Sesuai kesepakatan yang dibuat oleh Kailani dan Karina semalam, keduanya kini bertemu di sebuah rumah sakit khusus untuk program bayi tabung. Tidak ada antrian panjang layaknya sebuah klinik kandungan pada umumnya. Karena pasien dan dokter memang bertemu berdasarkan waktu yang sudah dijanjikan.
"Suamiku masih dalam perjalanan. Jadi sekarang kesempatanmu untuk memeriksakan kondisi rahim dan sel telurmu. Aku yakin, hasilnya pasti akan bagus," ucap Karina dengan semangat yang menggebu-gebu.
Tanpa membuang waktu, ditemani Karina, Kailani menjalani sejumlah pemeriksaan. Tidak sampai di akhir prosedur, Karina terpaksa meninggalkan Kailani sendirian karena suaminya sudah datang. Perempuan tersebut tentu tidak ingin sang suami menaruh curiga pada rencana yang sudah disusun dengan matang.
"Dokter Khalid masih ada satu pasien. Kita tunggu sebentar." Karina mengusap lengan Kailandra. Dia paham benar jika suaminya tersebut tidak suka menunggu.
Hampir sepuluh menit berlalu. Belum ada tanda-tanda pintu ruangan pemeriksaan dibuka. Kailandra jelas semakin uring-uringan. "Lain kali, pastikan dengan benar jadwalnya. Kalau seperti ini, kamu membuang waktuku saja," sungut Kailandra.
"Iya, Aku minta maaf. Seharusnya jadwal untuk konsultasi kita memang sudah dimulai. Mungkin ada masalah dengan pasien yang ditangani sekarang." Karina mencoba meredam kekesalan sang suami.
Bersamaan dengan itu, pintu ruangan Dokter pun terbuka. Kailandra malah memalingkan wajah ke sisi lain. Pria tersebut benar-benar tidak bisa menutupi kekesalannya. Bahkan ketika perawat memanggil nama Karina, dia malah tidak segera berjalan mengikuti langkah sang istri. Kailandra memilih menyibukkan diri dengan telepon genggamnya.
"Kai, ayo!" Karina memanggil suaminya dengan volume suara yang sedikit ditinggikan.
Ingat betul dengan kesepakatan yang dibuat, Kailani memilih acuh pada Karina dan suaminya. Perempuan tersebut menundukkan pandangan. Bahkan saat dia bersimpangan jalan dengan Karina, tidak ada kontak apa pun yang dilakukan.
Hingga Kailandra menyadari panggilan dari Karina. Pria itu buru-buru membalikkan badan dengan cepat tanpa melihat ke berbagai sisi terlebih dahulu. Tabrakan antara kepala seseorang dengan dadanya pun tidak bisa dihindarkan.
"Maaf, saya tidak melihat kalau ada orang di depan saya," Kailani mengatakan tanpa mendongakkan kepalanya sedikit pun. Dia terus mengusap-usap kepalanya yang terasa sakit akibat benturan dada yang lumayan keras tadi.
"Lain kali, kalau jalan lihat-lihat, Bu." Kailandra mengatakan dengan suaranya yang khas tanpa melihat wajah perempuan yang membuatnya kesal tersebut.
"Iya, Pak, Maaf."
Kailandra hendak melangkahkan kakinya kembali. Namun, niat itu seketika urung ketika perlahan rambut yang tadinya menutupi wajah Kailani tersibak pelan seiring dengan gerakan perempuan tersebut menegakkan wajahnya.
Keterkejutan rupanya bukan hanya milik Kailandra semata. Kailani pun mengalami hal yang sama. Sesaat, mata keduanya saling beradu pandang. Bibir keduanya mendadak terkunci rapat.
"Kai ...," panggil Karina. Suara tersebut membuyarkan lamunan sesaat Kailandra dan juga Kailani.
Kailani bergeming. Ingin menyapa, namun bibirnya seakan terkena lem perekat. Sementara Kailandra, malah dengan entengnya memberikan senyuman sinis. Tanpa perasaan, bahkan pria itu sengaja menabrak pundak Kailani dengan salah satu lengan kekarnya.
"Ya Tuhan. Apakah dia suami dari Kak Karina?" Kailani mendudukkan dirinya di ruang tunggu yang tadi digunakan oleh Kailandra dan Karina.
Andai saja tidak menunggu hasil pemeriksaan, ingin rasanya Kailani segera kabur dari tempat di mana dia berada saat ini. Sungguh dia sama sekali tidak menyangka akan dipertemukan kembali dengan Kailandra dalam situasi seperti sekarang.
Berbeda dengan pemeriksaan Kailani yang berlangsung lama. Pemeriksaan pertama Kailandra dan Karina berlangsung cukup singkat. Belum juga hasil yang ditunggu Kailani diberikan. Sepasang suami istri tersebut sudah keluar dari ruangan Dokter.
