Tanpa membuang waktu, pria yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kailandra itu segera menggendong tubuh Kailani ke dalam mobilnya. Dengan cekatan pria tersebut membaringkan tubuh perempuan yang wajahnya semakin memucat tersebut di deretan jok tengah.
"Bertahan, Kai. Tetaplah membuka mata. Terus katakan sakit yang kamu rasakan." Kailandra lalu segera menempati jok kemudi. Dengan kecemasan yang kentara, pria tersebut mulai melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
"Kai, jangan diam. Kai... ngomong apa yang kamu rasakan." Kailandra semakin panik, separuh perjalanan menuju rumah sakit khusus bersalin terdekat yang kebetulan adalah tempat Kailani dan Karina dulu memulai proses bayi tabung, tidak ada suara dan gerakan apa pun yang dilakukan Kailani. Kecemasan Kailandra semakin menjadi, saat dia menoleh---perempuan yang begitu lama berdiam di hatinya itu sudah terkulai lemah tidak sadarkan diri. Darah segar bahkan semakin deras mengalir dari sela paha Kailani.
"Kai, tolong jangan membuatku takut, Kai. Jangan siksa aku dengan cara begini. Kenapa kamu tidak puas-puasnya membuat hidupku kacau." Kailandra berusaha tetap fokus pada jalanan di depannya. Sesekali dia melirik dari spion tengah, dan kadang menoleh sekejap ke belakang. Seakan lupa kebencian yang selama ini ia pupuk. Pria tersebut sungguh tulus berharap Kailani bisa tertolong.
Kailandra menekan klakson mobilnya berkali-kali begitu memasuki pelataran UGD rumah sakit, beberapa petugas yang hafal betul dengan adanya keadaan darurat jika ada kendaraan berhenti di halaman gedung khusus tersebut, langsung menyambut dengan membawakan brankar dorong.
Turun dari mobilnya dengan tergesa-gesa, Kailandra meminta tolong agar perawat segera membuka pintu tengah mobilnya. Dengan sigap dan profesional, tubuh Kailani dipindahkan ke atas brankar dorong dan langsung di bawa ke sebuah ruangan.
Di tengah rasa benci yang dikiranya sudah mendarah daging terhadap Kailani, ternyata Kailandra tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Dengan jelas, pria tersebut malah menampakkan kekhawatiran yang teramat luar biasa.
"Mohon maaf, Pak. Kami membutuhkan beberapa data dan persetujuan Bapak untuk melakukan tindakan operasi sesar pada pasien. Meskipun usia kandungan Ibu masih belum cukup untuk melahirkan, namun pendarahan hebat yang terjadi bisa mengancam jiwa Ibu dan janin. Maka dari itu, tindakan operasi sesar harus cepat dilakukan," jelas perawat dengan sangat gamblang.
Tanpa memberikan kata-kata sanggahan, Kailandra langsung mengangguk dan mengikuti langkah perawat tadi ke dalam sebuah ruangan. Pria tersebut benar-benar lupa akan posisinya saat ini, segala pertanyaan tentang data pribadi Kailani, dijawabnya dengan cepat dan tepat. Tanda tangan persetujuan pun diberikan tanpa jeda waktu berpikir. Padahal, beberapa kali pertanyaan yang ditujukan selalu disertai dengan kata "istri Bapak". Namun, Kailandra tidak sekali pun menyangkal pernyataan perawat.
Bersamaan dengan dipindahkannya Kailani ke dalam ruang operasi, ponsel di kantong celana Kailandra bergetar. Mengetahui siapa yang menghubungi, pria tersebut langsung menerima panggilan selular itu. Raut wajahnya seketika berubah begitu suara bernada panik langsung menyapa gendang telinganya. Satu masalah dan kekhawatiran belum selesai, kini bertambah lagi satu beban pikiran Kailandra.
"Langsung bawa ke rumah sakit biasanya Karina periksa. Kai akan menunggu di sana dan mengabarkan pada dokter untuk bersiap-siap." Kailandra langsung menuju loket penerimaan pasien UGD. Mengabarkan bahwa istrinya yang sedang hamil baru saja terjatuh dari kamar mandi.
"Biar saya yang menangani, Ibu Karina adalah pasien prioritas saya," ucap Dokter Khalid yang tiba-tiba muncul di sela-sela penjelasan Kailandra pada petugas pendataan pasien.
Begitu Kesya menghubungi dan memberi kabar pada Karina tentang kejadian di tempat bubur, perempuan tersebut langsung mencari informasi tentang rumah sakit terdekat yang kemungkinan besar didatangi Kailandra untuk menyelamatkan nyawa Kailani. Keberuntungan memang masih dan selalu berpihak padanya. Rumah sakit itu tidak lain tidak bukan adalah tempat mereka melakukan proses bayi tabung. Tentu saja, Karina dengan sigap memberikan komando pada Dokter Khalid untuk menjalankan rencana selanjutnya.
