Bab 9

seorang pemuda sedang berada di taman indah, sangat indah seperti taman surga. pemuda itu adalah Fatahillah.

ia mengikuti jalan yang ada di depannya hingga kini jalan itu membawanya ke tempat dimana salah seorang yang berpakaian putih sedang berdiri membelakanginya.

(siapa dia...?) Fatahillah mengamati orang itu dari balik punggungnya

saat itu juga sosok itu membalikkan badan menghadap ke arah Fatahillah

"guru" Fatahillah memanggil orang itu

kakek tua yang berpakaian serba putih menggunakan sorban putih dan tasbih di tangan kanannya. kakek tua itu berbalik dan tersenyum ke arah Fatahillah. ia melambaikan tangan mengisyaratkan agar pemuda itu mendekat ke arahnya.

Fatahillah berjalan dan mengambil tangan kakek itu untuk ia cium sebagai tanda rasa hormat antara murid dan guru.

dia adalah kakek Halim, guru Fatahillah Malik yang mengajarkan pemuda itu ilmu kanurgaran dan mewariskan ilmunya kepada Fatahillah. kini separuh dari kekuatan kakek Halim telah Fatahillah kuasai.

"lama tidak bertemu Malik, bagaimana kabarmu...?" kakek Halim memanggil Fatahillah dengan panggilan Malik, kakek tua itu lebih menyukai ia memanggil Fatahillah dengan sebutan Malik dan Fatahillah tidak mempermasalahkan itu

"baik guru. bukankah guru sedang bertapa di gunung Gangsir, kenapa bisa guru ada di sini...?"

"ini memang gunung Gangsir Malik, aku mengundang mu kemari"

"hah...? bagaimana bisa, bukannya tadi aku..."

"kamu berada di alam bawah sadarmu Malik, ini adalah mimpimu namun tetap saja ini nyata"

Fatahillah baru pertamakali itu bertemu dengan sang guru di dalam mimpi. selama ini, saat gurunya sedang melakukan pertapaan di gunung Gangsir, ia belum pernah bertemu dengan kakek Halim.

"mari ikut aku" ajak Kakek Halim

mereka berdua, kakek Halim dan Fatahillah berjalan beriringan di tempat yang indah itu.

"Malik, apa kamu telah siap untuk menerima kenyataan...?"

(kenyataan...?) Fatahillah membatin

"kenyataan apa maksudnya guru...?" Fatahillah dibuat penasaran oleh perkataan ambigu dari gurunya

"akan kamu tau nanti. semakin kamu melangkahkan maka semakin dekat kamu akan melihat Kenyataan di depan sana. aku hanya berpesan, bantulah mereka"

"mereka.... mereka siapa yang guru maksud...?

keduanya telah tiba di dekat air terjun. airnya yang jernih mengalir mengikuti aliran sungai. kakek Malik duduk di sebuah batu besar di samping air terjun. anehnya tubuhnya tidak mengalami kebasahan, pakaiannya tetap kering tanpa basah sedikitpun. hal itu tidak membuat Fatahillah heran.

"duduklah" perintah kakek Halim, ia menyuruh Fatahillah duduk di batu yang berhadapan dengannya. Fatahillah mengikuti perintah gurunya

"semua yang terjadi dalam hidup manusia adalah karena kehendak Tuhan. pahit manis kehidupan sudah Tuhan gariskan takdirnya untuk setiap umatnya"

"Malik"

"iya guru" Fatahillah menyahut sopan

"tantangan hidupmu sudah dimulai. keseharian mu akan dihadapi dengan mereka yang akan mengejar dan ingin melenyapkan mu"

"maksud guru, aku jadi buronan...?"

"apa kamu takut mati...?"

