Angel dan Wildan masih menunggu di dalam mobil saat rombongan arloji emas masuk ke dalam gang. Sempat terbersit di benak Angel untuk menyusul dan menyelidiki apa yang hendak mereka lakukan di rumah Wildan. Namun niat tersebut diurungkannya kala menyadari ada seorang sopir yang berada di dalam mobil sedan menunggu Tuannya kembali.
"Sial, kita nggak bisa tahu siapa yang ke rumahmu, dan apa yang hendak mereka lakukan!" Angel menggebrak kemudi mobilnya.
"Aku benar-benar tak mengerti, semua kehebohan ini hanya untuk memperebutkan uang 50 an ribu lawas. Kenapa aku tak memberikannya saja pada mereka dan masalah akan selesai?" gumam Wildan pada dirinya sendiri. Dia memegangi kepalanya yang terasa berat.
"Pikiran dangkal dan menyedihkan. Aku yakin setelah kamu menyerahkan uang itu, maka mereka akan menghabisimu," bantah Angel sembari tersenyum masam.
"Uang itu sepertinya adalah sebuah bukti dari peristiwa perampokan tahun 91. Para Badut pasti akan mengejarmu, meski sampai di lubang semut. Karena masa tua mereka yang tenteram kini telah terusik," lanjut Angel.
"Sebentar, kamu sama sepertiku. Seorang anak yang dibesarkan oleh salah satu badut. Lalu, dimana Bapakmu sekarang? Jangan-jangan kamu pun diperintahkan untuk mencari uang 50 an ribu lawas yang kubawa," ucap Wildan gusar. Dia mulai mencurigai Angel termasuk penjahat yang mengincarnya.
"Baguslah kamu punya otak untuk berpikir. Karena rasa curiga menunjukkan lipatan-lipatan yang penuh sel saraf dalam kepalamu itu bekerja," sahut Angel sambil menyeringai lebar.
"Sialan!" Wildan bersungut-sungut.
"Bapakku sudah tiada. Dan aku diberi warisan sebuah topeng dengan nomor 7. Sebelum pergi, Bapakku memberi pesan agar aku mengumpulkan 11 topeng lainnya. Aku pun kurang faham maksudnya, yang jelas kini aku sudah memiliki 3 topeng. Nomor 2 yang kamu bawa, nomor 6 dan 7." Angel tiba-tiba berubah kalem. Sepertinya setiap membahas soal keluarga dan orangtua, Angel terguncang. Perempuan urakan itu menunjukkan sisi dirinya yang rapuh.
Hujan masih terus mengguyur dengan lebat. Bahkan guntur dan kilat semakin sering terdengar menyambar bersahut-sahutan. Jalanan kampung benar-benar sunyi, setiap orang sepertinya lebih memilih berada di balik selimutnya dalam kamar yang hangat.
"Bahkan di malam kedua Bapakku meninggal tak ada satupun orang yang datang untuk mendoakannya. Hanya ada Pak Anwar yang kupikir peduli, tapi ternyata laki-laki itu memiliki niat lain. Aku benar-benar merasa dikucilkan, seperti seonggok sampah yang tak berharga," gumam Wildan lirih.
"Meratap tidak akan memperbaiki keadaan. Selama ini aku tak pernah berharap apapun pada orang lain. Kamu tahu darimana datangnya rasa kecewa? Dari pupusnya sebuah harapan," ucap Angel menatap kaca depan mobilnya yang sedikit berembun karena udara yang semakin dingin.
Pada akhirnya Wildan dan Angel diam membisu. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Mereka termenung memperhatikan rintik air hujan yang kian lebat saja. Hingga akhirnya 3 orang berpayung hitam terlihat berjalan tergopoh-gopoh keluar dari gang rumah Wildan.
Angel mengamati dalam diam. Salah satu laki-laki yang memakai arloji emas terlihat menatap mobil Angel beberapa saat lamanya. Setelah itu dia nampak berbisik pada laki-laki berbadan tegap yang tengah memayunginya.
"Sial, kita ketahuan!" ucap Angel panik.
"Hah? Apanya?" tanya Wildan tak mengerti.
"Lihat, ada yang menuju kemari. Sepertinya pemimpin mereka mencurigai keberadaan kita disini," Angel menunjuk mobil sedan di seberang jalan.
Angel segera melompat ke kursi belakang. Wildan hanya diam tertegun, memperhatikan polah tingkah perempuan cantik itu.
"Hey! Cepat kesini!" bentak Angel.
"Sembunyi?" tanya Wildan.
"Turuti perintahku maka kita akan selamat!" Angel melotot kehilangan kesabaran.
Dengan susah payah Wildan melompat ke kursi belakang. Postur yang tinggi jangkung membuat kepalanya terantuk langit-langit mobil. Dia mengaduh kesakitan.
