"Aku ingin menjauh dari semua ini sejenak. Aku lelah, Ken. Aku benar-benar butuh ketenangan. Aku akan kembali setelah anak ini lahir. Sesuai janjiku, Aku akan menyerahkannya pada Karina." Pandangan Kailani tampak sangat kosong.
"Kai, ini terlalu berat untuk kamu tanggung sendiri. Aku bisa apa? Jangan bawa Keiko, biarkan dia sementara bersamaku. Aku akan siapkan tempat yang nyaman dan kemungkinan kecil mereka akan menemukanmu. Kamu boleh menjauh dari semua orang, tapi jangan biarkan Keiko kehilanganmu tanpa alasan yang jelas."
Kailani mengangguk lirih. "Aku percayakan Keiko sama kamu ya, Ken. Tolong sampaikan maaf dan terima kasihku pada Keira. Maaf karena pada akhirnya Aku harus melibatkan kalian."
"Jangan bicara seperti itu, Kai. Keiko juga anakku. Sampai kapan pun Keiko akan menjadi tanggung jawabku. Kamu ibu yang hebat dan luar biasa. Maafkan aku." Kenzo mengatakannya dengan sangat tulus. Tatapannya pada Kailani begitu penuh penyesalan.
Sementara itu, Kailandra bersikeras untuk keluar dari rumah sakit saat ini juga. Meski mual dan pusing masih sering timbul tenggelam, pria tersebut tidak bisa berdiam diri setelah mendengar penjelasan Kenzo tadi. Kailandra memutuskan untuk melawan kondisi badannya agar bisa mencari kebenaran dari serentetan peristiwa pahit di masa lalunya.
Sejak hari itu, keberadaan Kailani menjadi misteri bagi Karina, Kalvin dan juga Kailandra. Berbeda dengan Kalvin dan Karina yang terang-terangan mencari Kailani dengan menemui Kenzo dan mendatangi kantor perempuan tersebut. Kailandra hanya mempertanyakan keberadaan mantan calon istrinya itu dalam diam.
"Kenapa aku jadi ragu seperti ini. Sebelum apa yang dikatakan Kenzo terbukti benar, harusnya aku tidak goyah dengan kebenaran yang sudah aku yakini selama ini. Mereka bersahabat baik sekarang. Ditambah lagi ada Kalvin. Mereka pasti merencanakan sesuatu untuk menghancurkanku. Tidak, aku tidak boleh lengah." Kailandra berbicara dengan dirinya sendiri. Mencari pembenaran akan sikapnya selama ini. Jika sampai apa yang dikatakan Kenzo benar adanya, dia tidak akan sanggup untuk berhadapan dengan Kailani.
Di sisi lain, di sebuah room apartemen yang cukup mewah dan exclusive, Karina dan Kalvin tampak bersitegang dengan tatapan kedua mata mereka yang sama-sama menyuratkan kemarahan.
"Breengsek kamu, Vin. Gara-gara kamu, Kailani kabur. Bagaimana kalau dia tidak kembali? Hancur semua rencanaku. Kai akan menceraikan aku sebelum aku mendapatkan apa-apa dari dia." Karina menunjuk muka Kalvin menggunakan jari telunjuknya dengan penuh emosi.
"Aku... Aku terus yang salah. Jangan berlagak suci, Kar. Jangan berlagak tidak tau siapa yang memberi tahu Keysa tentang keberadaanku. Kamu benar-benar picik. Kamu yang sangat membutuhkan Kailani, tapi kamu terus menginjak-injak harga dirinya. Kalau tidak ingat kita ini siapa, jelas Aku tidak akan membantumu sejauh ini. Buat apa Aku membantu orang yang tidak tau caranya berterima kasih." Kalvin menyingkirkan tangan Karina dengan berani.
"Coba kamu pintar sedikit jadi laki-laki. Pasti Kailani bisa kamu takhlukkan. Pantas kalau Keysa selalu meremehkan kamu," cibir Karina.
"Hina aku sesukamu, Kar. Lebih baik aku terlihat bodoh ketimbang aku harus terus membodohi orang lain," sahut Kalvin.
"Jangan sok baik, Vin. Aku tidak mau ada penolakan dan aku tidak mau tau, bagaimanapun caranya, kamu harus menemukan Kailani," tekan Karina.
"Urus saja sendiri. Mulai detik ini, Aku tidak mau ikut campur dengan urusanmu." Kalvin melangkahkan kaki lebar keluar meninggalkan Karina sendirian.
Karina meluapkan emosinya dengan melemparkan semua benda yang berderet di meja pajangan. Lalu perempuan itu melepas bantalan perut palsu yang selama ini dipakai untuk menyempurnakan kehamilan pura-puranya. Perut Karina yang tadinya bulat penuh, seketika mengempis. Aura kemarahan, jelas tergambar dari sorot mata Karina. Rencana indah yang disusun rapi dan hanya menyisakan satu langkah lagi, seketika runyam. Kini, Karina harus bersusah payah untuk mencari keberadaan Kailani.