"mati itu adalah suatu hal yang nyata guru, semua orang akan mati. namun jika jika bisa melawan maka akan aku lawan terlebih dahulu sebelum menyerah"

"mulai sekarang hanya dua pilihan yang ada di tanganmu, membunuh atau dibunuh. salah satunya harus kamu pilih. jika memilih dibunuh maka kamu tidak akan melihat kenyataan yang harusnya kamu lihat namun jika kamu memilih membunuh, selangkah demi selangkah kamu akan lihat kenyataan itu. meskipun berdosa namun jika dalam hal melindungi diri, kamu pantas melakukannya"

"kenapa harus seperti itu guru, apa yang sebenarnya ingin guru sampaikan...?"

"pulanglah, anak muda itu sedang menunggu pertolongan untuk kamu tolong" kakek Halim tidak menjawab pertanyaan Fatahillah, ia hanya tersenyum simpul ke arah muridnya itu

"Fatah, bangun nak sudah subuh"

sayup-sayup Fatahillah mendengar seseorang memanggil namanya.

"Fatah, bangun" suara itu mulai terdengar jelas

perlahan Fatahillah membuka matanya dan mengerjapnya. hal yang pertama ia lihat adalah wanita baya yang masih sangat terlihat cantik sedang tersenyum ke arahnya.

"ibu" Fatahillah mengucek matanya

"sudah subuh, sholatlah dulu" ucap ibu Khadijah

rupanya semalam Fatahillah tertidur di samping ibunya dalam keadaan duduk dan menjadikan lengannya sebagai bantal ternyaman kepalanya.

"apa sudah adzan...?"

"sudah sejak tadi. pergi cuci mukamu dan berwudhu"

"bagaimana keadaan ibu, ibu merasa baikan sekarang...?" Fatahillah memegang tangan ibunya

"ibu baik-baik saja, tidak perlu khawatir. cepat berwudhu sana, tidak baik mengabaikan sholat terlalu lama" ibu Khadijah tersenyum hangat kepada anaknya itu

Fatahillah mengangguk dan masuk ke kamar mandi. ia mencuci muka kemudian berwudhu. setelah bersuci, Fatahillah keluar dari kamar mandi dan sholat di ruang kamar tersebut.

(*kamu tumbuh menjadi pemuda yang tampan, baik dan penurut nak. semoga kebahagiaan selalu mengiringi setiap langkah kakimu. sepertinya ibu sudah tenang jika harus pergi dengan cepat, kamu sudah bisa menjaga diri) ibu Khadijah menatap dalam Fatahillah yang sedang khusyuk melaksanakan sholat subuh

(apa kalian bahagia di sana, lihatlah dia tumbuh menjadi seperti yang diharapkan) wajah ibu Khadijah ia angkat ke atas, bulir bening dari matanya keluar membasahi wajah cantiknya yang sudah tidak muda lagi*

"ibu, kenapa menangis...?"

Fatahillah mengagetkan ibu Khadijah, buru-buru wanita itu mengusap air matanya.

"tidak, ibu tidak menangis. ibu hanya kelilipan" ibu Khadijah beralasan

Fatahillah menatap dalam mata ibunya, kemudian mengambil tangan wanita itu dan menciumnya dengan penuh kasih sayang.

"Fatah sudah menjadi anak ibu sejak dalam kandungan, sudah hidup bersama ibu puluhan tahun. mata ibu tidak bisa membohongi Fatah" Fatahillah memegang pipi ibu Khadijah dengan tangan kanannya

"ibu memang selalu gagal berbohong padamu" ibu Khadijah tersenyum

"ada apa, apa ada yang sakit...?"

"tidak, ibu hanya merindukan ayahmu"

"ayah sudah bahagia di sana bu. ibu jangan menangis lagi. Fatah tidak sanggup melihat air mata berharga ibu jatuh begitu saja" Fatahillah menangkup wajah ibunya dan mencium keningnya kemudian membawa wanita itu kedalam pelukannya

di tempat kediaman pak Umar, pagi ini mereka berada di meja makan. ibu Rosida menyambut kedatangan pak Odir dengan ramah, Fauzan sampai saat ini masih berada di rumah itu. semalam pak Umar tidak mengizinkannya untuk pulang karena akan bahaya jika pemuda itu pulang pada jam larut malam.