Angel sempat tertawa melihat dahi Wildan yang benjol. Kemudian dia segera berbaring di kursi dan membuka kakinya lebar-lebar.
"Kemarilah, naik di atasku. Turunkan celanamu," perintah Angel tiba-tiba. Wildan semakin melongo, benar-benar tak faham dengan pola pikir perempuan yang baru ditemuinya itu.
"Cepat!" Angel menampar pipi kanan Wildan.
Pada akhirnya Wildan hanya bisa menurut. Dia menurunkan celananya, dan segera menindih tubuh Angel. Sedangkan di luar mobil, terlihat cahaya senter berkedip-kedip.
"Mereka memeriksa mobil ini. Berpura-pura lah kita tengah bercinta. Kamu bisa kan?" bisik Angel lirih.
Wildan mengangguk pelan. Kini di bawahnya ada seorang perempuan cantik dengan bola mata yang bulat mengkilat. Aroma tubuhnya yang harum, dan kulit yang mulus tanpa cela. Wildan sudah beberapa kali menelan ludah. Pelipisnya juga meneteskan keringat dingin. Sebagai seorang laki-laki, sungguh dia tergoda. Nafas pun sudah sulit untuk diatur.
"Jangan terlihat tegang, bod*h! Masukkan salah satu tanganmu ke balik kaosku!" perintah Angel sekali lagi. Dan Wildan pun menurutinya.
Tangan yang basah oleh keringat itu, perlahan dan sedikit gemetar masuk ke dalam kaos Angel. Wildan menyentuh tubuh Angel, terasa hangat, dan benar-benar halus. Pikiran Wildan tiba-tiba saja kosong. Dia larut dalam permainan. Menyentuh kulit perempuan cantik itu, inci demi inci.
"Ahhh!" pekik Angel tertahan. Tatapan matanya pun kini berubah nanar.
Di saat yang sama, sorot lampu senter dari luar mobil tepat menerpa punggung Wildan. Terdengar suara umpatan kesal dari si pemilik senter. Setelah beberapa saat, sorot lampu senter pun padam. Dan anak buah arloji emas itu, terdengar berlari meninggalkan mobil Angel.
Angel dan Wildan tetap diam mempertahankan posisinya hingga suara dua mobil sedan meraung dan pergi menjauh. Rencana Angel sukses mengelabui orang-orang asing itu.
"Hey! Lepaskan tangan kotormu! Jangan curi kesempatan dalam kesempitan ya!" bentak Angel kala menyadari tangan Wildan masih berada di atas tubuhnya.
"Ah maaf!" Wildan segera menarik tangannya dari balik kaos Angel. Refleks dia berdiri mendadak, dan sekali lagi kepalanya terantuk langit-langit mobil. Wildan mengaduh, Angel tertawa.
Sambil mengusap usap kepalanya yang berdenyut, Wildan sempat mengamati Angel. Perempuan itu masih tiduran di bawahnya. Masih tertawa hingga sudut matanya berair. Pada momen itu, Wildan menyadari, Angel benar-benar cantik meski berada di tempat yang temaram. Kecantikannya sangat terpancar, pesona yang membuat dada Wildan berdesir. Jika saja tabiatnya tidak urakan, tentu Angel adalah perempuan impian setiap laki-laki.
"Perbaiki juga celanamu!" perintah Angel sembari memalingkan pandangannya.
"Astagaa!" pekik Wildan saat menyadari celananya tetap melorot dan sesuatu tersembul tanpa bisa dia tahan. Wildan segera berbalik badan.
"Yah setidaknya rencanaku berhasil. Mereka pikir kita adalah pasangan yang kesulitan mencari penginapan. Jadi, kamu jangan berpikir macam-macam," ucap Angel kembali melompat ke kursi di belakang kemudi. Tubuhnya yang ramping begitu mudah melewati celah sempit di antara dua kursi. Wildan pun menyusul, pindah ke depan setelah merapikan celananya.
"Sekarang kita kemana?" tanya Wildan kemudian.
"Pokoknya kita pergi dari tempat ini," ucap Angel menghidupkan mesin mobilnya.
Mobil Angel bergerak ke utara. Setelah berkendara selama dua jam, Angel menepikan mobilnya di area persawahan. Hujan telah berhenti, malam semakin larut.
"Aku mau tidur dulu," ucap Angel sambil mengatur kursinya agar lebih nyaman untuk bersandar.
Bersambung___
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
julius
siiipp thor 🤣
2024-03-03
0
Blue Love
wildan belike: "Di balik kesulitan, kesusahan, kemumetan, dan kesengsaraan, terbitlah ke-enak-an yg nyempil di dalam nya"😂😂😂
2024-01-21
0
Diankeren
ni kyk'y pnglman masa muda bung ni🤣 ✌🏻
🏃🏻🏃🏻🏃🏻🏃🏻💨💨💨💨💨💨💨
kbuurrr
2023-12-20
0