Meskipun sibuk dengan pekerjaannya karena banyaknya pasien dan mengharuskannya lembur. Asep mencoba sebisanya untuk menyempatkan diri mencari bukti-bukti untuk membantu Khaira.
Sehari sebelumnya ia datang ke warnet plaza milik Bonar guna mencari server-server warnet plaza.
Dan saat ini dengan lihainya Asep masuk kedalam situs web yang berada di warnet milik Bonar. Ia bisa meretas situs web yang sulit sekalipun, tak sia-sia memang ia diberikan kecerdasan.
Bisa disebut juga Asep ini seorang hacker karena beberapa kali ia mencoba membobol password di tingkatan pemerintahan. Dan banyak dari pejabat-pejabat yang bermain curang seperti korupsi dan berjudi online.
Ada juga dari kalangan para pejabat yang penyimpan situs-situs web yang menyediakan jasa jaringan pekerja sekss komersial lewat online.
"Anjir!” tanggapan Asep kala itu.
Tapi itu ia lakukan hanya sekedar iseng dan tidak berniat menyebar luaskan hanya untuk mencari penggemar, maupun membuat jagat maya gempar.
Karena pada dasarnya ia bukanlah seorang hacker yang gemar menyebarkan aib orang lain. Bagi Asep, semua orang berhak untuk dilindungi aibnya. Begitulah juga sebaliknya, ia juga ingin melindungi aibnya sendiri.
Sat-set Asep meretas situs web dari warnet plaza. Selama kurang lebih dari dua jam, ia akhirnya menemukan solusinya. Solusi untuk membebaskan Khaira.
"Yes akhirnya nemu juga!” sorak Sorai Asep senang bukan main menemukan data penyimpanan video yang dinyatakan Bonar telah rusak ternyata masih ada jejak videonya, "Akhh ternyata nggak susah-susah amat, tinggal di download aja videonya, beres!”
Terdengar ketukan dari luar pintu kamarnya, disusul suara wanita berciri khas.
"Sep, Asep! Kamu lagi ngapain? Bantuin Emak jemur pakaian, emak mau pergi ke pasar!” teriak emak diluar pintu.
"Iya-iya Mak, tunggu bentar,” jawab Asep.
"Cepet jangan lama-lama!” kata Emak lagi.
Asep berdecih, dan menggerutu, "Ish.. selalu saja Emak kalau kasih perintah harus jawab siap dan laksanakan!”
Lagi-lagi Emak berteriak, "Sep, kamu denger Emak kan? Kamu nggak tidur lagi kan Sep? Jangan mentang-mentang hari libur terus kamu tidur mulu Asep! Ingat Sep, ingat malu sama ayam berkokok, Sep!”
Asep ikut memperagakan omelan Emaknya yang tanpa henti mengomeli dirinya dari luar pintu.
“Ish... nggak Khaira, nggak Emak. Kenapa selalu bawa-bawa ayam. Dosa apa tuh si ayam, sampai-sampai Emak sama Khaira bisa satu server ngomongin soal ayam.” gerutu Asep.
"Asep kamu denger Emak kan, Sep?!” lagi Emak menggetarkan tenggorokannya.
Asep merasa bengah mendengar perkataan Emaknya yang terus menerus, tak sabar lagi Asep bangkit dari duduknya dan segera melesat ke pintu lantas membukanya, terlihat wajah Ibu yang melahirkannya. "Iya Mami ku sayang, Asep yang ganteng dan pintar serta manutan ini siap menjalankan tugas yang Mami berikan,”
"Mami-mami!” celetuk Emak, enggan mendengar panggilan yang sok-sokan seperti orang-orang kota.
Asep crengengesan
"Ingat jemur pakaian!” Emak memperingati lagi putra bungsunya.
Asep memberi hormat, dan menjawab dengan nada seperti pasukan Kopasus, "Siap Komandan!”
Mendengar jawaban putra bungsunya yang suka bercanda Emak pun melengos pergi.
Asep mengingat tentang ayam, seketika itu juga ia kembali ke kamar dan langsung menuju komputernya. Melihat data sudah valid. "Yes!” seru Asep girang. “Khaira, kali ini kamu harus mengakui bahwa aku lebih pintar dari mu, hahaha.”
Asep jadi membayangkan sewaktu sekolah, ada seorang adik kelas yang manis dan pintar. Namun sangat tidak mudah di taklukkan oleh para cowok-cowok yang naksir terhadap adik kelasnya itu.
Saat itu Asep berpikir adik kelas yang ia ketahui bernama Khaira adalah anak dari seorang konglomerat atau dari kalangan pejabat, sehingga sikap Khaira terlihat sombong dan pilih-pilih teman.
Akan tetapi anggapannya seketika sirna manakala melihat Khaira sedang menjajakan dagangannya yang berupa jajanan tradisional di sebelah kantin sekolah. Asep terus melihat Khaira yang nampak manis.
"Nih cewek cantik banget ya enggak, tapi kenapa dia kelihatan manis.” gumam Asep kala itu, ia duduk di kursi kantin sekolah.
Sejak itu pula Asep tertarik dan ingin mencari tahu siapa itu Khaira Ningrum. Dan ternyata Khaira hidupnya tidak baik-baik saja, gadis yang saat itu berusia enam belas tahun adalah korban dari keluarga broken home.
Itulah sebabnya Asep tahu, kenapa Khaira menutup diri dan pilih-pilih teman.
Dan karena simpatinya lah, Asep mulai berteman baik dengan Khaira meskipun anggapan Khaira terhadapnya adalah pria menyebalkan.
Kembali ke masa kini, Asep termenung di depan komputer. "Hemm... Khaira-Khaira, kasihan banget sih hidup yang kamu jalani. Aku akan bantu kamu bebas tanpa jemuran sepeserpun.”
