[Besok aku akan pergi, terimakasih karena pernah membantuku melewati masa sulit.] Pesan singkat Khaira kirimkan kepada Asep. Air mata terus saja mengalir tanpa henti, mencoba untuk menyekanya namun tetap saja tak terbendung, rasanya ingin tumpah ruah.
Khaira menengadahkan wajahnya menatap plafond kamarnya, ia merasa sangat kehampaan yang luar biasa. Melihat lemari tempat pakaiannya yang penuh dengan coretan saat ia masih kecil, dan sebuah meja kecil di bawah jendela. Tempat ia biasa menuliskan buku diary nya.
“Kenapa harus dengan cara pergi dari rumah untuk menghindari si tua bangka itu? Mengapa harus seperti ini? Apa yang akan terjadi jika aku tetap di sini? Mengapa Abah sangat takut jika paman bengek itu mengganggu? Apa alasan yang sebenarnya? Apakah salah satu alasan Ibu pergi juga karena si bengek itu?” Khaira menggerutu seorang diri, ia membenamkan wajahnya di kedua lututnya yang di tekuk hampir menyentuh dada.
Khaira termasuk orang yang introvert, alias menutup diri. Meskipun terlihat ceria dan sekarang ini memiliki banyak teman. Akan tetapi hanya orang-orang yang membuatnya benar-benar merasa nyaman saja, ia bisa berbagi cerita.
Bukan tanpa alasan ia menutup tentang hal yang menyangkut pribadinya, karena saat ia masih kecil pernah mendapat perundungan dari beberapa teman-temannya. Sehingga membuat mentalnya down dan lebih memilih berdiam diri saat ada temannya yang mengajak berkumpul.
Ia sangat menyayangkan adanya perundungan dan pembullyan hingga kadang menyebabkan psikis seseorang terganggu. Bukankah kekurangan seseorang tidak sepatutnya di olok-olokan.
Entah sudah beberapa kali Khaira menghembuskan nafasnya yang serasa semakin sesak kala melihat tumpukan baju yang sudah ia keluarkan dari lemari.
Bunyi pesan masuk melalui via wa. Ya Asep, pria letoy itulah yang membalasnya.
[Hah! Kamu mau pergi kemana, jangan bercanda, Ra.] Balas Asep di pesan singkatnya.
Khaira terdiam sejenak, ia menatap foto dirinya bersama teman-teman sebayanya yang terpampang di dinding kamarnya. Lalu kembali menatap layar ponselnya.
[Ya canda] balasannya kepada Asep, tak ingin lagi membahasnya lebih lanjut.
Khaira kembali mengemasi pakaiannya kedalam tas ransel yang berukuran cukup besar. Foto Abah bersama dengan dirinya tak luput, ia memasukkannya kedalam tas.
Mengedarkan pandangannya menatap ke penjuru kamar. Menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, “Tenang saja kamarku, aku akan kembali. Aku akan kembali lagi, iya aku janji. Setelah semuanya cukup aman dan kondusif serta paman bengek nggak lagi mencariku, maka aku akan kembali.”
•
Malam semakin larut, setelah selesai sholat dan makan malam. Tidak seperti biasanya Khaira akan terlebih dulu mengobrol dan menonton siaran televisi bersama dengan Abah. Kali ini ia langsung masuk kedalam kamarnya, seolah ingin menghindar percakapan tentang si Bonar.
Abah tahu bahwa putrinya itu sedang marah dan kecewa. Maka yang bisa beliau lakukan hanya bisa diam dan membiarkan emosional putrinya mereda dengan sendirinya. Karena memang jikalau Khaira marah, maka akan diam seribu bahasa.
•
Keesokan paginya Khaira sudah bersiap. Mau tidak mau, siap tidak siap ia harus menuruti perkataan Abah untuk pergi dari rumah, serta menjauh sejauh-jauhnya dari pandangan Bonar.
“Kamu sudah siap Ning?” tanya Abah dengan membawa helm, beliau sudah dari sejam yang lalu menunggu putrinya keluar.
Khaira keluar dengan menyeret tas ranselnya. Berwajah murung, ia menatap Abah yang telah bersiap untuk mengantarnya ke terminal.