Kecemasan Kailandra mulai berlipat-lipat, tidak bisa duduk diam, pria tersebut mondar mandir di depan pintu utama UGD untuk menunggu kedatangan Karina dan juga mamanya. Menurut kabar terbaru yang disampaikan Kasih melalui pesan singkat, Karina sudah dalam kondisi yang sangat kesakitan.
Tidak lama kemudian, begitu yang ditunggu-tunggu sudah datang, Kailandra malah merasakan hal yang berbeda. Entah mengapa, melihat kondisi Karina secara nyata, dia merasa sesuatu yang terjadi tidak separah yang didengarnya ketika Kasih menghubunginya tadi. Wajah Karina tidak pucat sama sekali, tidak ada darah yang mengaliri kakinya, dan yang paling penting desis kesakitan Karina terkesan berlebihan.
"Kai, temani istrimu," ucap Kasih, sedikit keras sambil menepuk pundak Kailandra. Perempuan lebih separuh baya itu heran dengan reaksi sang putra yang malah bengong melihat istrinya dibawa masuk ke ruangan dengan brankar dorong.
"Maaf, Bu. Karena ini bukan pemeriksaan kehamilan dalam kondisi normal, sebaiknya keluarga pasien tetap menunggu di luar untuk menghindari reaksi kepanikan. Percayakan semua kepada kami," jelas salah satu perawat pada Kasih.
Bukannya protes atau memberikan reaksi yang sedikit memaksa. Kailandra malah memilih untuk menjauh dari ruangan di mana Karina baru saja masuk ke dalam sana. Pria tersebut memilih duduk di bangku besuk yang tidak terlalu jauh dari loket pendataan pasien.
"Kai, bagaimana ini? Usia kandungan Karina masih tujuh bulan. Ya Tuhan, selamatkanlah cucuku."
Kasih menunjukkan reaksi kepanikan yang lebih. Sedangkan Kailandra, pikirannya malah melayang pada kondisi Kailani. Pria tersebut terus membandingkan kondisi Karina dan Kailani saat datang tadi.
"Maaf, Pak, Bu... Dokter akan segera melakukan tindakan operasi Sesar untuk pasien atas nama Karina. Mohon tanda tangani berkas yang diperlukan. Kami mendeteksi detak jantung bayi sangat lemah, demi keselamatan Ibu dan janin, operasi sesar adalah pilihan terbaik." Suster yang sama dengan yang mencegah Kailandra untuk ikut ke dalam ruangan tadi, memberikan informasi sembari mengulurkan berkas pada Kailandra. Tanpa melihat apalagi membaca terlebih dahulu, Kailandra langsung membubuhkan tanda tangan di tempat yang ditunjuk oleh perawat.
Tangan Kailandra mendadak bergetar. Badannya begitu lemas. Dia merasakan ada yang aneh di dalam dirinya. Tiba-tiba saja perutnya melilit hebat. Mengira hanya karena sedang ingin buang air besar, Kailandra buru-buru mencari toilet. Namun, lima menit berada di dalam sana, ia tidak mengeluarkan apa-apa. Bahkan sampai lilitan di perut itu mereda.
Bertepatan dengan kembalinya Kailandra ke ruang tunggu, seorang perawat menghampirinya dan berkata, "Apa ada kerabat Bapak yang bergolongan darah B+? Pendarahan yang dialami istri Bapak belum juga bisa dihentikan. Di rumah sakit kami, stock darah tersebut hanya menyisakan dua kantong. Untuk berjaga-jaga jika ada kemungkinan terburuk, sebaiknya kita menyediakan terlebih dahulu."
Mendengar penuturan perawat, Kasih langsung beranjak dari duduknya, "Ambil saja darah saya, Sus. Golongan darah saya B+, lakukan yang terbaik untuk menantu saya. Jangan sampai cucu saya tidak bisa diselamatkan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
✨️ɛ.
kalo gue jadi Kailandra bakal gue raba2 perutnya, gue singkap bajunya trus gue keluarin dah tuh si bantal durjana.. 😑
2023-01-15
0
bunda n3
itu darah untuk kailani
2023-01-02
0
༄༅⃟𝐐𝐙⃝🦜
Semua bukti" nyata ada d depan kalian, tapi kalian masih saja Babo sih,,, Dan KaunBu kasih semoga kau sadar siapa yg sudah mndonorkan darah utkmu
2022-12-18
0