Botol alkohol yang masih berisikan setengah air dengan kadar alkohol itu pun jatuh berserakan di lantai.
Bonar memegangi kepalanya, ia merasakan kepalanya berdenyut hebat, bahkan seketika itu juga ia merasa tidak mendengar apa-apa. Pandangannya kabur, tiga detik kemudian Bonar tergeletak di lantai warnet.
Mbak Gemel tercengang melihat selingkuhannya jatuh terkapar di lantai warnet, hingga secara refleks ia menutup mulutnya. Beberapa detik setelah terperangah ia beralih menatap Khaira yang sama-sama tercengang. Mbak Gemel mundur, "Ka-kamu membunuhnya, kamu membunuh Bonar.”
Setelah mengatakan itu, Mbak Gemel lari tunggang langgang mencari aman. Ia tidak mau ikut terlibat dalam masalah serius ini.
"Entah Bonar mati atau masih hidup, saat ini yang paling penting menyelamatkan diri.” gumam Mbak Gemel sambil terus berlari keluar dari warnet.
Khaira tercengang, ia tidak menyangka bahwa akan seperti ini. Kiranya untuk membela diri malah jadi petaka. Ia perlahan berjalan mundur, menjauhi Pamannya yang terkapar. Rasa gelisah membuatnya berlari keluar dari warnet, dan terus berlari sekencang-kencangnya.
Kurang dari satu jam Khaira berlari, ia sampai di depan rumahnya. Khaira menatap pintu rumah, ada rasa bersalah telah meninggalkan Paman Bonar begitu saja. Ia mengambil ponsel dari tas selempangnya dan mengeluarkan ponsel.
"Halo selamat malam, rumah sakit Medika, bisa tolong bantu kirimkan ambulans ke warnet plaza yang beralamat jalan mawar nomer tiga, ada seseorang yang sedang terluka parah di dalam warnet tersebut. Tolong ya Mas segera, ini darurat.” setelah menghubungi pihak rumah sakit. Khaira menggedor pintu rumah, karena ia tidak membawa kunci. Karena biasanya setiap hari saat Khaira pulang kerja, Abah akan menjemputnya.
Brak!! Brak!! Brak!!
"Abah-abah!” dalam kepanikan Khaira memanggil-manggil Ayahnya bersamaan gedoran pintu yang terdengar keras. Sembari ia menoleh kebelakang, karena ia takut akan ada seseorang yang mengikutinya.
"Abah, bukan pintunya Abah!” dengan tarikan nafasnya yang tersengal-sengal, Khaira terus menggedor pintu rumahnya. Sampai terdengar seseorang sayup-sayup suara dari dalam rumah.
"Iya, ini Abah.” sahut Abah dari dalam, "Baru saja Abah akan pergi menyusul mu, nduk.” Abah lantas membuka pintu dan terkejut melihat anak semata wayangnya terengah-engah sambil menangis bahkan hijab yang dipakai putrinya itu terlihat acak-acakan membuat hati seorang Ayah khawatir.
"Ning kamu kenapa, nduk?” tanya Abah khawatir melihat putrinya yang terlihat menggigil dan berwajah pucat pasi. [Nduk, Genduk adalah sebutan untuk anak perempuan dalam bahasa Jawa]
Khaira panik, ia memegang tangan Abahnya. "Abah, Ning takut Abah, Ning takut,”
Abah merasa sesuatu telah terjadi, hingga membuat anak satu-satunya ini ketakutan serta gemetar, Abah melihat keadaan di luar rumah. Nampak terlihat lengang di gelapnya malam, jalanan hanya terlihat dari lampu.
"Masuk-masuk dulu, nduk.” Abah menyuruh putrinya untuk masuk kedalam rumah, sebelum Abah menyusul Khaira yang beliau panggil Ning. Sejenak Abah mengamati keadaan di sekitar rumah lantas menyusul Khaira yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah.
Abah mencari-cari Khaira, "Ning, Ning putri Abah?”
Tidak ada sahutan dari Khaira, yang terdengar hanya bunyi detik dari jarum jam dan tangisan yang terdengar sesenggukan.
Abah melewati ruang tamu sampai ke ruang tengah. Tangisan yang terdengar sangat memilukan terdengar di sebelah lemari meja televisi persisnya di sela-sela lemari dan pojokan dinding.
Abah tahu betul, sedari kecil jikalau putrinya sedang merasa tidak baik-baik saja, tempat biasa putrinya bersembunyi untuk menangis adalah di pojokan samping lemari televisi.
Melihat putrinya dalam keadaan terpuruk membuat hati seorang Ayah sangat terluka. Abah mendekati dan berjongkok di hadapan putrinya.
"Ada apa Ning, siapa yang membuat kamu menangis?” Abah bertanya bernada suara sangat lirih.
Khaira menangis, ia tidak tahu darimana akan mulai mengadukan pada sang Ayah tentang kejadian di warnet milik Paman Bonar. Ia hanya bisa menangis dan menatap mata Abah yang terlihat sendu.
