Sementara di rumah Dareen, setelah mendengar kabar bahwa putra bungsunya akan kembali, Dewi dan para pekerja sibuk menyiapkan sambutan. Segala macam makanan kesukaan Dareen dibuat dan akan disajikan dalam satu meja.
"Jangan lupa untuk membuat puding buah kesukaan anakku juga!" titahnya saat mengontrol dapur di mana para koki sedang membuat masakan.
Ia kembali ke depan, memeriksa dekorasi penyambutan. Oh, sungguh berlebihan. Seperti hendak menyambut kedatangan orang nomor satu di negeri ini.
Sementara itu, Cakra pergi entah ke mana. Pamitnya, ada urusan bisnis yang harus ia kerjakan, sedangkan Bardy, ayah Dareen, sedang melakukan perjalanan bisnis sejak dua hari yang lalu dan baru akan kembali esok hari.
"Bagaimana kamar Dareen? Apa kau sudah merapikannya? Jangan sampai ketika anakku pulang, dia merasa tidak nyaman di rumahnya sendiri," cecarnya gelisah pada pekerja yang sedang merapikan kamar si bungsu.
"Sedang dilakukan, Bu," jawabnya sambil terus membersihkan ruangan besar milik Dareen.
Dewi menghela napas panjang, ia terlihat gelisah sekaligus bahagia. Matanya berpijar-pijar terang. Meremas jemari tak sabar. Ia berjalan kembali ke depan, menunggu kedatangan sang putra.
Pintu gerbang yang selalu tertutup rapat, hari itu dibiarkan terbuka lebar. Ia melongok ke jalanan, menanti kedatangan mobil yang membawa putranya. Air yang turun dari kelopak, disekanya dengan cepat.
"Kenapa lama sekali? Memangnya ke mana saja mereka? Biasanya Alfin tidak pernah terlambat. Ini sudah hampir siang, mereka belum juga tiba," kesalnya diakhiri dengan decakan.
Mata Dewi memicing saat sebuah mobil berwarna merah muda merangsek masuk ke halaman. Ia tahu betul siapa yang datang, senyumnya mengembang merasa ada teman untuk berbincang. Pintu mobil terbuka, sosok pengemudi keluar dengan cepat.
"Tante!"
Seorang gadis berpakaian seksi dengan high heels setinggi lima senti berlarian mendekati sosok Dewi. Ia berhambur memeluk wanita setengah baya itu dengan tubuh yang bergetar. Gelisah sama seperti Dewi, tapi berbinar senang.
"Tante, aku dengar Dareen akan pulang? Apakah Paman sudah menemukannya?" tanyanya dengan cepat.
Mata gadis itu bergerak liar, gelisah bercampur takut. Jemarinya saling meremas terasa lembab karena keringat. Dewi tersenyum, dipikir dia senang Dareen kembali.
"Benar, Tante mendapat kabar dari asistennya, Alfin. Dia sendiri yang menjemput Dareen. Katanya, dia ada di desa terpencil jauh dari kota," jawabnya sambil mengusap-usap kedua bahu gadis itu.
Aleena kembali memeluk Dewi, jantungnya berdebar tak karuan. Yang ia dengar, Dareen mengalami amnesia, tak ingat tentang masa lalunya.
"Aku senang Dareen akhirnya bisa kembali, semoga dia baik-baik saja." Aleena berharap, menaruh perhatian sepenuhnya.
Dewi tersenyum sebentar, tapi meredup seketika. Ia menghela napas panjang, seolah-olah melepaskan beban yang menggelayuti pundaknya.
"Tante berharap kau tak akan bersedih ataupun kecewa apalagi meninggalkan Dareen hanya karena dia amnesia," tutur Dewi dengan sedih.
"A-apa? Amnesia? Oh, astaga!" Dia menangis sedih, menunduk sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya.
Dewi mencoba menghiburnya dengan membawa Aleena berjalan-jalan, melihat-lihat dekorasi penyambutan yang ia siapkan. Aleena menutupi kesedihan dengan mengagumi semua yang disiapkan para ahli untuk menyambut kedatangan sang pewaris.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Dewi sembari menatap wajah Aleena yang berseri.
Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya, terlihat puas dan kagum dengan dekorasi yang disajikan walau hanya sebatas sambutan.
"Dareen pasti menyukainya." Ia tersenyum, tapi tersirat makna lain dari senyum yang disinggungkan.
Sementara itu, di dalam mobil, Daisha yang gelisah menemukan ketenangannya disaat bersandar di bahu Dareen. Rasa takut dan cemas seketika lenyap berganti damai dan percaya.
