Bulan Desember tahun 1991
Udara sore yang terasa beku. Hujan begitu deras, membuat Burhan sesekali menggosok lengannya yang terbuka. Sedangkan Sumiran masih betah dengan bidak-bidak caturnya. Dia memakai sweater tebal yang menghalau hawa dingin. Sumiran sama sekali tak peduli dengan Burhan yang sedari tadi mendesis akibat suhu yang mencapai 17 derajat celcius.
"Surtiiii!" Tiba-tiba saja Sumiran berteriak. Suara seraknya menggelegar di rumah super luas namun terasa lengang itu.
Tak butuh waktu lama, Surti terlihat berjalan tergopoh-gopoh dari arah dapur. Dia menunduk di hadapan majikannya itu.
"Njih Tuan?" tanya Surti kalem. Telinganya sudah disiapkan untuk menerima suara majikannya yang lantang. Surti hafal betul, Sumiran pasti hendak memarahinya.
"Kalau Tuannya sedang santai gini, seharusnya kamu itu tanggap gitu lho. Bawakan camilan kek, kopi kek, tokek kek!"
Dan benar saja, Sumiran langsung marah-marah tak jelas pada Surti.
"Tuan mau dibuatkan jus?" tanya Surti setelah kemarahan Tuannya itu mereda.
"Otak dipake Surti! Saat ini hujan deras, dan udara sedang dingin-dinginnya. Kamu malah menawarkan jus untukku?" nada suara Sumiran semakin tinggi. Amarah dan kekesalannya sudah di ubun-ubun.
"Maaf Tuan. Dalem salah," ucap Surti membungkuk dan tertunduk dalam-dalam.
"Sial! Moodku rusak gara-gara kamu!" Sumiran berdiri. Tangannya begitu ringan memukul meja dan melempar papan catur ke lantai. Bunyi bidak-bidak catur jatuh ke lantai terdengar nyaring.
Sumiran menghentakkan kakinya dan berjalan menapaki tangga yang berada di dekat dapur. Sedangkan Surti masih tetap tertunduk, tak berani menatap wajah majikannya itu.
"Bi Surti nggak pa-pa kan?" tanya Burhan sambil berjongkok memunguti bidak catur yang berceceran di lantai.
Surti tak menjawab. Dia hanya diam menahan air matanya tumpah. Meski hatinya sudah menduga kalau Tuannya itu akan memarahinya, bahkan membentak dan mengumpat padanya, tetap saja dalam dada terasa sesak setiap kali mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan. Andai saja ada pekerjaan lain, Surti pasti sudah angkat kaki dari rumah megah itu.
"Jangan diambil hati Bi. Tujuan kita disini untuk kerja, cari duit. Pakai tenaga, nggak usah pakai hati," ucap Burhan mencoba menghibur Surti.
"Lagipula, hidup itu mengenal sebuah sistem yang disebut tabur tuai. Apa yang kita tabur dan tanam pasti kita akan menuainya suatu saat nanti. Jadi, kalau ada yang berbuat kurang baik, ya tinggal tunggu saja menuai karmanya Bi," lanjut Burhan sembari tersenyum. Sebuah senyuman yang terlihat aneh. Surti menatap Burhan sekilas. Kemudian dia mengangguk dan berjalan kembali ke dapur.
Pada saat yang sama terdengar bunyi nyaring dari pagar besi yang diketuk. Burhan meletakkan bidak catur yang belum terkumpul semuanya. Masih dengan senyuman yang terkembang di bibir, Burhan berjalan ke teras depan.
Dua orang laki-laki nampak berdiri di depan pagar. Mereka mengenakan jaket berwarna hitam yang seragam. Burhan segera membuka pintu pagar. Dia nampak akrab dengan tamu di tengah hujan deras itu. Bahkan terlihat bercengkerama beberapa saat lamanya.
"Melati? Melati? Dimana kamu?" terdengar suara teriakan Sumiran mencari istrinya. Laki-laki setengah tua itu berjalan ke teras depan dan melihat Burhan bersama dua orang asing. Keinginannya untuk mencari sang istri diurungkan. Sumiran malah ikut nimbrung di sebelah Burhan.
"Siapa mereka Burhan?" tanya Sumiran sambil mengamati dua orang asing di hadapannya.
"Petugas listrik Pak. Bukannya Bapak kemarin yang manggil?" tanya Burhan.
"Ohhh. Kalau begitu ayo ikut aku ke kamar atas," perintah Sumiran. Dia langsung berbalik badan dan berjalan masuk kembali ke dalam rumah. Dua orang asing itu mengangguk dan segera menyusul di belakang Sumiran.
