Dua hari telah berlalu. Pagi ini Khaira termenung di belakang rumah, memandangi empang yang berisi ikan lele. Beberapa kali ia menghela nafasnya yang terasa berat. Dalam pikiran kalut, ia masih bersyukur mendapatkan kabar bahwa Pamannya itu baik-baik saja, dan sedang mendapatkan penanganan medis di rumah sakit.
Dua malam Khaira tidak bisa tertidur nyenyak, tentu karena memikirkan masalah yang dua malam lalu terjadi, hingga pagi ini pun ia masih berpikir keras. Dalam perasaanya, "Aku merasa botol yang ku lempar nggak mengenai kepala Paman, tapi kenapa Paman sampai pingsan?”
Abah keluar dari dapur dengan membawa topi caping dan cangkul, beliau melihat putrinya itu sedang melamun. Sedangkan tangan Khaira sedang memegang pisau dan singkong. Abah berjalan dan duduk di dipan yang terbuat dari bambu.
"Kamu pegang pisau sambil melamun itu bahaya, Ning. Bisa melukai tanganmu,” kata Abah sambil menaruh cangkul di samping kakinya.
Khaira terkejut dan langsung mengalihkan atensinya menatap Abah yang sudah duduk tidak jauh darinya, sampai tangannya tergores pisau, "Auh...”
Khaira melihat jarinya yang mengeluarkan darah dari sela-sela goresan pisau, ia lantas mengecap jarinya yang tergores.
Abah menghela nafas panjang, beliau tahu apa yang sedang menjadi beban pikiran anaknya saat ini. "Tuh kan Abah bilang juga apa, pegang pisau mbok toh yo sing ati-ati. Kalau nggak singkong yang terkelupas yo jarimu,”
Khaira menatap Abahnya, lagi-lagi ia menghela nafas panjang. "Ning bingung Bah,”
Abah berdiri lantas mengambil pakan ikan lele yang terdapat di gantungan dinding belakang rumah. "Bingung kenapa?”
Khaira kembali melihat empang ikan lele, "Perasaan Ningrum, botol itu nggak sampai mengenai kepala Paman, tapi kenapa Paman langsung pingsan,”
Abah menebarkan pakan ikan ke empang, seketika ikan lele melahap habis pakan ikan yang Abah tebarkan. "Kalau kamu nggak merasa memukul kepala Pamanmu, ya jangan terus menerus menyalahkan diri. Semalam kamu cerita dia terlihat sangat mabuk, mungkin itu yang jadi penyebab Pamanmu itu pingsan,”
"Dia bukan pamanku,” Khaira menggerutu, dari matanya yang sayu menatap empang kini beralih menatap Abah dari samping.
Abah terkekeh mendengar anaknya menggerutu yang tidak mengakui Bonar sebagai paman putrinya itu, "Hahaha, meskipun kamu nggak mengakui Paman Bonar adalah Pamanmu, tapi tetap saja Bonar adalah suami dari adik Ibumu, Ning,”
"Sudahlah Abah, jangan menyebut-nyebut Ibu lagi. Ningrum nggak punya Ibu,” jawab Khaira spontan, selama lima belas tahun ia merasa Ibunya sudah meninggal.
Abah terdiam sesaat, begitulah jawaban anaknya jika sudah membahas soal Ibu. Padahal beliau tidak pernah menceritakan suatu keburukan tentang Ibu yang telah melahirkan putrinya yang entah pergi kemana, “Tapi jangan mengingkari kodrat mu nduk, bahwa kamu lahir dari perut Ibumu. Sebesar apapun kamu membencinya, dia tetap Ibumu,”
Khaira menatap Abah, ia tidak membantahnya.
Abah telah selesai memberikan lele makan, dan duduk kembali di atas dipan, "Sudah jangan dipikirkan soal Pamanmu, saran Abah keluarlah dari pekerjaan warnet Pamanmu. Kamu bekerja di sana kan karena kamu nggak mau nganggur, lagipula Abah masih bisa memenuhi kebutuhan hidup mu, Ning,”
"Gimana aku akan bekerja di sana lagi, bahkan sebelum aku menginjak teras warnet, mungkin aku langsung di tendang sampai mental ke planet mars sama bodyguardnya si Bengek tua-tua keladi itu yang badannya gede-gede kaya king and the kong.” gumam Khaira lirih. Ia menerawangkan pandangannya menatap dedaunan yang terhembus oleh tiupan angin di pagi hari.
"Kamu bicara apa Ning Abah nggak dengar? Mungkin karena Abah sudah tua ya?” kata Abah bertanya pada putrinya karena mendengar gerutu Khaira seperti nyamuk yang mengaung-ngaung di sekitar kepala.
Khaira menjawab Abahnya hanya menggelengkan kepala. Helaan nafas panjang ia hembuskan.
"Ning tahu Abah, dari Ning kecil pun Abah selalu memenuhi dan selalu menuruti apa yang Ning mau. Tapi mau sampai kapan Ning akan mengandalkan Abah, Ning nggak mau merepotkan Abah terus,” jawab Khaira melihat wajah Abahnya yang dipenuhi guratan keriput karena termakan oleh waktu.
"Ning, putri Abah. Kalau kamu nggak meminta sama Abah memangnya kamu berani minta ke tetangga?” kata Abah lalu menyeruput teh yang sudah di sediakan putrinya.
