12 Badoet
Bulan Desember tahun 1991.
Surat kabar harian menyebarkan berita, seorang pengusaha bernama Sumiran dinobatkan sebagai laki-laki terkaya di Kota T. Dalam berita itu pun diceritakan kalau dulunya sang pengusaha hanyalah bocah miskin dari pedesaan di daerah selatan. Mengawali bisnisnya dari jasa sol sepatu di pasar tradisional. Siapa sangka, kini Sumiran menjelma menjadi pengusaha sepatu kulit yang teramat sangat kondang kawentar hingga mancanegara.
Rumah Sumiran berdiri megah tak jauh dari alun-alun kota. Pagar besi hitam terlihat kokoh menjadi benteng rumah yang berdiri di atas lahan 2 hektare dengan dua pohon pule besar di halaman depan. Suara gemericik air kolam ikan khoi pemberian dari rekan bisnis, terdengar hingga ke jalan umum menimbulkan suasana adem saat langit tengah mendung berawan.
Bersama isterinya yang masih muda belia, sang konglomerat duduk di teras depan rumah sambil membaca surat kabar. Kumisnya yang lebat nampak bergerak-gerak liar mengikuti bibirnya yang menyunggingkan senyuman.
"Lihat sayang, suamimu sekarang menjadi orang nomor satu di kota ini," ucap Sumiran bangga.
Sang istri yang bernama Melati terlihat acuh, tak menanggapi perkataan Sumiran.
"Kamu kok diam saja? Seharusnya bangga doong," gerutu Sumiran.
"Aku seneng Mas, sampeyan kaya. Tapi aku juga khawatir." Melati menatap taman hijau di hadapannya. Nampaknya dia gusar. Cekungan matanya menghitam, seolah dia kurang tidur.
"Khawatir apa? Hmm?" tanya Sumiran.
"Ya khawatir saja. Kamu jadi pusat perhatian sekarang. Aku nggak suka kalau nantinya ada yang mengulik masa lalumu. Masa lalu kita. Gimana kalau akhirnya ada yang tahu tentang hubungan kita dulu dimulai dari sebuah kesalahan," sambung Melati lirih.
"Halahh! Kalau ada yang berani macam-macam denganku atau padamu, siap-siap sengsara seumur hidupnya selama tinggal di kota ini," tukas Sumiran sambil mengusap-usap kumisnya.
"Aku itu hanya ingin hidup tenang Mas." Melati beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam rumah.
Sumiran memandang kepergian Melati dengan tatapan sinis. Dengan kasar dia membanting surat kabar ke atas meja bulat di hadapannya.
"Wong wadon, cerewet! Masih untung aku masih ada hasrat padamu!" gumam Sumiran kesal.
Belum reda rasa kesalnya, Sumiran menyadari tidak ada kopi gula aren kesukaannya di atas meja. Semakin memerah wajah laki-laki yang sudah berusia kepala lima itu menahan amarah.
"Surtiiiii!" teriak Sumiran. Suaranya menggelegar terdengar dari bagian depan hingga ujung belakang rumah.
Sosok perempuan mengenakan batik motif cengkeh nan lusuh berjalan tergopoh-gopoh. Kaki kirinya sedikit pincang, sehingga terlihat lamban dalam melangkah.
"Njih Ndoro." Sang pembantu bernama Surti bersimpuh di hadapan Sumiran.
"Njih mat*mu! Mana kopi ku?" bentak Sumiran.
"Tadi pagi setelah bangun tidur kan sudah minum kopi manis. Kata Nyonya lebih baik Ndoro mengurangi minum yang manis-manis berlebihan," ucap Surti ragu-ragu.
"Cangkeman! Kenapa nurut kata Nyonya? Aku yang membayarmu! Nurut sama aku! Mau tak pecat?," ancam Sumiran.
"Ngapunten Ndoro, anak saya masih SD. Butuh biaya untuk sekolah, Ndoro. Jangan pecat saya. Maafkan saya." Surti mengiba, tak menduga hal sepele membuat mata pencahariaannya terancam. Padahal masih pagi, tapi sang Tuan sudah penuh amarah di hatinya.
"Halah, sekolah untuk apa. Aku nggak sekolah tinggi juga bisa jadi boss. Yang penting itu relasi, dan pandai melihat peluang Surti," ejek Sumiran.