"Kelistrikan di kamar bermasalah. Colokan nggak bisa digunakan. Padahal aku butuh mendengarkan radio untuk hiburan," gerutu Sumiran sembari menapaki tangga.
"Akan kami periksa pak," jawab salah satu petugas listrik berbadan gempal.
Mereka sampai di kamar utama. Sebuah kamar yang luas dengan dipan lebar di tengah ruangan. Ada juga sebuah lemari dengan cermin besar di sudut kamar. Radio dan sebuah mesin ketik tergeletak di atas meja berbahan kayu jati dengan pelitur yang mengkilat.
Dua petugas listrik itu, nampak mengedarkan pandangan. Seolah mereka tengah memindai setiap detil dan benda-benda yang ada dalam kamar Sumiran. Hingga akhirnya penglihatan petugas listrik yang bertubuh kurus menemukan sebuah kotak dari besi tergeletak di bawah meja.
...****************...
Di teras depan, Burhan tergeletak dengan dahinya yang mengeluarkan cairan merah kental. Enam orang yang mengenakan topeng badut masuk ke dalam rumah Sumiran. Satu di antaranya terlihat gemetar dengan sepucuk senjata api di genggamannya.
"Sikat semua harta benda berharga yang bisa dibawa. Tetap bergerak tanpa suara. Sumiran tengah sibuk di lantai atas." Badut dua memberi perintah. Semua segera berpencar, nampak sudah hafal dengan setiap detil rumah, hingga ke bagian sudut-sudutnya.
Badut 2 berjalan dan masuk ke dalam sebuah kamar di dekat tangga. Badut 3 nampak trengginas mengambil beberapa koleksi jam tangan yang dipajang dalam lemari kaca di ruang keluarga. Badut 4,5 dan 6 pun menghilang di salah satu sudut rumah.
Badut 7 merasa kehausan. Meski udara sedang dingin, keringat terus menerus menetes di dahinya. Apalagi topeng badut yang dikenakan terasa sempit dan pengap. Pada akhirnya, badut 7 berjalan gontai ke dapur.
Badut 7 mengambil botol air mineral yang ada di atas meja makan. Buru-buru dia menenggaknya. Hingga akhirnya suara piring pecah membuatnya melompat karena terkejut.
Sosok yang memergoki badut 7 pun tak kalah terkejut. Dialah Surti. Perempuan itu nampak terpaku menatap badut 7 dengan ekspresi ketakutan.
"Bi, jangan teriak ya. Ini aku," ucap badut 7, hendak melepas topengnya.
Bagi Surti suara badut 7 terdengar familiar.
"Apa yang mau kamu lakukan?" bentak Badut 4 secara tiba-tiba. Laki-laki bertubuh tambun itu sudah berdiri di belakang badut 7.
Kali ini Surti tak mengenali suara rekan badut 7. Dia mencoba untuk lari, saat menyadari dirinya berada dalam bahaya. Orang asing masuk rumah tanpa permisi dan mereka memakai topeng? Otak Surti langsung mengerti kalau rumah majikannya disatroni sekelompok penjah*t saat ini. Sayangnya, saat dia berbalik badan sepasang tangan kurus menangkap tubuhnya.
"Hiyaaa, mau kemana kamu Bibi?" Badut 5 tertawa sembari merangkul erat Surti.
"Lepaskan saya!" bentak Surti ketakutan.
"Uppss. Jangan teriak," bisik badut 5 membekap Surti dengan tangan kirinya. Surti mencium aroma alkohol yang menyengat. Dia juga melihat sebuah tato bergambar kalajengking di lengan kiri orang yang membekapnya.
"Kamu melepas identitasmu? Guobl*k!" Badut 4 menendang pinggang Badut 7 hingga jatuh ke lantai.
"Ma Maaf," ucap Badut 7 dengan suara bergetar.
"Aarrghhhh!" Badut 5 tiba-tiba berteriak.
Ternyata Surti melakukan perlawanan. Dia menginjak kaki kanan Badut 5 dengan sekuat tenaga. Kemudian saat tangan yang membekapnya mulai terasa longgar, Surti langsung menggigit telapak tangan Badut 5 itu seperti seekor anj*ng gila.
DOOORRRR!
Bersambung___
Maafkan update yang agak lambat. Karena kerjaan yang menumpuk setelah kemarin sempat tepar satu minggu lebih. 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
IG: _anipri
badut 7 Santoso?
2023-01-23
1
IG: _anipri
badut dua ayahnya Wildan kan?
2023-01-23
1
IG: _anipri
sombong betul, jga pemarah
2023-01-23
1