab syudaaaah......

2023-11-08

1

Vee J. kiki

Vee J. kiki

thor, kalo emang si fatah bos punya 2 usaha kenapa gk punya mobilll

2023-09-07

1

Kang Nawi

Kang Nawi

makin kesini makin menarik isi ceritanya......

2023-07-19

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 71
73 Bab 71
74 Bab 72
75 Bab 73
76 Bab 74
77 Bab 75
78 Bab 76
79 Bab 77
80 Bab 78
81 Bab 79
82 Bab 80
83 Bab 81
84 Bab 82
85 Bab 83
86 Bab 84
87 Bab 85
88 Bab 86
89 Bab 87
90 Bab 88
91 Bab 89
92 Bab 90
93 Bab 91
94 Bab 92
95 Bab 93
96 Bab 94
97 Bab 95
98 Bab 96
99 Bab 97
100 Bab 98
101 Bab 99
102 Bab 100
103 Bab 101
104 Bab 102
105 Bab 103
106 Bab 104
107 Bab 105
108 Bab 106
109 Bab 107
110 Bab 108
111 Bab 109
112 Bab 110
113 Bab 111
114 Bab 112
115 Bab 113
116 Bab 114
117 Bab 115
118 Bab 116
119 Bab 117
120 Bab 118
121 Bab 119
122 Bab 120
123 Bab 121
124 Bab 122
125 Bab 123
126 Bab 124
127 Bab 125
128 Bab 126
129 Bab 127
130 Bab 128
131 Bab 129
132 Bab 130
133 Bab 131
134 Bab 132
135 Bab 133
136 Bab 134
137 Bab 135
138 Bab 136
139 Bab 137
140 Bab 138
141 Bab 139
142 Bab 140
143 Bab 141
144 Bab 142
145 Bab 143
146 Bab 144
147 Bab 145
148 Bab 146
149 Bab 147
150 Bab 148
151 Bab 149
152 Bab 150
153 Bab 151
Episodes

Updated 153 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 71
73
Bab 71
74
Bab 72
75
Bab 73
76
Bab 74
77
Bab 75
78
Bab 76
79
Bab 77
80
Bab 78
81
Bab 79
82
Bab 80
83
Bab 81
84
Bab 82
85
Bab 83
86
Bab 84
87
Bab 85
88
Bab 86
89
Bab 87
90
Bab 88
91
Bab 89
92
Bab 90
93
Bab 91
94
Bab 92
95
Bab 93
96
Bab 94
97
Bab 95
98
Bab 96
99
Bab 97
100
Bab 98
101
Bab 99
102
Bab 100
103
Bab 101
104
Bab 102
105
Bab 103
106
Bab 104
107
Bab 105
108
Bab 106
109
Bab 107
110
Bab 108
111
Bab 109
112
Bab 110
113
Bab 111
114
Bab 112
115
Bab 113
116
Bab 114
117
Bab 115
118
Bab 116
119
Bab 117
120
Bab 118
121
Bab 119
122
Bab 120
123
Bab 121
124
Bab 122
125
Bab 123
126
Bab 124
127
Bab 125
128
Bab 126
129
Bab 127
130
Bab 128
131
Bab 129
132
Bab 130
133
Bab 131
134
Bab 132
135
Bab 133
136
Bab 134
137
Bab 135
138
Bab 136
139
Bab 137
140
Bab 138
141
Bab 139
142
Bab 140
143
Bab 141
144
Bab 142
145
Bab 143
146
Bab 144
147
Bab 145
148
Bab 146
149
Bab 147
150
Bab 148
151
Bab 149
152
Bab 150
153
Bab 151

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!