"Njih Ndoro," sahut Surti mengangguk. Dia tak berani membantah lagi. Surti sadar betul kepribadian Tuan nya itu tergantung suasana hati. Kalau sedang mood nya baik, Sumiran bagai malaikat. Tak jarang dia berbagi uang dengan cuma-cuma. Tapi saat moodnya buruk seperti saat ini, salah sedikit saja Surti benar-benar bisa kehilangan pekerjaannya.
"Cepat buatkan aku kopi. Terus satu lagi panggil si Santoso kemari. Aku mau main catur dengannya!" perintah Sumiran.
"Maaf Ndoro, Santoso tidak masuk hari ini," jawab Surti cepat.
"Lhah? Nggak biasanya dia bolos kerja. Baru juga kemarin kupuji paling rajin, ternyata mbelgedhes juga. Yasudah sana!" hardik Sumiran mengusir pembantunya. Surti segera beringsut mundur. Hatinya terasa perih memiliki majikan yang memperlakukannya dengan semena-mena.
__
Jam 3 sore, hujan turun dengan sangat lebat. Jalanan begitu lengang nan sepi. Warung-warung tenda di sekitar alun-alun nampak nyaris tanpa pengunjung. Di salah satu sudut alun-alun terparkir mobil kijang berwarna merah maroon. Ada 6 orang yang berdiam di dalamnya.
Enam orang laki-laki berbadan tegap memakai setelan pakaian serba gelap. Raut wajah mereka tegang semua. Bahkan salah satu yang duduk di kursi belakang nampak menunduk sambil memegangi kepalanya sendiri.
"Apa kalian yakin akan melakukan semua ini?" tanya laki-laki yang tengah terduduk di kursi belakang.
"Kamu tahu kisah robinhood kan?" Laki-laki di belakang kemudi balik bertanya. Semua orang terdiam, suasana benar-benar hening kini. Hanya bunyi air hujan yang menghantam talang air mobil yang terdengar nyaring.
"Robinhood mencuri milik si kaya yang lalim untuk dibagi-bagikan kepada yang membutuhkan," ucap laki-laki di belakang kemudi.
"Terus, apa hubungannya dengan kita?" tanya laki-laki yang duduk di kursi tengah. Tubuhnya kurus, dengan tulang pipi yang menonjol lancip.
"Kita pun akan melakukan pencurian pada si Kaya yang lupa darimana dia berasal. Lupa akan orang-orang yang membantunya dulu," jawab laki-laki di belakang kemudi.
"Tapi kita kan tidak membagikan hasilnya nanti pada orang-orang yang membutuhkan," bantah laki-laki yang tertunduk di kursi paling belakang.
"Lha memangnya kita bukan orang-orang yang membutuhkan? Hah? Anakku sakit butuh biaya pengobatan! Bapakmu terlilit hutang pada rentenir. Apa kamu nggak butuh duit? Apa Sumiran ingat dengan nasib kita? Bahkan aku pernah menemuinya beberapa minggu yang lalu, dan dia hanya tersenyum sinis padaku. Jadi, kurasa tidak ada salahnya meminta sedikit uangnya untuk berbagi dengan kita!" Orang yang duduk di belakang kemudi membentak. Suaranya kencang, tapi tetap kalah dengan bunyi derasnya rintik hujan.
"Bulatkan tekad. Kita berangkat! Mana topeng untuk penyamarannya?" laki-laki di belakang kemudi terus memerintah. Sepertinya dia merupakan seorang leader dalam gerombolan tersebut.
Laki-laki berambut ikal di kursi tengah terlihat merogoh kolong bawah kakinya. Dia mengambil sebuah tas hitam dan segera membukanya. Nampak topeng berwajah putih dengan hidung merah besar bagai tomat. Sebuah topeng badut.
Laki-laki di belakang kemudi tersenyum sekilas, kemudian menginjak pedal gasnya secara perlahan. Mobil melaju cukup kencang membelah jalanan yang penuh genangan air. Mobil bergerak lambat saat mencapai kompleks perumahan elite milik Sumiran.
"Tapi tolong, jangan sakiti Tuan Sumiran," pesan laki-laki yang duduk di kursi paling belakang.
"Nggak boy. Tenang saja. Selesai kita menguras harta bendanya yang ada di dalam rumah, kita segera cabut!" Jawab laki-laki yang duduk di belakang kemudi.
"Sumiran sangat baik padaku selama ini," sambung laki-laki yang duduk di kursi paling belakang.
Hujan kembali turun dengan derasnya.
Bersambung___
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Rose_Ni
Santoso?
2024-03-06
0
Rose_Ni
mbelgedhes = ...
2024-03-06
0
Rose_Ni
Wadon itu apa artinya
2024-03-06
0