“Abah, Abah yakin membiarkan Ning pergi? Memang Abah nggak merasa kesepian kalau nggak ada Ning, pasti sepi loh Bah,” bujuk rayu Khaira sebisanya, untuk membuat Abahnya tidak jadi menyuruhnya pergi.
Abah tersenyum mendengar rentetan pertanyaan dari putrinya. Kendati demikian apa yang dikatakan putrinya memang benar, bahwa Abah akan merasa bahkan sangat kesepian. Namun Abah ingin anaknya terhindar dari Bonar, “Semoga kamu menemukan kebahagiaan mu di sana, anakku,”
Khaira merasa putus asa, harus dengan cara apalagi untuk membujuk Abahnya. Apakah ia harus menangis seperti bayi? Oh tidak Khaira, ia menyadarinya. Bahwa ia bukanlah anak kecil lagi.
Mendadak perhatian Abah maupun Khaira teralihkan atas kedatangan Asep yang sedang memarkirkan motor matic nya di halaman rumah Abah.
Asep terhanyut dalam diam, kala melihat tas ransel yang berukuran cukup besar di samping Khaira yang berdiri di teras rumah bersama dengan Abah. Ia segera menyadarkan dirinya, dan bergegas menghampiri Khaira yang sedang memperhatikan dirinya.
Lupa mengucapkan salam maupun menyapa Abah, Asep langsung bertanya kepada Khaira, “Ra, kamu mau kemana? Aku pikir pesan kamu kemarin sore cuma bercanda?”
“Ehem..” Abah berdehem.
Asep sontak saja terkejut dan langsung melihat kearah Abah, “Maaf Abah, Asep lupa menyapa Abah,” ia pun mengulurkan tangannya kehadapan Abah.
Abah menyalami tangan Asep, “Kamu dari mana Sep?”
“Dari rumah Bah, ini mau berangkat kerja. Dan mau mastiin, Khaira bercanda atau beneran dia mau pergi,” jawab Asep.
Abah manggut-manggut, lalu beralih menatap putrinya. “Ayo Ning, ini sudah hampir jam tujuh. Bus nya berangkat jam setengah sembilan,”
Khaira mengangguk pasrah, lantas mengalihkan atensinya menatap Asep. “Asep, aku pergi dulu. Sampai jumpa lagi,”
Asep bingung melihat Khaira dan Abah, tidak ada angin ataupun hujan petir. Tapi tiba-tiba saja Khaira akan pergi. Bahkan sebelumnya tidak terlihat ada masalah? Hemm sepertinya memang ada sesuatu yang harus dipastikan. Agar di kemudian nanti, tidaklah timbul berbagai macam pertanyaan.
Abah mengambil helmnya yang satu lagi di kursi teras, lantas memberikannya kepada putrinya, “Pakailah, supaya kamu aman.”
Khaira menerima helm yang Abah berikan, lalu memasangnya. Hatinya bergejolak tak menentu, ibarat angin ****** beliung yang mengombang-ambingkan seluruh desa.
“Tu-tunggu Abah, Khaira!” masih dalam kebingungannya, Asep ingin mencari tahu apa penyebabnya Khaira pergi.
Abah dan Khaira memperhatikan Asep yang nampak sedang bingung, seperti seorang musafir yang tidak tahu arah jalan pulang.
“Ada apa nak Asep?” tanya Abah.
Sedangkan Khaira seolah tak berdaya untuk bersuara. Ia hanya diam saja memperhatikan Asep, pria yang membuatnya terpana. “Hehhh Asep. Semoga dengan adanya aku menjauh juga darimu, bisa menjauhkan rasa treno ku ambi awakmu,” selorohnya dalam hati.
“Kenapa tiba-tiba Khaira pergi? Apa ada masalah? Ra, Abah?” Asep bertanya seraya bola matanya ke sana kemari menatap Khaira dan berganti menatap Abah.
Khaira menghela nafasnya, dan menggidik pundaknya. Seolah menjawabnya; Entahlah.
Abah tersenyum melihat Asep yang jelas saja terlihat penasaran, “Nggak ada apa-apa Sep, Abah hanya meminta Khaira untuk tinggal bersama dengan Mita, sepupunya,”
Asep masih tidak mempercayai jawaban Abah, untuk lebih lanjutnya mengorek informasi. Asep pun menawarkan diri untuk mengantar Khaira pergi, “Abah, jika diperbolehkan. Biar Asep saja yang mengantar Khaira?”