Jemari mereka saling bertaut, membuat bahagia sekaligus iri dua sejoli yang duduk di bangku depan. Keduanya terpejam, terlihat damai tanpa beban. Oh, sungguh! Seolah-olah dunia hanyalah milik mereka.
Semoga Kak Dareen tidak mengecewakan Kakak.
Hati Laila bergumam, merajut asa pada penguasa langit Yang Maha Pemurah. Semoga kebahagiaan yang kekal untuk mereka berdua, cinta sejati ada dalam ikatan cinta mereka.
"Kalian adik dan kakak?" Sebuah suara membuyarkan lamunan Laila. Ia yang terpejam lekas membuka mata dan melirik pada lelaki pengemudi di sampingnya.
"Maksudmu ... aku dan Kakak?"
Laki-laki itu mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari jalan. Laila menyandarkan kepala mencari kenyamanan, helaan napas halus terdengar membuat Alfin melirik sekilas.
"Yah, dia memang kakakku. Kakak yang baik dan penuh pengertian." Laila menoleh ke arah Alfin, menelisik wajah khas Sunda yang melekat pas di parasnya. "Perlu kau tahu, Kakak gadis paling berani yang pernah aku jumpai, tidak mudah ditindas dan tidak takut apapun," lanjutnya dengan nada bangga.
Alfin mengernyit mendengar itu semua.
"Tapi dia ...."
"Walaupun begitu ... perasaan Kakak amatlah peka. Dia akan tahu jika orang-orang yang dia sayangi dalam bahaya. Apa kau kenal dengan Kakaknya Kak Dareen?" Laila masih memandang pada wajah Alfin yang mulus tanpa cela.
Hatinya mengagumi betapa indah sosok di depan matanya itu, tapi ia tak menginginkan lebih. Cukup sadar diri, dan hanya sekedar mengagumi.
"Yah, siapa yang tidak mengenal Tuan Muda Cakra. Semua orang mengenalnya," jawab Alfin dengan yakin.
"Benarkah? Jadi, namanya Cakra, ya." Laila tertawa membuat Alfin melirik lagi ke arahnya.
"Kau benar, bahkan Kakak saja mengenalnya. Untuk itu, Kakak tidak ingin dia yang menjemput. Jadilah, kau yang diminta menjemput," ujar Laila membuat Alfin tertegun mendengarnya.
"Benarkah? Bisa kau katakan alasannya?" Alfin melirik kedua insan yang terlelap di kursi belakang.
"Kakak merasa ada yang tidak beres dengan laki-laki itu. Kakak mengatakan bahaya mengintai jika dia yang datang menjemput," jawab Laila sejujurnya.
Alfin tercenung mendengar penuturan gadis di sampingnya. Ia kembali melirik, Daisha tampak seperti gadis biasa, tapi dia tidak biasa. Dia buta. Teringat pada pagi tadi di mana ia dibuatkan secangkir kopi dengan rasa yang berbeda. Apakah tangannya memang seajaib itu. Lalu, ia melirik Dareen yang wajahnya berbeda.
Pantas Tuan Muda terlihat antusias membawa gadis itu. Ternyata, dia memang istimewa. Aku heran, kenapa perasaanya tepat sekali tentang tuan muda Cakra. Apakah orang-orang seperti itu memang memiliki kelebihan yang tak dimiliki orang biasa?
Ia menghela napas, kembali fokus pada jalanan lurus nan mulus. Kemacetan langsung saja menyambut kedatangan mereka, hiruk-pikuk berbagai kendaraan pun menjejali telinga. Khas sebuah kota besar yang dipadati penduduk.
"Kenapa kau diam, Kak? Apa perasaan Kakak benar seperti itu?" selidik Laila yang tak ia sadari terus memperhatikan riak di wajahnya.
Alfin tersentak, ia tersenyum canggung dan menggeleng.
"Aku tidak tahu tentang itu," katanya lirih.
Laila mendengus, berbalik ke depan sambil melipat kedua tangan. Lidahnya berdecak kesal karena kendaraan tak kunjung bergerak.
"Apakah setiap hari selalu seperti ini? Kenapa padat sekali?" keluhnya mengerucutkan bibir jengah.
Alfin terkekeh, tapi tidak menyahut. Melaju pelan merayap seperti kura-kura.
Ibu dan Bapak pasti senang Tuan Muda kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Darsih suranto
udh ditunggu lho Darren.cepatlah pulang .jaga Daisha y.aq takut ibumu dan ulat bulu itu akan melukai dia
2022-10-24
2
Yeni Yanti
akhirnya up jg 👏👏
2022-10-15
2