Detik demi detik berjalan begitu lambat. Seakan waktu tidak bergerak bagi sebagian besar orang yang sedang menanti ketidakpastian. Terutama bagi Karina, perut palsunya yang kini benar-benar menggambarkan sosok perempuan yang sedang hamil dalam usia tujuh bulan, tidak diimbangi dengan pinggulnya yang tidak melebar sama sekali. Seharusnya, semua berjalan lancar jika Kailani tidak mendadak menghilang.
"Kar, berhentilah mondar mandir di depanku. Kamu semakin membuatku pusing. Pulanglah! Aku sedang kerja, bukan main-main. Meski ini kantorku, tidak pantas dilihat karyawan kalau kamu terlalu sering menungguku. Lagipula Aku tidak nyaman kalau ada kamu," tegur Kailandra tanpa melihat ke arah istrinya.
"Ini bukan mauku, Kai. Ini keinginan baby twins. Mereka selalu tenang jika di dekatmu. Kalau jauh, mereka suka menendang-nendang membuat ulu hatiku terasa nyeri."
Kailandra mengacuhkan jawaban Karina. Sampai detik ini, bahkan dia tidak pernah merasakan bagaimana rasanya mengusap perut Karina. Entah mengapa hatinya sama sekali tidak tergerak ingin merasakan sensasi tendangan bayi dari dalam perut sang istri. Selama kehamilan Karina, justru Kailandra merasa tidak memiliki perasaan apapun pada Karina selain rasa kesal.
"Kai, aku pengen bubur. Tapi aku mau makan ditempat." Karina dengan manja kembali merengek pada Kailandra yang terus menyibukkan diri dengan laptop di atas mejanya.
"Aku masih banyak kerjaan, Kar. Pergilah bersama driver atau ajak siapalah," tolak Kailandra.
"Dedek maunya sama Kamu, Kai. Ayolah." Seperti Biasa, Karina memanfaatkan kehamilan pura-puranya untuk diperhatikan Kailandra.
"Kar, bisa tidak sehari saja kamu tidak merengek. Kamu bukan perempuan satu-satunya yang hamil di dunia ini. Jika kamu semanja ini, akan jadi apa anak kita nanti. Ingat ya, Kar. Aku tidak mau membayar babysitter. Aku mau kamu sendiri yang merawat dan membesarkan anak-anak." Kailandra yang kadang kala mengalami mual dan pusing apalagi jika sudah berlama-lama dengan Karina, mulai jengah dengan permintaan Karina yang kerap kali mengada-ada.
Di tempat yang berbeda, jauh dari hingar bingar ibu kota, Kailani dengan perutnya yang sudah begitu besar karena kehamilan bayi kembar---tampak menyibukkan diri dengan merajut topi bayi. Sesekali perempuan tersebut menghentikan gerakan tangannya sambil melirik layar ponsel yang digeletakkan di atas meja. Hari ini, Kailani sama sekali belum menerima kabar dari Keiko. Biasanya, sebelum dan sesudah pulang sekolah, Keira selalu rutin mengirimkan video kelincahan Keiko.
Tidak sabar menunggu, Kailani berusaha menghubungi Kenzo. Namun, beberapa percobaan panggilan---tidak satu pun yang diterima oleh Kenzo. Tidak kehilangan akal, Kailani mencoba menghubungi Keira. Setelah dua kali panggilan, barulah terdengar suara perempuan menyapa dari seberang.
"Kei, apa kabar Keiko hari ini?" Kailani langsung membalas sapaan dengan sebuah pertanyaan bernada khawatir.
Sesaat tidak ada jawaban dari Keira. Sayup-sayup, terdengar suara tangisan Keiko tertangkap indera pendengaran Kailani.
"Kei, itu suara Keiko, kan? Kenapa Keiko menangis, Kei? Jangan diam saja Kei. Tolong jawab aku." Kailani berdiri dan semakin kehilangan kesabaran.
Sambungan telepon tiba-tiba terputus. Begitu Kailani mencoba menghubungi kembali. Nomor telepon Keira maupun Kenzo malah sama-sama tidak aktif.
" Ada apa sebenarnya? Kamu kenapa Kei?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
✨️ɛ.
*babysitter..
2023-01-15
0
✨️ɛ.
kalo gue nyumbang tendangan bole gak, Kar?
2023-01-15
0
𝕾𝖆𝖒𝖟𝖆𝖍𝖎𝖗
Duh kasian banget Kailani harus pergi jauh dari hiruk pikuknya kota
2022-12-20
0