"setelah ini saya harus pulang pak, saya juga harus ke kantor" Fauzan memberitahu bosnya

"nanti saja Zan, biarkan Akmal dan Meisya yang mengurus pekerjaan kantor. sekarang ini kamu harus temui Fatahillah di rumah sakit" jawab pak Umar

pak Umar ingin agar pemuda itu datang segera ke rumahnya untuk menolong Hasan.

"jangan sekarang pak, saat ini Fatahillah pasti sedang sibuk mengurus ibunya di rumah sakit. sangat tidak punya hati saya jika harus memintanya datang semenjak saya tau ibunya sedang sakit" Fauzan menimpali

yang dikatakan Fauzan masuk akal juga di pikiran pak Umar. pemuda itu juga sekarang sedang kesulitan, tidak mungkin harus egois memaksanya datang sementara ibunya sedang dirawat.

"benar apa yang dikatakan Fauzan, jangan dulu tergesa meminta Fatahillah untuk datang ke sini, kasian ibunya" pak Odir menimpali

"lalu bagaimana dengan Hanum pak Odir, bukankah bapak ingin membawa kami ke gunung Sangiran tempat kiayi Zulkarnain" ibu Rosida ikut bicara

"bu, waktunya tidak tepat untuk membahas itu" pak Umar menegur istrinya

"saya tetap akan menempatkan janji ibu Rosida, namun mata bukan untuk sekarang. setelah Hasan diselamatkan dan keadaannya baik-baik saja, barulah kita memikirkan itu" pak Odir menjawab dengan ramah

"kalau seperti itu carilah orang yang tau tentang kondisi Hasan jika Fatahillah belum sempat menolongnya sekarang" timpal ibu Rosida

"mencari orang seperti itu akan sangat sulit, siapa yang akan percaya kepada kita kalau sebenarnya Hasan masih hidup. hanya Fatahillah yang mengatakan itu dan hanya dia pula yang tau tentang keadaan Hasan" ucap pak Umar

"Hanum juga semakin hari semakin parah penyakitnya pak" ucap ibu Rosida

semula terdiam, mereka bingung harus melakukan apa. di satu sisi ingin membawa Hanum namun di sisi lain Hasan tidak mungkin ditinggalkan begitu saja.

pagi itu juga masyarakat dihebohkan dengan berita penemuan mayat sembilan ninja hitam. mereka yang belum tau tentu saja bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi sedangkan di tempat pak Umar, mereka terlihat tenang melihat berita itu.

"bodoh, melawan tiga orang saja kalian tidak becus padahal kalian banyak. bego banget" seseorang sedang memarahi seorang ninja yang berhasil kabur pada saat mereka menyerang pak Umar, pak Odir dan Hasan

"m-maafkan saya bos, pemuda dan orang tua itu memiliki beladiri yang mahir"

"mereka hanya dua orang bego, kenapa melawan orang tua saja kalian tidak becus"

buaaaak

buaaaak

bughhh

laki-laki itu mendapat amukan dari bosnya. ia di pukul dan ditendang berkali-kali karena dia dan komplotannya yang dianggap tidak becus dalam menyelesaikan tugas.

"apa pemuda itu yang adalah pemuda yang kemarin menolongnya...?"

"b-bukan bos, dia pemuda yang lain bukan pemuda yang pertama kali menolongnya waktu itu"

"brengsek, siapa lagi yang membantunya" ia begitu kesal dan marah

"bangun kamu"

"laki-laki itu bangun dengan sempoyongan, wajahnya babak belur akibat ulah dari bosnya"

"aku benci seseorang yang tidak becus dalam bekerja" ia mengambil pistol di atas meja

laki-laki itu meneguk ludah saat bosnya melap pistol itu dengan bajunya.