Abah mengusap lembut kepala putrinya, "Jangan hanya menangis anakku, menangis memang bisa melegakan hati. Tapi hanya dengan menangis saja, nggak akan menyelesaikan masalah, nak. Bicaralah,”
Ucapan Abah selalu sama, ketika Khaira menangis seperti ini. Khaira teringat, terakhir kali ia menangis seperti ini sudah dua belas tahun lamanya, saat ia di ejek karena ibunya minggat dari rumah.
Khaira mengelap air mata serta hidungnya yang terus saja mengeluarkan cairan berlendir bening.
"A-bah,” ucap Khaira lirih sembari menahan tangis sesenggukan.
Abah mengangguk pelan, beliau melihat hidung putrinya yang memerah serta matanya yang mulai membengkak karena terus saja menangis, "Bicaralah nduk, supaya perasaan mu jauh lebih baik,”
Khaira melihat wajah Abahnya yang sudah mengeriput, "A-bah,” lagi ucapan Khaira terjebak oleh tangisan.
Abah masih menunggu penjelasan putrinya dengan sabar. Beliau tahu, Khaira butuh waktu untuk bisa berbicara tentang apa yang sudah membuat putrinya menangis seperti ini. Hal semacam ini membuat Abah teringat saat Khaira kecil, saat Ibunya meninggalkan Khaira begitu saja.
Pria berusia 51 tahun ini telah menjaga putri semata wayangnya seorang diri selama lima belas tahun lamanya. Karena seorang istri yang melahirkan putrinya telah pergi sejak putrinya berusia enam tahun. Sosok Ibu yang diharapkan untuk menjadi penyayang bagi anaknya seketika itu sirna.
Ratapan Abah melihat putrinya seperti ini membuat hatinya bagaikan tersayat pisau. Namun seketika sayatan itu mengalirkan darah, ketika Khaira mengakui apa yang telah terjadi hingga membuatnya seperti ini.
"A-abah Ning su-sudah membuat Pa-paman Bonar terluka, Ning ng-nggak tahu Paman Bonar ma-masih hi-hidup atau sudah me-meninggal,” ungkap Khaira terbata-bata mengakui bahwa ia telah melakukan hal diluar dari keinginannya.
Abah tercengang mendengar penjelasan Khaira. Akan tetapi Abah juga sudah menduganya bahwa suatu saat hal seperti ini pasti akan terjadi, karena Abah tahu seperti apa Bonar Sumargo itu. Namun beliau tetap bersikap tenang, "Abah yakin kamu melakukan itu untuk melindungi diri,”
Khaira melihat kecemasan yang tergambar jelas di raut wajah Abahnya, "Maafkan Ningrum karena nggak mendengarkan nasehat Abah, supaya Ningrum nggak bekerja di sana, tapi Ningrum tetap bersikeras untuk bekerja di warnet milik Paman jahat itu,”
Abah membelai lembut kepala putrinya yang tertutupi hijab warna hitam, "Kamu bekerja di sana juga bukan sepenuhnya keinginan mu, nduk,”
"Tapi Abah, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu sama Paman, lebih-lebih kalau Paman sampai meninggal,” Khaira mencemaskan sesuatu jikalau sampai terjadi sesuatu yang berbahaya kepada suami dari Bibiknya.
"Bangunlah, dan coba jelaskan sama Abah sebenarnya apa yang terjadi,” Abah membujuk agar Khaira agar mau bercerita lebih jelas lagi. "Nanti kita pikirkan sama-sama bagaimana jalan keluar dari masalah Bonar.”
Khaira pun mengikuti saran Abah, ia berjalan dengan tubuh gemetar dan duduk di sofa usang ruang tengah.
Sementara Abah berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air lantas kembali lagi ke ruang tengah dan memberikan gelas kepada putrinya, "Minumlah Ning, kamu akan merasa lebih tenang,”
Dengan tangan gemetar Khaira menerima gelas yang diberikan Abah, dan meminumnya sampai tandas. Setelah dirasa cukup tenang, Khaira menceritakan tentang apa yang terjadi di warnet, sehingga tanpa sengaja memukul kepala Paman Bonar.
Abah mendengarkan penjelasan putrinya dengan seksama, beliau menghela nafas panjang.
"Nggak ada manusia yang hidupnya baik-baik saja Ning, semua punya ujiannya masing-masing.” ujar Abah memberikan nasehat.
"Terus Ning harus bagaimana Abah?” kata Khaira lirih.
"Abah yakin Bonar akan baik-baik saja.” kata Abah meyakinkan putrinya.
“A-bah.” Khaira kembali menangis sembari memeluk keduanya lututnya.
Abah mendekati putrinya yang tengah di rundung nestapa, beliau menepuk pundak Khaira, “Seringkali masalah itu datang tanpa kita sadari. Tapi kita hanyalah manusia biasa nduk, tak berdaya tanpa sang Maha Pencipta.”
Khaira mengangkat wajahnya yang mulai sembab, ia menatap Abahnya.
Abah mengangguk pelan, “Ingatlah terus menerus sama kutipan kata-kata ini, di atas langit masih ada langit.”
•••
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Kinay naluw
masih baik hati nelpon ambulan dari pada si gembel eh salah ding gemel.
2022-11-26
1
R.F
semangat. 2 like hadir. like balik iya
2022-11-04
1
Rhiedha Nasrowi
nah betul itu kutipan nya d atas langit masih ada langit 👍👍
2022-10-06
0