Mendapat pertanyaan seperti itu Khaira refleks menggeleng.
"Ya sudah, minta saja apa yang kamu butuhkan selagi Abah masih mampu untuk memenuhinya,” Abah menaruh gelas bekas teh yang tandas, lantas mengusap kepala putrinya dan tersenyum simpul.
Khaira merasa kasihan jikalau terus-menerus membebani Abahnya, ia tahu bahwa orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. "Kalau begitu Ning jualan ayam lagi saja,”
Khaira melihat semut-semut di tanah yang berbaris rapih mengikuti kawannya yang berjalan paling depan, "Kalau Ning nganggur, Ning berasa nggak enak hati sama semut. Semut yang badannya kecil berkali-kali lipat dari badan manusia masih mau susah payah mencari makan, masa Ning hanya diam saja,”
Abah tahu betul, putrinya memang anak yang pekerja keras. Bahkan selama sekolah ditingkatan SMA Khaira tanpa merasa malu jualan jajanan di sekolah. Dan pada saat lulus pun Khaira tidak menyerah untuk mencari pekerjaan yang selayaknya sesuai kelulusannya, "Kamu bilang jualan ayam potong maupun ayam chicken sepi, karena sudah banyak yang jualan?”
"Iya, tapi kata Abah kan. Setiap manusia mempunyai jalan rezekinya masing-masing, dan nggak akan tertukar,” jawab Khaira, persis sama seperti apa yang Abahnya ajarkan.
"Kenapa kamu nggak melanjutkan sekolahmu saja nduk?” tanya Abah.
"Maksud Abah, kuliah?” jawab Khaira, entah ke berapa kalinya Abahnya menawarkannya untuk melanjutkan kuliah yang biayanya bisa mencapai puluhan juta. Dan itulah yang menjadi ketakutan Khaira bila pada akhirnya akan membebani Abahnya karena biaya kuliah yang memang tidak murah.
Abah mengangguk, "Kalau kamu kuliah, Abah rasa kamu akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan yang layak,”
Khaira menggeleng
Lagi-lagi Abah mendapat penolakan yang sama, meskipun beliau tahu biaya kuliah sangat mahal. Dan juga hasil yang di dapat dari menjalankan usaha bengkel serta berkebun tidak selalu memenuhi kebutuhan hidup. Tapi jika dengan tekad yang kuat, beliau merasa bisa memberikan pendidikan yang baik untuk Putri semata wayangnya. Akan tetapi, putrinya itu sangat penyayang, karena tidak mau membebani Abahnya yang sudah renta.
Abah mengambil cangkul dan menaruhnya di pundak, lalu membenarkan topi capingnya yang sedikit miring, "Ya sudah, kalau kamu nggak mau. Abah hanya berharap kamu menjadi orang yang berakhlak mulia dan sukses di masa depan,” Abah bangun dari duduknya, "Abah pergi ke kebun dulu, mau menanam jagung,”
"Abah memangnya nggak buka bengkel?” Khaira bertanya sebelum Abahnya pergi.
Abah menghentikan langkahnya dan sejenak beliau menoleh kebelakang, "Setelah Abah pulang dari kebun.” lantas kembali berjalan meninggalkan halaman belakang rumah.
Khaira manggut-manggut, ia melihat Abahnya semakin menjauh dan melihat pemandangan ladang sawah yang sudah di panen.
••
Siang hari menjelang sore tiba, Abah sedang berkutat di bengkel miliknya yang tepat berada di halaman rumah. Membenarkan ban motor pelanggan yang tertancap paku di jalanan.
Namun, pada saat Abah tengah sibuk dengan pekerjaannya. Abah dikejutkan oleh kedatangan dua orang polisi.
"Selamat sore,” ucap seorang polisi kepada Abah dan seorang pelanggan bengkel Abah.
Abah langsung saja berdiri, dan seorang pelanggan yang sedang menunggu untuk perbaikan ban motornya pun ikut terkejut.
"Sore Pak,” jawab Abah bersamaan pelanggan bengkelnya.
"Ada apa yah Pak polisi?” tanya Abah ragu-ragu.
"Apakah benar ini rumah dari saudari Khaira Ningrum?” tanya seorang polisi dengan suara tegas kepada Abah.
"I-iya benar,” Abah gugup, beliau menelan ludahnya yang serasa mengganjal.
"Kami mendapat laporan atas tindak penganiayaan yang dilakukan oleh saudari Khaira Ningrum terhadap Pak Bonar Sumargo yang terjadi di dalam warnet plaza milik Pak Bonar sendiri.” kata salah seorang polisi bernama tag Bagas Setyabudi.
"Benar, dan kami membawa surat penangkapan saudari Khaira.” seorang polwan bernama tag Retno Dwi Safitri menunjukkan bukti surat penangkapan.
Deg... Abah merasa seperti tersengat aliran listrik. "Sebentar Pak polisi, ini hanya kesalahpahaman, putri saya melakukan itu hanya untuk melindungi diri.”
•••
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Kinay naluw
dasar si Bonar jatuh sendiri karena oleng malah nyalahin orang.
2022-11-26
0
Nike Ardila Sari
Ya Allah😥😥
2022-10-08
0
Nike Ardila Sari
Bagaimana pun juga, Ibumu tetaplah Ibu kandungmu, karena dia kamu ada di dunia ini Ning.
2022-10-08
0