"maafkan saya bos saya akan berusaha lagi. ampuni saya" dia bersimpuh memohon agar tidak di bunuh

"bukankah tidak adil kalau teman-teman mu semula mati sedangkan kamu masih bernafas sekarang"

"berhubung aku baik, aku akan mengirim kamu bergabung bersama teman-teman mu, humm" ia mengarahkan pistol di kepala laki-laki itu

"tolong jangan bunuh saya bos, saya akan melakukan apapun. tolong jangan bunuh saya"

dor

tanpa menghiraukan rengekan laki-laki itu, hanya dalam satu kali tembakan, laki-laki itu mati di tempat. darah merah yang kental mengalir dari kepalanya.

"ini baru permulaan" gumamnya setelah menembak anak buahnya

penyakit Hanum semakin parah saat ini. tubuhnya yang terus mengeluarkan nanah dan darah mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap, bau busuk yang sangat menyengat hidung.

bi Asi yang masuk ke dalam kamar itu hampir saja muntah dak segera keluar karena tidak tahan dengan bau busuk yang ada.

"kenapa bi...?" ibu Rosida bertanya saat bi Asi menutup dengan cepat kamar Hanum

"gawat nyonya, nona Hanum penyakitnya semakin parah. tubuhnya mengemuka bau busuk yang sangat menyengat. saya sampai tidak sanggup berlama-lama di dalam" bi Asi memberitahu

ibu Rosida yang kaget langsung membuka pintu kamar Hanum. baru saja membuka pintu itu, bau busuk itu mulai menyengat masuk ke indra penciumannya.

"astaghfirullah, kenapa bisa jadi seperti ini" ibu Rosida menutup pintu kembali

"panggilkan tuan sekarang juga" perintah ibu Rosida kepada bi Asi

"baik nyonya"

bi Asi dengan terburu-buru meninggalkan kamar Hanum menuju ke ruang keluarga. di sana pak Umar dan pak Odir sedang berbincang sedang Fauzan pulang ke rumahnya untuk berganti pakaian.

"tuan... tuan" bi Asi tergopoh-gopoh menghampiri keduanya

"ada apa bi...?" tanya pak Umar saat melihat wanita berumur itu datang tergesa-gesa

"nona Hanum tuan, dia...."

"kenapa dengan Hanum...?"

pak Umar langsung beranjak tanpa mendengarkan lagi penjelasan bi Asi. pak Odir pun ikut menyusul pak Umar ke kamar Hanum.

"ada apa bu...?" tanya pak Umar saat tiba di depan kamar Hanum

"buka saja pintunya pak" suruh ibu Rosida kepada suaminya

pak Umar membuka pintu kamar, saat itu juga bau busuk langsung tercium di hidung mereka, bahkan sampai pak Umar menutup hidung dan menutup pintu kembali.

"bau busuk apa ini...?" tanya pak Umar

"itu adalah bau busuk dari tubuh anak kita pak. luka-lukanya mengeluarkan nanah dan darah yang sangat busuk. apa yang harus kita lakukan sekarang pak, anak kita harus di tolong secepatnya" ucap ibu Rosida

"kita masuk ke dalam untuk melihat Hanum. pakai masker saja baunya tidak tercium" ucap pak Odir

mereka masuk ke dalam dengan masker yang sudah mereka pakai. meskipun begitu bau busuk yang menyengat itu masih saja tercium, namun mereka menahan karena ingin melihat keadaan Hanum.

di ranjang tempat tidur, Hanum terbaring terlentang. matanya sendu menatap mereka yang masuk ke dalam kamarnya.

"i....bu" panggil Hanum dengan suara lirih

"hiks...hiks, anak ibu. kenapa nasibmu seperti ini nak" ibu Rosida menghampiri anaknya dan menangis melihat keadaan Hanum

tanpa rasa jijik, ibu Rosida melap nanah dan darah yang keluar dari luka-luka anaknya. pak Umar tidak dapat menahan air mata melihat penderitaan yang dialami putri satunya itu.