Abah terkejut mendengar tawaran pemuda dihadapannya, sekilas beliau melihat putrinya yang hanya berdiri mematungkan diri, “Katanya kamu mau berangkat bekerja?”
Asep mengangkat kedua alisnya, “Oh iya saya pasti bekerja Abah, lagipula tempat kerja saya juga satu arah dengan terminal yang paling dekat dari sini,”
Abah mengalihkan atensinya menatap Khaira, “Bagaimana Ning?”
“Terserah Abah,” jawab Khaira singkat.
“Tapi apa ndak merepotkan mu nak Asep?” tanya Abah memastikan bahwa nantinya tidak akan merepotkan Asep yang akan berangkat bekerja.
Asep menggeleng bersamaan dengan menjawab Abah, “Sama sekali enggak Bah,”
Abah manggut-manggut, “Baiklah,” beliau menatap putrinya, “Ning, apa kamu ndak merasa keberatan jika Abah ndak mengantarmu ke terminal?”
Khaira menggeleng, “Ning akan merasa lebih baik, jika bukan Abah yang mengantarkan Ning ke terminal. Soalnya bisa-bisa Ning pasti bakalan nangis di sana, kan nggak lucu kalau Ning nangis dihadapan orang-orang,”
Abah pun demikian, beliau sebenarnya tidak tega jika harus berpisah dari putrinya yang sejak kecil tidak pernah berpisah lama, “Hati-hati, jangan lupa berdoa. Doa Abah selalu menyertaimu,”
Khaira mengangguk lantas memeluk orang tua tunggalnya, “Ning pasti bakal kangen sama Abah,”
Abah mengusap punggung putrinya yang di lapisi jaket berwarna abu-abu, “Jaga dirimu baik-baik, anakku.”
Asep merasa terharu melihat perpisahan antara Ayah dan anak itu.
Khaira mengurai pelukannya lantas menyalami tangan Abah dan membawanya diantara kedua alisnya, kedua matanya mulai berkaca-kaca.
“Sini, aku bawain tasnya.” ujar Asep menadahkan tangannya guna memberikan Khaira bantuan untuk membawa tas ransel.
Khaira menggeleng, “Makasih, tapi nggak perlu Sep, biar aku gendong aja tasnya.”
Asep mengerti, bahwa Khaira bukanlah gadis lemah. Ia pun berjalan lebih dulu menuju motornya yang terparkir dan disusul oleh Khaira.
Asep pun sudah siap melajukan motornya, setelah Khaira membonceng dengan cukup nyaman. Khaira melambai-lambaikan tangannya kepada Abah.
Abah mengangguk pelan, tak terasa buliran air mata kembali menetes membasahi guratan pipinya yang keriput.
•
Sesekali Asep melihat Khaira dari kaca spion motornya. Terpampang jelas wajah yang sembab, tak ingin berbagai macam spekulasi menghantui rasa keingintahuan nya, Asep pun bertanya, “Kamu sebenarnya ada masalah apa sih Ra, sampai-sampai kamu harus pergi kaya gini?”
Khaira menghela nafasnya, mengedarkan pandangannya menatap jalanan yang ramai akan kendaraan bermotor. “Nggak tau, Sep. Aku cuma ikutin saran Abah,”
Asep tidak puas hati mendengar jawaban lirih dari Khaira. Namun, saat ia akan mengajukan pertanyaannya, terdengar suara dua orang laki-laki memanggil-manggil Khaira.
“Khaira! Ra!” dua orang laki-laki bertubuh tegap berboncengan mengendarai sepeda motor sedang berada di belakang motor Asep.
Khaira sontak saja menoleh kebelakang dan melihat dua orang yang memanggilnya, “Ucok! Toha!” ia lantas meminta Asep untuk tancap gas, “Sep, cepet Sep!”
•••
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Kinay naluw
si Asep nih cinta ga sih sama Ning kok ga maju.
2022-11-28
1
Nike Ardila Sari
Aduuh, itu anak buah si Tua Bangka mau ngapain sih?
2022-10-30
1
Nike Ardila Sari
Tuh Asep kan. Dia peduli pada Khaira. Dan udah ada firasat kali.
2022-10-30
1