"Sial! Ternyata dia masih hidup. Harusnya dulu aku pastikan dia itu benar-benar mati. Jika begini, aku harus mencari cara agar dia tidak bisa kembali selamanya."
Seorang laki-laki berperawakan tinggi besar, berjalan mondar-mandir di kamarnya. Wajahnya tampak kusut, berkali-kali lidahnya berdecak kesal sambil mengumpat tiada henti.
Berdiri, duduk, berjalan kian kemari dia lakukan untuk mengusir gelisah. Berpikir keras mencari cara bagaimana menyingkirkan sang rival yang ternyata masih hidup dengan bebas.
"Tunggu dulu! Tadi dia sempat melihatku, tapi tidak bereaksi apapun. Apakah dia hilang ingatan? Aku tidak bisa mengambil keputusan begitu saja. Sebaiknya aku memastikan kebenaran dugaanku. Yah, aku harus kembali lagi ke sana," gumamnya penuh tekad.
Gegas ia menyambar jaket dan mengenakannya. Berjalan keluar dengan tergesa bahkan berlari menuruni anak tangga yang melingkar di tengah-tengah rumahnya.
"Cakra! Bagaimana pencarianmu? Apa kau sudah menemukan adikmu?" tanya seorang wanita paruh baya yang matanya sembab bekas menangisi anak bungsunya.
Laki-laki yang bernama Cakra tadi berdeham menentralkan hatinya yang tiba-tiba gugup. Ia mendekat perlahan, memeluk sang ibu untuk menenangkan hatinya.
"Sabar, Bu. Aku juga tidak akan menyerah mencari keberadaan Dareen, Bu. Ibu jangan khawatir. Bukankah Ayah juga sudah mengerahkan orang-orangnya untuk mencari?" ucapnya berkilah.
Dewi kembali menangis, teringat anak bungsunya yang hilang entah ke mana. Hatinya setiap hari menangis, memikirkan keberadaan sang putra yang sudah beberapa bulan tak diketahui kabarnya.
Cakra melepas pelukan, mengecup dahi Dewi seperti biasa. Dia adalah anak yang berbakti, penurut, dan tidak pernah membantah. Sama seperti Dareen, hanya saja bungsunya itu lebih tertutup dan tidak seceria sang kakak.
Namun, segala perhatiannya, tak diragukan lagi oleh mereka. Dareen-lah yang paling terlihat cemas disaat salah satu anggota keluarga sakit atau tertimpa musibah.
Dewi mengangguk patuh, ia melepas kepergian Cakra yang katanya mencari sang adik.
Sementara itu, di kedai bunga Daisha, mereka baru saja tiba setelah mengantar pesanan. Duduk sambil mengipasi diri dengan tangan, di bawah naungan sebuah gubuk yang disulap menjadi kedai bunga.
"Minum, Kak," ucap Laila memberikan Al segelas minuman dingin.
"Terima kasih, ya."
Laila duduk di samping Al, memperhatikan Daisha yang tengah membereskan bunga-bunga di depan kedai.
"Terima kasih, berkat kehadiran Kakak, aku bisa melihat senyum Kak Daisha lagi. Sudah lama sekali sejak kecelakaan itu terjadi hingga dibangunkan kedai ini, senyum menawan Kakak hilang," tutur Laila penuh syukur.
Al terenyuh, ia tidak tahu Daisha memiliki hidup yang sulit sebelum kedai ini maju seperti sekarang. Meski dibangun dengan sederhana, gubuk bunga Daisha selalu disambangi pelanggan.
Kata mereka, bunga-bunga di kedai itu selalu tampak segar dan semerbak. Tak seperti di kedai lainnya. Al duduk tegak ketika seorang pelanggan datang. Mencurigakan. Itulah yang ada di pikiran Al saat ini. Dia mengenakan jaket kulit, dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya.
"Kau! Rupanya kau masih punya nyali untuk datang ke sini? Sebenarnya apa tujuanmu datang?" selidik Daisha saat mengenali aroma tubuh pelanggan tersebut.
Dia laki-laki yang sama yang kemarin memarahi Laila.
"Tidak ada, aku hanya ingin bertemu laki-laki yang di sana," katanya sambil menunjuk Al yang memperhatikan mereka.
"Untuk apa? Apa kau mengenalnya? Jika tidak, maka kau tidak ada urusan di sini. Pergilah! Kau datang untuk memata-matai kami, bukan untuk membeli," tegas Daisha tanpa rasa takut sedikit pun.
Laki-laki tersebut mengernyit ketika melihat mata gadis itu tak menatap ke arahnya. Ia mengibaskan tangan memastikan dugaannya.
"Ternyata kau buta. Jika tahu, tak akan aku menghabiskan waktu menemuimu," katanya dengan nada mencibir.
Mata Daisha melirik ke samping, meski tak dapat melihat, tapi dia bisa mendengar setiap pergerakannya. Daisha bergerak cepat menjegal langkah yang lancang hendak mendekat.
Al tersentak berdiri. Tongkat gadis itu melintang di jalan menghalangi tubuh laki-laki yang hendak menghampiri mereka.
"Jangan kau pikir bisa melewatiku hanya karena aku buta," ketus Daisha terdengar dingin dan penuh ancaman.