Sama-sama menunggu hasil tes dan juga vitamin yang diberikan, Karina dan Kailandra duduk kembali di sofa tunggu yang hanya berjarak satu meteran dari tempat Kailani berada.
"Lagi program kehamilan juga?" Karina pura-pura menyapa dengan ramah.
Kailani menjawabnya dengan sebuah anggukan disertai senyuman tipis. Bagaimana kini jantungnya berdegup, hanya Kailani dan Tuhan yang tahu. Lalu perempuan tersebut kembali menundukkan kepalanya sembari mereemas tepian baju atasan yang dikenakannya.
"Program anak pertama? Atau anak kedua?" Karina kembali mengakrabkan diri. Sementara Kailandra semakin sinis melirik ke arah Kailani. Bedanya, pria tersebut kini tidak buru-buru meninggalkan Karina seperti biasa.
"Anak kedua," jawab Kailani seperlunya.
"Oh, sudah anak kedua. Eh, sebentar aku mau ke toilet dulu." Karina bergegas ke toilet begitu merasakan telepon genggam yang berada di dalam tas yang ada di pangkuannya bergetar beberapa kali.
Tinggallah Kailani dan Kailandra berada di ruang tunggu berdua saja. Sejak kejadian tujuh tahun silam, dia selalu berharap agar dipertemukan kembali dengan Kailandra. Begitu banyak yang ingin Kailani luruskan.
"Bang Kai apa kabar?" Kailani memulai percakapan dan menyapa dengan hati-hati.
"Kamu bisa lihat sendiri, bukan? Aku jelas jauh lebih baik sekarang. Apa kamu mengharapkan Aku masih sebodoh dulu? Atau kamu malah berharap Aku menjadi pria naif yang tidak lagi berani mencinta karena trauma? Hah ... jangan harap." Kailandra menjawab dengan intonasi suara dan wajah yang sama sinisnya.
"Tidak, Bang. Sama sekali bukan begitu. Saya ikut bahagia melihat Abang bahagia. Menemukan perempuan yang mencintai dan dicintai Abang dengan sempurna." Kailani terlihat tulus saat mengatakannya. Tatapan mata perempuan tersebut begitu teduh meski dia tahu lawan bicaranya sama sekali tidak peduli.
"Benarkah? Kamu sungguh-sungguh bahagia atau sekedar memastikan jika apa yang sudah kamu lakukan terhadapku dulu bukanlah hal yang salah? Dengar baik-baik Kailani Hapsari, kebahagiaanku saat ini, tidak akan mengurangi sedikit pun kebencianku padamu. Jangan mencari pembenaran dengan bersembunyi di balik kebahagiaan dan kesuksesanku sekarang." Kailandra bangkit dari duduknya. Lalu ia melangkahkan kaki meninggalkan ruangan tunggu entah menuju kemana.
Hanya selisih hitungan detik, Karina kembali muncul di hadapan Kailani. Perempuan tersebut sepertinya tidak tahu menahu dengan adanya perdebatan yang baru saja terjadi. Karina malah tersenyum lebar. Ditinggalkan Kailandra sendirian seperti sekarang, memang bukanlah hal yang luar biasa. Hal ini justru dianggap keuntungan tersendiri bagi Karina. Dengan begitu, dia bisa berbicara lebih lama dengan Kailani tanpa takut dicurigai oleh Kailandra.
"Suamiku masih harus mengkonsumsi berbagai vitamin. Karena kami menginginkan bayi kembar. Tunggu kabar selanjutnya dariku. Cukup dengan satu kelahiran, kami sudah mempunyai dua anak sekaligus. Sambil menunggu vitamin suamiku habis, tolong jaga kesehatan dan pola makanmu baik-baik. Tidak perlu khawatir, aku akan memberimu uang untuk itu. Gunakan sesuai keperluanmu. Aku sama sekali tidak keberatan." Karina mengulurkan sebuah kartu debit terbitan salah satu bank swasta berwarna hitam bertuliskan titanium card.
Kailani bergeming. Pandangan perempuan tersebut kosong ke depan. Dia bahkan mengabaikan kartu yang disodorkan oleh Karina tadi. Bukan masalah uang yang ada di pikirannya sekarang. Melainkan tentang kesepakatan yang sudah dibuatnya bersama Karina.
"Bagaimana mungkin Aku mengandung anak Bang Kai? Takdir apalagi ini Tuhan," lirihnya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Ibelmizzel
apakah Kailani tidak puya suami.
2023-05-14
0
Sri Widjiastuti
simak dulu
2023-04-06
0
ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀⸙ᵍᵏ
aku kalo Nemu NN Kai kalo di panggil Bang kalo di gabung tanpa spasi jadinya Bangkai 🤭🤭 selalu ngakak 🤣 deh kalo Nemu NN Kai 🏃🏃🏃🏃🏃
2023-01-02
0