"penyakitnya semakin parah, kalau dibiarkan Hanum akan celaka" ucap pak Odir

"tolong pak Odir, antarkan kami ke gunung Sangiran desa Malanda untuk bertemu kiayi Zulkarnain, tolong pak" ibu Rosida memohon menakupkan kedua tangannya di depan dada

pak Odir serba salah, antara harus pergi dan tidak. jika mereka pergi lalu bagaimana dengan Hasan, itulah yang ada di pikiran pak Odir sekarang.

Terpopuler

Comments

Har Yanto

Har Yanto

crita sampah,,,muter2 ga jelas,,

2024-01-26

0

Eniz Halim

Eniz Halim

asli ribet bacanya muter terus gak jelas

2023-12-04

1

Sak. Lim

Sak. Lim

pecundang

2023-07-03

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 71
73 Bab 71
74 Bab 72
75 Bab 73
76 Bab 74
77 Bab 75
78 Bab 76
79 Bab 77
80 Bab 78
81 Bab 79
82 Bab 80
83 Bab 81
84 Bab 82
85 Bab 83
86 Bab 84
87 Bab 85
88 Bab 86
89 Bab 87
90 Bab 88
91 Bab 89
92 Bab 90
93 Bab 91
94 Bab 92
95 Bab 93
96 Bab 94
97 Bab 95
98 Bab 96
99 Bab 97
100 Bab 98
101 Bab 99
102 Bab 100
103 Bab 101
104 Bab 102
105 Bab 103
106 Bab 104
107 Bab 105
108 Bab 106
109 Bab 107
110 Bab 108
111 Bab 109
112 Bab 110
113 Bab 111
114 Bab 112
115 Bab 113
116 Bab 114
117 Bab 115
118 Bab 116
119 Bab 117
120 Bab 118
121 Bab 119
122 Bab 120
123 Bab 121
124 Bab 122
125 Bab 123
126 Bab 124
127 Bab 125
128 Bab 126
129 Bab 127
130 Bab 128
131 Bab 129
132 Bab 130
133 Bab 131
134 Bab 132
135 Bab 133
136 Bab 134
137 Bab 135
138 Bab 136
139 Bab 137
140 Bab 138
141 Bab 139
142 Bab 140
143 Bab 141
144 Bab 142
145 Bab 143
146 Bab 144
147 Bab 145
148 Bab 146
149 Bab 147
150 Bab 148
151 Bab 149
152 Bab 150
153 Bab 151
Episodes

Updated 153 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 71
73
Bab 71
74
Bab 72
75
Bab 73
76
Bab 74
77
Bab 75
78
Bab 76
79
Bab 77
80
Bab 78
81
Bab 79
82
Bab 80
83
Bab 81
84
Bab 82
85
Bab 83
86
Bab 84
87
Bab 85
88
Bab 86
89
Bab 87
90
Bab 88
91
Bab 89
92
Bab 90
93
Bab 91
94
Bab 92
95
Bab 93
96
Bab 94
97
Bab 95
98
Bab 96
99
Bab 97
100
Bab 98
101
Bab 99
102
Bab 100
103
Bab 101
104
Bab 102
105
Bab 103
106
Bab 104
107
Bab 105
108
Bab 106
109
Bab 107
110
Bab 108
111
Bab 109
112
Bab 110
113
Bab 111
114
Bab 112
115
Bab 113
116
Bab 114
117
Bab 115
118
Bab 116
119
Bab 117
120
Bab 118
121
Bab 119
122
Bab 120
123
Bab 121
124
Bab 122
125
Bab 123
126
Bab 124
127
Bab 125
128
Bab 126
129
Bab 127
130
Bab 128
131
Bab 129
132
Bab 130
133
Bab 131
134
Bab 132
135
Bab 133
136
Bab 134
137
Bab 135
138
Bab 136
139
Bab 137
140
Bab 138
141
Bab 139
142
Bab 140
143
Bab 141
144
Bab 142
145
Bab 143
146
Bab 144
147
Bab 145
148
Bab 146
149
Bab 147
150
Bab 148
151
Bab 149
152
Bab 150
153
Bab 151

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!