"Beraninya gadis buta dan miskin sepertimu mengancamku! Kau tahu siapa aku? Aku pewaris tunggal perusahaan nomor satu di Jakarta. Aku bisa saja menghancurkan kedaimu itu," sengitnya membalikkan ancaman.
Bukannya takut, Daisha justru tersenyum sinis.
"Kau pikir aku peduli? Siapa pun dirimu jika kau datang untuk membuat masalah, aku tak akan segan memberimu pelajaran. Pergi!" ucap Daisha dengan berani.
Laki-laki itu termangu, memperhatikan cermat-cermat wajah itu.
"Jangan menatapku terlalu lama, jika kau tak ingin terus aku menghantuimu!"
Laki-laki itu membelalak, ia mengalihkan pandangan pada Al. Tatapan mereka beradu cukup lama, manik kelam itu Al merasa tak asing dengannya. Al mengernyit merasakan denyut di bagian kepala, tapi dia menahannya sampai laki-laki itu pergi barulah Al merintih.
"Argh! Kepalaku ... dia ...." rintih Al sembari memegangi kepalanya.
"Kakak!" Laila memekik sambil memegangi tubuh laki-laki itu yang perlahan jatuh.
Daisha berbalik sambil meraba-raba udara setelah memastikan kepergian laki-laki pengganggu tadi. Berjongkok di dekat Al, memberinya instruksi untuk menenangkan diri.
Perlahan, Al mulai tenang, ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia lakukan itu berulangkali untuk mengurangi rasa sakit yang mendera.
*****
Pagi buta Al sudah mendatangi sungai untuk memetik bunga pesanan pelanggan. Dengan bersemangat dia menyusuri setiap bunga yang siap dipetik. Namun, tiba-tiba sosok yang tak diharapkan kehadirannya, muncul dari arah sungai.
"Siapa kau?" tanya Al dengan dahinya yang mengerut.
"Kau tidak ingat padaku?" tanya laki-laki itu terlihat senang bukan main.
"Aku sama sekali tidak mengenalmu, bagaimana bisa aku mengingatmu," jawab Al tak acuh.
Senyum jahat tercetak di wajah orang misterius itu, dengan tiba-tiba dia menyeret Al ke tepi sungai. Berniat menenggelamkannya hingga ia terbebas dari bayang-bayang laki-laki itu.
"Apa yang kau lakukan? Lepaskan!" Al memberontak, tapi percuma.
Lagi-lagi kepalanya berdenyut, bayangan dia diseret seperti tadi pun melintas. Al berteriak kesakitan, tapi laki-laki itu tak peduli. Ia melemparkan tubuh Al ke sungai, dan menghampirinya.
"Argh!"
Al menjerit, padahal dia belum melakukan apa pun. Akan tetapi, laki-laki asing itu justru menenggelamkannya ke dalam sungai. Al berontak, mencoba melawan dengan mendorong air menggunakan kakinya. Laki-laki itu tidak menyerah, terus membuat Al tenggelam lagi dan lagi.
"Tolong aku! Tolong!" teriak Al ketika mendapat kesempatan. Dia memegangi kepalanya yang dipegang laki-laki tadi, rasa sakit semakin hebat mendera.
"Kakak!" Suara dua gadis yang datang membuatnya panik.
Dia berlari segera dan bersembunyi di dalam semak. Daisha dan Laila mendatangi sungai, terkejut mendengar teriakan Al.
"Kakak, Kak Al tenggelam."
"Kau bisa berenang?"
"Tidak!"
"Tunggu di sini!"
Tubuh Al melemah di dalam sungai, terapung dan terbawa arus. Beruntung, sedang tidak pasang.
Daisha melompati ke sungai, menggunakan indera pendengarannya dengan sebaik mungkin mencari keberadaan Al. Meski kesulitan Daisha mampu menemukan tubuh laki-laki itu dan membawanya ke darat. Sayang, Al tak sadarkan diri.
"Sial! Dasar berengsek!" umpat laki-laki yang bersembunyi di balik semak.
"Cari bantuan, kita harus membawanya ke rumah sakit," titah Daisha pada Laila.
*****
Berkat bantuan beberapa warga, Al akhirnya dibawa ke rumah sakit. Dia terbaring tak sadarkan diri di ruangan kecil.
"Kakak, Kak Al!" Laila memekik, Daisha yang duduk di sampingnya meraba-raba ranjang Al.
"Ugh! Di mana aku? Kepalaku?" rintih Al.
"Kak! Kau baik-baik saja?" tanya Daisha segera.
"Kalian ... siapa? Kenapa aku ada di sini?" Al beranjak, kepalanya masih terasa sakit akibat ingatan yang menyeruak.
Kedua gadis itu saling menoleh satu sama lain dengan bingung.
"Aku ... aku ingat semuanya sekarang. Aku ingat semua," ucap Al senang.
Daisha dan Laila turut tersenyum, tapi juga merasa cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Leon Kampret
wah al sdh sadar
2022-10-02
2
Megawati Goanidjaja
semoga Al tidak melupakan Daisha dan Laila...
2022-10-02
2
Handayani
lanjut
2022-10-02
2