Asep merasa janggal atas ucapannya barusan, "Maksudnya tanpa imbalan, bukan jemuran?”
Asep menggigit bibirnya dan berpikir, "Ssshh... Kenapa aku berkata soal jemuran?”
Teringat akan jemuran, "Waduh iya jemuran, Emak. Waduh aku bisa-bisa kena semburan dari Emak kalau sampai Emak pulang aku belum selesai menjemur pakaian!” Asep terkesiap dan segera melompat dari kursinya yang mempunyai roda, hingga menyebabkan Asep terjatuh dan terjatuh lagi di lantai.
"Aduhhh apes tenan!” Asep mengusap pantatnya yang mencium lantai. "Akhh nih kursi tumben-tumben nggak ada baik-baiknya!” ia mengumpati kursi serta menendangnya hingga kursi itu ikut terjungkal.
Setelah puas melihat kursinya terjungkal, ia segera lari kebelakang dan membereskan masalah perihal jemuran. "Nasib ya nasib, begini amat jadi anak bungsu. Kakak pertama udah nikah dan hidup bahagia di Padang. Kakak kedua sudah pergi bersama kera sakti. Sementara aku, masih sibuk sama jemuran ini,”
Asep sudah biasa melakukan pekerjaan rumah, karena memang Ibunya bekerja sebagai guru SD dan Ayahnya adalah seorang PNS. Ia menjemur satu persatu pakaian yang setengah basah, "Bapak lagi, kalau pakai baju kaya aktor. Suka ganti-ganti. Hemmm...”
••
Beberapa hari sudah berlalu kini sidang yang di agendakan akan digelar. Dihadirkan beberapa narasumber dari pengadilan.
Terutama terdakwa Khaira dan pelapor Bonar Sumargo. Abah berada di antara para saksi kasus dan para saksi yang akan menyaksikan jalannya persidangan yang di gelar sederhana. Hanya untuk kepentingan berjalan proses hukum yang akan diterima oleh terdakwa.
"Saudari Khaira Ningrum, sekali lagi saya bertanya, apakah saudari melempar botol ke arah kepala Paman anda sendiri?” kata jaksa penuntut umum.
"Iya, tapi tidak sampai mengenai kepala Paman saya Pak!” kata Khaira tegas.
Bonar sedang berakting, ia seolah-olah terlihat lemah agar semua orang yang sedang berada di ruangan sidang percaya padanya, bahwa ia korban dari tindak penganiayaan.
"Tapi menurut korban botol yang di lemparkan saudari tepat mengenai kepala. Sehingga kepala korban berdarah!” kata seorang jaksa penuntut bertanya kepada Khaira.
Khaira mengeratkan giginya, menarik dan menghela nafas panjang. "Beri saya waktu untuk menyatakan keberatan atas jalannya sidang ini Pak Hakim.”
Seseorang yang duduk di sebelah hakim membisikkan sesuatu, hakim pun mengangguk.
"Waktu dipersilahkan oleh terdakwa.” kata Hakim.
Khaira merasa nafasnya sesak, tapi ia tetap harus menjelaskan keberatannya tentang jalannya sidang ini. "Katakan kepada saya Pak Hakim apakah ini adil untuk saya, meskipun saya sebagai terdakwa disini. Saya tidak sanggup membayar pengacara untuk membela saya di kasus ini. Dan saya juga tidak diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa saya tidak bersalah,”
"Keberatan Pak Hakim,” ujar seorang pengacara korban yaitu pengacara dari Bonar.
Namun keberatannya di tolak oleh hakim karena sedang mendengarkan dan belum usai batas waktu yang diberikan oleh terdakwa untuk membela diri. "Keberatan ditolak.”
"Saya hanya ingin membela diri Pak Hakim, karena orang yang menganggap diri korban terlebih dulu mengacungkan botol kepada saya dalam posisinya dia yang mabuk, sebab itulah saya merebut botol dan mengayunkan kearahnya,” Khaira menunjuk Bonar yang duduk di antara pengacaranya.
"Tapi si tua-tua keladi itu malah memutar balikkan fakta seolah-olah dia yang telah menjadi korban.” cecar Khaira mencoba untuk bersikap tegar.
"Waktu selesai.” kata Hakim, memperingatkan terdakwa bahwa waktu yang diberikan telah usa.
Kini ke pengacara pelapor. "Izinkan saya berbicara Pak Hakim,”
"Silahkan.” kata Pak Hakim.
"Sudah jelas bahwa terdakwa menyangkalnya, klien kami mengatakan beliau melihat terdakwa sedang mencuri di warnet milik klien kami. Dan klien kami memergokinya, terdakwa mungkin takut karena aksinya ketahuan oleh klien kami, maka dari itu terdakwa melemparkan botol ke arah kepala klien kami yang tidak lain adalah Paman dari terdakwa.” ujar pengacara Bonar menjabarkan spekulasinya untuk melindungi kliennya.
"Saya tidak setuju atas pendapat pengacara dari Bapak Bonar, Pak Hakim!” Asep yang baru saja datang langsung menolak spekulasi yang sedang di nyatakan oleh seorang pengacara. Ia berdiri di ambang pintu ruang persidangan.
•••
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Yesshi Resman
ambo urang Padang Loma sanak 😀
2022-12-25
1
Kinay naluw
ga jelas tuh kasusnya si Bonar kok merembet ke pencurian.
2022-11-26
0
Maulana ya_Rohman
tunjukkan bukti itu asep...😤 😤😤😤😤😤
biar pada syock😱😱😱😱😱😱😱😱😱
2022-11-18
1